"Tolong kembalikan," pinta Nadean sambil mengulurkan tangannya.
Dimitri balas melirik Nadean dengan tatapan yang tidak dia sukai.
"Dimitri," panggil Nadean dengan nada tegas. "Bajunya mau dicuci."
Dimitri mengembalikan kemeja itu tanpa mengatakan apa-apa kepada Nadean, dia lantas menunggu pegawai lain melayani keperluannya.
"Paling lama tiga hari, Nona." Pegawai itu memberi tahu.
"Terima kasih," sahut Nadean sambil tersenyum manis, hingga Dimitri tidak tahan jika tidak meliriknya. "Saya duluan ya?"
Dimitri tersentak ketika Nadean berpamitan kepadanya, dia meninggalkan setumpuk baju di dalam tas plastik di depan pegawai lain dan bergegas mengejar Nadean yang belum terlalu jauh.
"Bu Guru, tunggu!" panggil Dimitri dengan suara keras.
Nadean yang baru saja membuka pintu mobilnya segera menoleh ketika Dimitri mendatanginya.
"Kamu ada perlu apa?" tanya Nadean sambil memandang muridnya. "Ada materi yang belum kamu pahami? Kamu tanyakan saja."
Dimitri mengernyitkan keningnya yang bersih, Nadean tidak tahu saja kalau dia sudah langganan juara olimpiade matematika di sekolah.
"Saya mau menanyakan soal kemeja tadi," jawab Dimitri apa adanya.
Nadean gantian mengernyitkan keningnya.
"Kemeja yang tadi?" katanya menegaskan. "Bukannya sudah jelas kalau itu punya saya?"
Dimitri menatap Nadean dengan ekspresi curiga.
"Ibu jangan bohong," katanya sedikit menuduh. "kemeja itu bukan punya Ibu."
Nadean balas menatap Dimitri dengan tak kalah tajam.
"Apa maksud kamu?" tanya Nadean dengan mata menyipit. "Siapa yang bohong."
"Tentu saja Bu Guru, Ibu bohong kan soal kemeja tadi?" tanya Dimitri balik. "Kemeja itu, bahkan mungkin baju lain yang Ibu serahkan tadi, sebenarnya bukan punya Ibu."
Nadean menatap Dimitri dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Saya tidak mengerti apa maksud kamu," kata Nadean tegas. "Saya buru-buru, ada jadwal les yang sudah menunggu."
Tanpa menunggu jawaban apa-apa dari Dimitri," Nadean langsung masuk ke mobilnya dan melaju pergi meninggalkan sang murid.
Di perjalanan menuju rumah anak yang harus dia bimbing, Nadean tidak hentinya berpikir yang tidak-tidak tentang sikap yang diperlihatkan Dimitri kepadanya tadi. Terlebih lagi dia sempat menyinggung tentang kemeja milik cowok asing itu.
Jangan-jangan ....
"Nggak, nggak mungkin!" gumam Nadean sambil menggelengkan kepalanya dengan perasaan yang tidak tenang. Dia segera memaksa pikirannya untuk mengingat kembali sosok cowok yang ada bersamanya di kamar hotel jari itu.
"Nggak, nggak! Semoga saja bukan ..." desis Nadean lagi seraya menambah kecepatan mobilnya. Dia berusaha mengaitkan wajah Dimitri dengan wajah samar-samar bocah yang terlibat kesalahan satu malam dengannya tanpa disengaja.
***
Dimitri pulang ke apartemennya dengan perasaan campur aduk, terlebih saat dia membuka lemari pakaiannya dan mengobrak-abriknya seakan sedang mencari sesuatu yang sangat berharga.
Setelah sekian lama, Dimitri menatap seisi lemari pakaian yang sudah berantakan dengan pandangan nanar.
"Jelas nggak mungkin ketemu," kata Dimitri dalam hatinya. Kemeja itu nyata-nyata ada pada Nadean, alasan apa lagi yang bisa menjelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi selain karena mereka pernah bertemu sebelumnya?
Hal yang selanjutnya Dimitri lakukan adalah berendam di kamar mandi sembari memejamkan mata. Pikirannya melayang kembali ke momen di mana dia terbangun dengan kondisi tanpa sehelai benangpun. Masalahnya adalah tidak ada siapa-siapa di kamar itu selain dirinya sendiri, ditambah lagi satu setel pakaiannya sudah raib ketika Dimitri mencarinya hingga dia terpaksa meminta pelayan hotel untuk membelikan baju baru dengan tip yang jumlahnya lumayan.
Setelah puas berendam, Dimitri membilas sekujur tubuhnya kemudian menyeduh secangkir kopi untuk menemaninya bersantai.
