Marvin: Iya Daffa, ada apa? Sorry, aku tadi tertidur makanya tidak mendengar panggilanmu
Daffa: Aku hanya sedang mengkhawatirkan istriku saja, bagaimana keadaannya Marvin? Apa dia baik-baik saja? Apa bisa kita video call karena aku mau menatap wajahnya, walaupun hanya sebentar saja
Marvin: Baiklah, tapi kalau untuk video call memang tidak bisa berlama-lama, karena aku takut nanti dia bangun, dan akan kembali bersedih lagi
Daffa: Iya Marvin, tidak masalah
Marvin lalu mengubah panggilannya menjadi video call, dan Daffa menerima permintaannya itu.
Daffa: Di mana dia Marvin? Kenapa kau tunjukkan hanya wajahmu saja?
Marvin: Sabar Daffa, aku sedang mengubahnya
Tidak lama kemudian muncullah wajah Meisya di layar handphone Daffa.
Daffa: Marvin ... ada apa dengan istriku? Cepat kau beri tahu aku, apa dia habis menangis sampai jatuh pingsan? Kenapa dia sampai menangis Marvin? Apa yang membuatnya bersedih?
Marvin: Daffa ... aku sebelumnya mau minta maaf dulu, karena ada sesuatu yang aku rahasiakan darimu, tapi aku melakukannya karena atas permintaan dari istrimu sendiri
Daffa: Apa itu Marvin? Cepat katakan jangan membuat aku penasaran, lalu bagaimana keadaannya, dan baby kami? Apa dia baik-baik saja?
Marvin lalu menceritakan dimulai dari dia masih berada di dalam rumah sampai Daffa yang keluar dari restoran, hingga keadaan Meisya yang terbaring lemah tak berdaya di ranjangnya.
Marvin: Begitulah ceritanya Daffa, dan maaf kalau aku tidak memberi tahukan padamu sebelumnya, karena aku pikir tidak akan terjadi apapun padanya, tetapi aku tidak menyangka jika akan terjadi seperti ini
Daffa: Marvin, apa boleh aku minta satu permintaan padamu?
Marvin: Katakan saja, kalau itu untuk kabaikan sahabatku maka apapun akan aku lakukan
Daffa: Sekarang dengarkan baik-baik, tapi semua tidak akan terjadi jika kau tidak ikut membantuku juga
Daffa lalu mengungkapkan semua yang ingin dia, dan Marvin lakukukan, dan Marvin semula hanya diam saja, tetapi akhirnya dia buka suara.
Marvin: Baiklah, kau datanglah, dan aku jamin dia tidak akan bangun sampai besok pagi, dan walaupun dia bangun sekalipun dia hanya akan menganggap jika semuanya hanyalah mimpi saja
Daffa: Terima kasih Marvin, aku meluncur sekarang
Daffa lalu mematikan sambungan teleponnya, keluar rumah, dan meluncur ke rumah Marvin.
Di tempat lain Marvin antara sedih, dan juga senang rasa di hatinya.
"Mei ... aku harap suatu saat nanti kau akan bahagia, dan hanya ini yang bisa aku berikan untukmu karena aku yakin padanya," gumam Marvin lalu dia keluar dari kamar Meisya untuk menemui seseorang yang sebentar lagi akan datang.
Dugaan Marvin memang tepat sekali tidak lama dia keluar kamar, dan duduk di ruang tamu, ternyata orang yang ditunggu sudah datang.
"Di mana dia?" tanya tamu Marvin itu.
"Yang itu kamarnya, aku jamin semua akan sesuai dengan rencanamu, tapi sebelum subuh kau harus segera pulang, karena aku tidak mau membuatnya sedih lagi jika melihatmu," pesan Marvin.
"Tentu saja, karena dengan kau percaya padaku saja itu sudah suatu kebahaigaan untukku jadi, mana mungkin aku akan memberikan kekecewaan, dan menghianati kepercayaanmu itu. Terima kasih banyak atas semuanya aku masuk dulu," ucap si tamu, lalu dia masuk ke dalam kamar Meisya.
Skip
Pagi hari yang cerah
"Hubby ... Hubby ... Hubby ada di mana? Hubby kembalilah jangan pergi meninggalkan aku sendirian, Hubby ...."
