"Tidak Ayah ... tidak mungkin ... tidak ...."
Tok tok tok
"Tuan, apa Tuan baik-baik saja?" tanya bik Nam setelah dia mengetuk pintu kamar Daffa, sedangkan Daffa yang baru saja terbangun dari tidunya masih terbawa suasana.
"Astaga, aku baru saja bermimpi buruk, aku tidak mau mimpi itu berubah menjadi kenyataan, ada pertanda apa itu?" batin Daffa.
"Tuan Daffa!"
"Hah ... iya bik, saya tidak apa-apa, Bibik jangan khawatir," sahut Daffa yang tersadar kalau dia hanya sedang bermimpi saja.
"Baiklah, kalau begitu Bibik tinggal ke belakang," ucap bik Nam.
"Kenapa aku bisa tertidur? Bukankah aku datang ke rumah ini hanya untuk mandi, dan berganti pakaian saja, tetapi kenapa mimpi itu sangat buruk sekali? Aku bahkan sangat takut sekali sampai tidak mau mengingatnya," gumam Daffa, lalu dia turun dari tempat tidur, dan melangkah ke kamar mandi.
Setelah tiga puluh menit kemudian, Daffa sudah ada di meja makan dengan wajah yang murung, karena masih teringat dengan mimpi buruk itu.
"Ada apa, Tuan? Sepertinya Tuan sedang tidak sehat, kalau Tuan berkenan bisa bercerita dengan Bibik hanya untuk sekedar mengurangi kegeliisahan di hati Tuan Daffa," saran bik Nam.
"Bik, saya tadi baru saja bermimpi buruk, saya takut sekali mimpi saya itu menjadi kenyataan makanya jadi kepikiran terus, saya sampai tidak nafsu untuk makan, Bik," ungkap Daffa yang masih terus kepikiran.
"Apa Bibik boleh tahu mimpi buruk itu, Tuan?" tanya bik Nam.
"Tentu saja Bibik boleh tahu, saya bermimpi kalau istri saya Meisya meninggal, Bik. Saya takut sekali, Bik mimpi itu menjadi kenyataan, makanya saya mau menemui istri saya sekarang," jawab Daffa.
"Kalau menurut pendapat Bibik, itu pertanda kalau nona Meisya panjang umur Tuan, seharusnya Tuan tidak perlu terlalu khawatir apalagi sampai tidak nafsu makan. Sebaiknya Tuan berdoa nona Meisya baik-baik saja dimanapun nona berada biar hati Tuan bisa lebih tenang," saran bik Nam yang membuat Daffa bisa menjadi lebih tenang.
"Terima kasih, Bik sudah membuat saya menjadi lebih baik, kalau begitu saya mau makan saja Bik biar bisa cepat bertemu dengan istri saya," pinta Daffa.
"Baik, Tuan akan Bibik siapkan sekarang juga," ucap bik Nam, kemudian dia kembali ke belakang, dan menyiapkan semua makanan untuk majikannya.
"Silahkan. Tuan, makanannya sudah siap," ucap bik Nam yang sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Terima kasih Bik," sahut Daffa.
Daffa makan malam dengan perasaan tidak menentu, walaupun dia sudah sedikit tenang karena ucapan dari pembantunya, tetapi tetap saja dia kepikiran yang sang istri, mungkin Daffa akan benar-benar tenang setelah bertemu dengan istrinya.
"Bik, saya sudah selesai makan malamnya, sekarang saya pergi dulu ya, Bik." Bik Nam yang mendengar panggilan dari sang majikan segera menghampirinya, lalu dia mengangguk patuh.
"Siap Tuan," sahut bik Nam.
Daffa kemudian pergi dengan hanya membawa handphone, dan kunci mobilnya.
"Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan istriku, entah karena mimpi itu, atau apa, tapi yang pasti aku sekarang sangat menrindukannya, sayang tunggu aku!" batin Daffa sambil terus mengemudikan mobinya.
Empat puluh menit kemudian dia sudah sampai di depan rumah sang istri, Daffa pun turun, melangkah ke arah pintunya.
