Chereads / Perempuan Tanpa Impian / Chapter 15 - Amarah Yuni

Chapter 15 - Amarah Yuni

Laras merasa kepalanya ditimpa bebatuan yang sangat berat hingga membuatnya pening bukan main. Matanya juga terasa sangat sulit untuk terbuka. Sedikit demi sedikit, ia akhirnya bisa menemukan sebuah ruangan serba putih dengan kepala Nindy yang direbahkan di sampingnya. Mencium aroma ini, Laras sudah bisa menebak jika dirinya tengah berada di rumah sakit.

Apa yang terjadi padanya? Apakah ia mengalami self harm lagi sehingga harus berakhir terbaring di ranjang ini?

Tapi sepertinya tidak, sebab Lara tidak merasakan sakit. Entah di tangan maupun kepalanya. Sebab, biasanya jika ia melakukan self harm, yang paling menjadi objek utamanya adalah tangan untuk disayat juga kepala untuk dibenturkan ke dinding kuat-kuat.

"Lo udah bangun, Ras?" Laras dapat melihat gurat wajah lega dari Nindy. Kentara sekali perempuan ini sudah lelah, terlihat dari wajahnya yang tak sesegar tadi pagi.

"Lo nunggu lama, ya? Harusnya lo pulang aja."

"Terus ninggalin lo sendirian di sini? Gila aja gue," kata Nindy sebelum menegui habis air putih yang berada di atas laci.

"Berapa lama gue tidur?" tanya Laras ketika Nindy membantunya untuk bersandar pada bantal.

"Lama banget! Gue jemput lo dari rumah Randi itu sekitar jam sembilan. Dan sekarang lo baru bangun jam dua. Lo emang kenapa, sih, Ras? Kenapa bisa lo sampe pingsan di depan rumah Randi? Udah gitu kaki lo berdarah lagi."

"Berdarah?" Laras mengernyit.

"Iya berdarah, tadi pas gue bawa lo ke rumah sakit ini, gue lihat ada darah yang keluar dari celana jeans lo. Itu darah apa, ya? Lo lagi dapet?"

Laras termenung. Dia belum siap untuk memberitahukan segalanya pada Nindy. Perihal malam itu, perihal Randi, juga perihal anak yang sekarang ada di kandungannya ini.

Oh, atau mungkin dengan keluarnya darah yang dimaksud oleh Nindy, itu artinya Laras keguguran? Dan janin yang ada di rahimnya juga ikut hilang bersama darah itu? Jika iya, mungkin Laras akan bersyukur pada Tuhan setiap detiknya karena telah mengangkat beban yang begitu berat dalam hidupnya.

"Darah itu .... banyak gak? Terus apa kata dokter?" tanya Laras dengan hati-hati.

"Darahnya sih nggak banyak, cuma dokter bil--"

Brak!!!

"Anak kurang ajar!! Berani kamu melakukan hal menjijikan dengan laki-laki yang bukan suami kamu?!"

Plak!! Plak!!

Yuni membuka pintu dengan keras, lalu berteriak sekuat tenaga dan menampar Laras di kedua pipinya hingga memerah. Nindy yang melihat itu langsung mundur ke belakang. Sadar kalau ini bukan waktunya untuk dia menanyakan pada Yuni, apa kata dokter.

"Kenapa diem aja? Jawab!! Siapa laki-laki bejat yang udah lakuin ini ke kamu, SIAPA?!"

Laras diam saja, tak berniat menjawab sama sekali. Tangan kanannya ia gunakan untuk memegang pipi kanannya yang terasa sangat perih akibat tamparan Yuni. Tangan kirinya ia letakkan di samping tubuhnya. Bukan untuk apa-apa, tapi untuk mencegah agar tidak berbuat gila.

"Jawab!! Siapa?!!" Yuni menarik keras rambut Laras.

"Akh! Sakit!!" Laras tentunya menjerit saat merasakan perih di kulit kepalanya. Yakin seratus persen jika rambutnya banyak yang tercabut akibat jambakan ini.

"Sakit kamu bilang? Lebih sakit mana ketika tahu kamu hamil di luar nikah?!"

Nindy menutup mulutnya dengan tangan. Tak sangka dengan apa yang dikatakan Yuni. Laras hamil di luar nikah? Lelucon macam apa ini?

"Kenapa kamu bodoh, Laras? Apa ini yang kamu perbuat sama Randi, iya?!"