Marvin yang baru saja keluar dari kamarnya terkejut karena mendengar suara terikan dari Meisya sahabatnya.
"Mei ... ada apa? Kenapa kau berteriak? Apa kau bermimpi buruk?" tanya Marvin yang sempat tertegun melihat penampilan Meisya yang sudah berganti pakaian tidur yang lain.
"Marvin ...," panggil Meisya, tapi Marvin masih saja diam membisu.
"Marvin ...," teriak Meisya yang baru membuat Marvin tersadar dari lamunannya.
"Iya Mei ... ada apa?" tanya Marvin lagi.
"Di mana suamiku? Aku tahu semalam dia datang menemuiku, dan tidur sambil memelukku," ucap Meisya yang membuat Marvin terkejut.
"Tidak mungkin kau pasti hanyalah bermimpi saja, apa kau lupa jika semalam kau itu pingsan?" tanya Marvin yang menyanggah ucapan Meisya.
"Apa kau yakin Marvin? Tapi kenapa rasanya seperti nyata sekali? Bahkan aroma tubuhnya masih membekas di ruangan ini," jawab Meisya yang masih belum yakin.
"Benar Mei, apa kau sudah tidak percaya lagi padaku? Kalau memang benar dia datang mana mungkin aku tidak tahu jadi, aku yakin kalau kau hanyalah bermimpi saja," sahut Marvin.
"Tapi aku masih tidak percaya Marvin, karena aku sampai merasakan jika dia telah memberikan nafkah batin padaku, bahkan kami melakukannya sampai tiga jam lamanya," ungkap Meisya.
"Apa?" teriak Marvin terkejut.
"Marvin ... kenapa kau berteriak padaku? Apa ada yang kau sembuyikan? Atau memang semalam itu nyata bukanlah mimpi seperti yang kau katakan sebelumnya itu," tuduh Meisya dengan meyipitkan sebelah matanya.
"Aku berteriak karena kau telah bermimpi jika suamimu telah memberikan nafkah batin. Mei ... katakan saja kalau kau memang menginginkannya sehingga sampai terbawa mimpi," ledek Marvin yang mencoba mengalihkan perhatian Meisya tentang keterkejutannya itu.
"Mana ada aku meridukannya, kau jangan meledekku lagi, ya sudah sana keluarlah aku mau mandi," usir Meisya dengan malu.
"Baiklah, tapi jangan kau mengkhayal mimpi kau yang semalam nanti basah lagi ranjangnya," goda Marvin sambil berlalu dari kamar sahabatnya itu.
"Sialan, Marvin masih saja kau meledekku," ketus Meisya yang masih bisa di dengar oleh Marvin.
"Hahahaha ...."
Meisya mendengar sayup-sayup suara Marvin tertawa, dan Meisya tidak menanggapinya lagi, tetapi dia malah kembali berbaring, dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut menghirup dalam-dalam aroma sang suami yang masih tertinggal di ranjangnya itu.
"Apa iya aku semalam hanyalah bermimpi saja? Tapi rasanya sangat nyata sekali, tapi biarlah yang penting aku bahagia sekarang, dan aku masih belum mau bangun karena takut aroma ini akan hilang," gumam Meisya sambil memeluk gulingnya.
Satu jam kemudian
"Meisya ... mau sampai kapan kau akan bergelung dalam selimut seperti itu? Walaupun kau sudah makan, tetapi kau itu belum mandi dari pagi, bahkan aku sampai bosan melihatmu bebaring terus," gerutu Marvin, karena Meisya yang masih belum beranjak dari sejak dia membuka matanya.
"Marvin ... kenapa kau bicara seperti itu? Aku tidak mau mandi hari ini, karena jika aku mandi maka aroma suamiku akan hilang jadi, jangan kau larang aku lagi." Meisya kembali berbaring, dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Mei ... kalau mau aku bisa menelepon suamimu, dan meminta Daffa datang agar kau bisa puas memeluknya, apa kau mau aku melakukannya?" tanya Marvin yang membuat Meisya dengan cepat membuka selimutnya, lalu menatap tajam Marvin.