Sebagai remaja matang yang berstatus pelajar, Dimitri tidak pernah belajar kalau dia tidak merasa butuh. Otaknya yang sudah encer dari lahir hanya sesekali dia asah kalau ada event yang harus dia ikuti seperti lomba mata pelajaran antarsekolah atau kelas nasional seperti olimpiade matematika.
Di luar itu, Dimitri yang tinggal sendiri di apartemen pemberian orangtuanya lebih suka menghabiskan waktu dengan menonton film petualangan.
Ketika sedang asyik menikmati jalannya adegan tokoh utama pria yang sedang dihadapkan dengan salah satu sahabatnya yang berkhianat, Dimitri mendengar suara deringan keras yang berasal dari ponselnya.
"Halo, Bu?"
"Dimi Sayang, bagaimana sekolahmu?" Suara seorang wanita menyahut ketika Dimitri menjawab panggilannya.
"Sekolahku lancar, Bu. Tumben telepon, Ibu nggak kerja?" tanya Dimitri tanpa basa-basi.
"Ini Ibu sempatkan sebentar, soalnya setelah ini ibu sama ayah mau ke luar kota." Ibu Dimitri menjelaskan. "Rajin belajar ya, jangan pacaran. Ingat itu."
"Memangnya kenapa, Bu?" tanya Dimitri dengan pandangan lurus ke arah televisi. "Aku kan sudah bukan anak kecil lagi."
"Tapi ibu sudah punya rencana untuk menjodohkan kamu sama anak sahabat ibu," jawab ibu Dimitri. "Jadi jangan suka tebar pesona sama teman-teman sekolah kamu, paham?"
"Oh, baru rencana tapi kan?" sahut Dimitri sambil lalu. "Bu, sudah dulu ya? Aku ada PR."
Sang ibu menyahut dengan salam penutup, setelah itu Dimitri memutus sambungan ponselnya.
Keesokan harinya di sekolah, mata elang Dimitri menyapu ke sekitar koridor yang dia lalui. Namun, sosok Nadean belum kelihatan sama sekali.
"Mungkin dia sudah ada di kantor guru," kata Dimitri dalam hatinya.
Hari itu tidak ada pelajaran matematika di kelas Dimitri, sehingga dia dan teman-temannya tidak perlu bertemu dengan Nadean kecuali mereka mau mencarinya ke kantor guru.
Dan Dimitri sempat berpikir demikian.
"Mau ke mana kamu?" tanya Keva ketika jam istirahat berdering dan Dimitri berjalan mendahuluinya ke luar kelas.
"Aku ada perlu sebentar sama salah satu guru," jawab Dimitri tanpa menghentikan langkahnya. "Kamu ke kantin duluan saja, nanti aku susul."
Keva hanya mengangkat bahu dan berbelok ke arah kantin sementara Dimitri pergi ke kantor guru seperti rencananya semula.
"Permisi, meja Bu Nadean di sebelah mana ya, Pak?" tanya Dimitri sopan kepada guru bahasa yang bernama Frans.
"Ada di tengah sana, tapi Bu Nadean sedang ada di ruang BK." Frans menjelaskan.
"Kalau begitu lain kali saja, saya permisi Pak?" pamit Dimitri, masih dengan sikap sopan dan santunnya yang membuat Frans cukup terkesan.
Tanpa menunggu waktu lama, Dimitri segera melesat ke ruang Bimbingan Konseling.
Nadean mendongakkan wajahnya ketika Dimitri melangkah masuk ke ruang BK yang sedang dia tunggu sementara guru pembimbing lainnya tidak ada di sana.
"Kamu ada bimbingan?" tanya Nadean ingin tahu.
"Ibu sama siapa di sini?" tanya Dimitri balik sambil memandang berkeliling.
"Sendirian, Bu Ester ada perlu." Nadean menjawab jujur yang pada akhirnya dia sesali sesudahnya.
Dimitri tiba-tiba menutup pintu dengan keras dan menguncinya.
"Dimitri, apa yang kamu lakukan?" tanya Nadean dengan mata terbelalak ketika muridnya mulai menutup kaca jendela dan menarik tirainya hingga menutup rapat.
"Saya mau bimbingan sama Ibu," jawab Dimitri tenang sambil menatap Nadean lekat-lekat.
"Saya bukan guru pembimbing," bantah Nadean sambil berdiri.
"Jawab jujur, kemeja yang ibu laundri kemarin bukan punya Ibu kan?" tanya Dimitri tajam. "Saya tahu kalau Ibu bohong."
Bersambung –