"Kenapa rumah ini sepi sekali seperti tidak ada penghuninya saja? apa ayah, dan bunda pergi bersama dengan istriku juga? tapi kenapa tidak memberi tahukan aku terlebih dahulu? atau semua orang sudah tidur. Tidak-tidak mungkin, karena sekarang baru saja jam delapan malam jadi, tidak mungkiin mereka tidur secepat itu," gumam Daffa sambil terus menatap pintu yang tertutup rapat itu.
"Bunda ... Bunda ... Bibik ... Bibik ... apa ada orang di rumah?" tanya Daffa setelah mengetuk-ngetuk pintu rumah itu.
Klik
Suara kunci diputar, lalu tidak lama kemudian muncullah bik Ita pembantu rumah itu dari balik pintunya.
"Maaf Tuan, Bibik tadi sedang ada di kamar jadi, tidak mendengar panggilan dari Tuan Daffa," ucap bik Ita setelah membuka pintunya.
"Tidak apa-apa Bik, tapi kenapa sepi sekali? apa tidak ada orang di rumah? Istriku, bunda, dan ayah ke mana?" tanya Daffa yang langung duduk di ruang tamunya menunggu penjelasan dari pembantunya.
"Tuan, dan Nyonya memang sedang tidak ada di rumah, Tuan Daffa. Saya tidak tahu ke mana, tetapi yang saya dengar kalau Tuan, dan Nyonya sedang mencari nona Meisya yang tidak pulang sejak dari pagi tadi," jawab bik Ita yang membuat Daffa terkejut.
"Apa Bibik tidak salah? Bibik bilang tadi, kalau istriku belum pulang dari pagi, Bibik melihat tidak istriku pergi memakai pakaian apa? Atau dia membawa apa?" tanya Daffa lagi yang ingin tahu, pasalnya sejak bangun tidur dia tidak melihat sang istri.
"Maafkan Bibik, Tuan. Karena tidak melihat nona Meisya lagi sejak Bibik bangun jam empat pagi, biasanya jam segitu nona sudah duduk di meja makan sambil melihat, dan menemani Bibik mengobrol, tapi pagi tadi nona Meisya tidak ada," sahut bik Ita.
"Ya sudah tidak apa-apa, Bik. Saya mau menelepon bunda saja, karena saya penasaran, dan mau memastikan perkataan Bibik tadi," ungkap Daffa.
"Baiklah, kalau begitu Bibik permisi dulu, Tuan," pamit bik Ita.
Setelah bik Ita pergi, Daffa mengambil handphone dari saku celananya, dan menelepon sang bunda.
Bunda Felicia: Iya Nak, kamu sedang di mana?
Daffa: Daffa sekarang sedang ada di rumah Bunda, tapi Bundanya tidak ada memangnya Bunda ada di mana? Apa Meisya sedang bersama dengan Bunda? Bibik tadi mengatakan, kalau istriku tidak pulang dari sejak pagi
Bunda Felicia: Bunda memang sedang pergi, Nak. Tapi Bunda tidak pergi bersama istrimu, Bunda hanya pergi dengan ayah saja, dan tentang perkataan Bibik, semuanya benar, Nak. Istrimu tidak pulang dari pagi, atau yang lebih tepatnya Bunda juga tidak tahu ke mana istrimu pergi, karena sejak Bunda bangun jam lima pagi istrimu sudah tidak ada lagi, padahal biasanya istrimu sedang duduk di taman belakang," terang bunda Felicia.
Daffa: Bunda jangan bercanda, aku tidak suka cara Bunda seperti ini, apa Bunda tahu kalau aku itu baru saja bermimpi buruk?
Bunda Felicia: Katakan, Nak, kau bermimpi apa?
Daffa: Bunda, Daffa bermimpi kalau Meisya sudah tiada dengan membawa serta anak Daffa. Tolong Daffa, Bunda. Katakan di mana istriku sekarang? Aku ingin bertemu dengannya, aku khawatir sekali Bunda, dan aku tidak akan tenang sampai bisa bertemu dengannya
Bunda Felicia: Iya Nak,Bunda minta maaf karena terlambat mengabarimu, Bunda paham apa yang sedang kau alami, tapi Bunda benar-benar tidak tahu di mana istrimu pergi? Bunda sudah mencari, tapi masih juga istrimu tidak diketemukan