Randi? Nindy mencoba untuk mengaitkan segala hal runyam di sini. Apakah Randi pergi akibat Laras yang katanya hamil di luar nikah? Ini juga yang membuat Laras pingsan di depan rumah Randi? Dan darah yang mengalir dari kakinya itu, darah dari pendarahan?

Astaga! Apa-apaan semua ini?

"Sekarang ikut saya ke rumah Randi!"

Dilepasnya infus yang semula tertancap di atas punggung tangan Laras. Hingga membuat darahnya muncrat ke lantai. Nindy dapat melihat Laras yang meringis ketika tangannya diseret oleh Yuni. Bagaimana sahabatnya memegangi perutnya yang nampak sangat nyeri itu.

"Ayo, kamu!!"

"Akh!!"

Nindy ingin membantu Laras untuk sekedar menghindari kekerasan fisik dari Yuni. Namun, ia tidak dapat melakukan apa-apa selain mengikuti mereka dari belakang.

Mobil yang dikendarai oleh Yuni melaju cepat membelah jalanan Jakarta yang sedikit lenggang. Nindy terus mengigiti kukunya sembari tetap berusaha untuk menyetir dengan baik. Meski ia harus mati-matian mengejar Yuni yang mengemudi seperti orang kesetanan.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di depan rumah Randi. Rumah besar itu masih sama seperti tadi pagi. Gerbangnya masih tertutup rapat dengan gembok yang melekat di tengahnya.

"Randi!! Keluar kamu!!" Yuni langsung berteriak sesaat setelah turun dari mobil.

"Tanggung jawab atas semua perbuatan bejat kamu kepada Laras!!" Yuni terus berteriak, tidak peduli dengan Laras yang mulai terisak kuat.

Blam!!

"Keluar!!" Lagi-lagi Yuni menyeret Laras dengan kasar. "Randi!!! Ini dia perempuan yang sudah kamu nodai tubuhnya!! Sekarang dia hamil anak kamu!!! Keluar, tanggung jawab!!"

Hening. Tidak ada jawaban selain isak tangis Laras yang semakin pilu.

"RANDI!!!"

"Udah, Bi!! Udah!! Randi udah gak ada!!" Laras balas menjerit. Wajahnya memerah menahan emosi yang membuncah.

"Gak ada kamu bilang? Kabur gitu?" Suara Yuni mulai memelan. Kini ia mengernyit menatap Laras yang mulai jatuh terduduk di atas tanah dengan tangan yang menutupi wajahnya.

"Gak tahu, aku gak tahu. Randi pergi, dia gak boleh bilang apa-apa sama aku." Tangisannya semakin keras, seiring dengan gerimis yang mulai menuruni bumi.

Rintikan hujan yang semakin deras, padahal jelas cuaca sedang panas. Apakah ini yang dinamakan semesta juga ikut menangis bersama Laras?

"Haaa!! Randi!!!" Laras berteriak kuat. Suaranya menandingi suara gerimis yang lebat.

Yuni sempat mendongakkan kepalanya sebelum mengusap wajahnya dengan kasar. "Saya tidak habis pikir! Kenapa bisa saya memiliki keponakan sebodoh kamu? Sampai bisa dihamili oleh laki-laki yang bahkan tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya sendiri."

Yuni berjongkok, mensejajarkan wajahnya dengan Laras. "Saya yakin, ibu kamu akan menangani keras di atas sana, melihat anaknya harus menanggung aib besar seperti ini. Dia pasti akan menyesal karena melahirkan anak bodoh seperti kamu."

Begitu saja, setelah mengucapkan kalimat yang mampu membuat Laras menjerit lebih kuat, Yuni meninggalkan Laras. Melajukan mobilnya dengan cepat hingga air yang ada di bawah rodanya terciprat ke arah Laras.

"Bodoh, kamu!!" Keji. Yuni bahkan melemparkan sebuah sampah ke luar jendela hingga mengenai tubuh Laras sebelum mobilnya melaju.

"Mamah!!! Maafin Laras!!"

Nindy langsung berlari menghampiri Laras. Ikut berjongkok di atas tanah basah oleh hujan. Mendekap tubuh sang sahabat yang bergetar hebat.

"Gue ada di sini, Ras. Gue akan tetep ada di samping lo."

Keduanya menangis di bawah guyuran hujan, saling memeluk untuk menyalurkan kekuatan.