"Cepat berikan padaku berkasnya, dan panggil kandidat itu sekalian kemari!" perintah Richard Alexander dengan dingin.
"Karena aku ingin menilai dan melihatnya sendiri!" imbuh pria bermata biru itu.
"Baiklah. Tunggu sebentar," jawab Daniel dengan tenang.
Daniel bangkit dari tempat duduknya untuk mengambil berkas yang ada di atas meja kerjanya. Daniel sudah paham betul dengan sifat kakak tirinya ini jadi, ia sudah mempersiapkan segala sesuatu dengan detail.
Daniel mengambil sebuah ipad berwarna putih yang tergeletak di atas meja kerjanya. Kemudian, memberikan ipad itu kepada Richard.
"Ini berkas dan biodata kandidat yang lolos itu," ujar Daniel sambil menyerahkan ipad putih itu kepada saudara tirinya.
"Kandidat itu untuk sementara, ditempatkan di Divisi HR-GA, " terang Daniel.
Kedua alis Richard Alexander bertaut ketika melihat biodata dan foto diri kandidat yang terpampang di dalam file ipad milik Daniel. Pria itu terus membaca biodata dan pengalaman kerja calon sekretarisnya.
***
Di lantai dua, Viona melirik jam digital yang terpasang di dinding ruangan nya. Jam besar berwarna hitam dengan angka, yang menyala berwarna merah itu menunjukkan pukul 08.50.
Satu per satu karyawan LAVABRA mulai berdatangan. Viona menyapa dengan hangat semua senior yang telah tiba terlebih dulu darinya.
"Selamat pagi, Nyonya Spencer."
"Selamat pagi, Tuan Ferguson dan Tuan White."
"Selamat pagi, Nona Lewinsky."
Sudah menjadi kebiasaan bagi Viona menyapa rekan kerja satu ruangannya di setiap pagi. Mereka semua membalas sapaan Viona.
Ada yang hanya menganggukan kepala sambil senyum seperti Tuan Ferguson dan Tuan White. Dua pria berbeda usia itu hanya menanggapi dengan anggukan kepala. Keduanya sibuk menatap layar laptop masing-masing.
Serta, Nona Monica Lewinsky, wanita cantik itu sedang sibuk menerima panggilan telepon yang masuk. Jadi hanya bisa membalas salam Viona dengan lambaian tangan. Sepagi ini divisi HR-GA sudah sibuk.
Hanya Nyonya Spencer, wanita setengah baya berkaca mata tebal itu yang menjawab salam dan sapaan Viona dengan hangat di setiap harinya.
"Good morning, Viona," sapa Nyonya Elis Spencer.
"Tumben, kamu berangkat pagi sekali Viona?" tanya Nyonya Elis Spencer penasaran.
"Iya, Nyonya Spencer. Saya harus mempersiapkan beberapa dokumen-dokumen penting," terang gadis berambut pirang itu.
"Wah, kau memang gadis yang rajin, Viona," puji wanita setengah baya itu.
"Terima kasih Nyonya Spencer," balas Viona.
Meskipun karyawan senior, Nyonya Spencer sama sekali tidak pernah meremehkan Viona. Justru sebaliknya.
Tidak lama kemudian, para karyawan di Perusahaan LAVABRA sudah mulai berdatangan. Tepat jam 09.00 jam kerja pun dimulai.
Viona menuju ke meja kerjanya yang terletak di sudut ruangan untuk memulai dengan pekerjaannya hari ini.
Saat sedang menyalakan laptop miliknya, sang manajer Monica Lewinsky datang menghampiri.
"Yah, Nona Lewinsky. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya gadis berambut pirang itu dengan ramah dan sopan.
Sudah menjadi kebiasaan Viona untuk bersikap secara profesional seperti itu.
"Viona, Tuan Daniel Alexander menyuruhmu untuk segera ke ruangan beliau di lantai sepuluh, sekarang juga. Katanya ada sesuatu penting yang ingin dibicarakan denganmu," terang Monica Lewinsky.
"Baik, Nona Lewinsky. Saya akan segera ke ruangan beliau. Maaf kalau boleh tahu perihal apa ya?" balas Viona dengan sopan.
Monica hanya menggelengkan kepala sambil mengangkat kedua tangannya.
"Oh,ya jangan lupa kau bawa dokumen ini," kata Monica Lewinsky sambil menyerahkan sebuah map biru berisi dokumen.
Sejenak Viona memandangi map biru tersebut, di bagian sampulnya terdapat sebuah stempel yang bertuliskan 'Confidential' yang berarti penting atau rahasia. Viona sendiri tidak tahu apa isi dari map tersebut.
"Serahkan saja dokumen ini jika diminta. Jika tidak diminta sebaiknya tidak usah. Apa kau mengerti?" imbuh sang manager.
"Baik, Nona Lewinsky," balas Viona.
"Baguslah kalau begitu, cepat ke sana!" perintah Monica.
Viona segera menuju ke lantai sepuluh. Di dalam lift hatinya terus bertanya-tanya dan penasaran dengan isi map yang ditangannya.
'Aduh ada apa ya tiba-tiba dipanggil General Manager? Dan, isi map ini apa ya hm...bikin penasaran aja?' batin Viona sambil membolak balik map biru ditangan kanannya.
"Keep on moving, Viona. Tidak usah takut. Tetap semangat!" ujar gadis cantik berambut pirang itu mencoba untuk menyemangati dirinya sendiri.
Ting! Sampai di lantai sepuluh, pintu lift terbuka secara otomatis.
Viona langsung menyusuri lobi yang tampak mewah dengan beralaskan granit italia. Beberapa hiasan lampu kristal berbentuk minimalis tergantung di sana. Viona mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, memandang takjub kemewahan di lantai sepuluh itu.
Dari kejauhan Clara yang sedari tadi memperhatikan Viona terheran-heran. Karena ia melihat Viona yang celingukan mirip anak ayam hilang. 'Idih! Ada orang desa datang kemari! Kampungan sekali,' batin Clara.
Sampai di ujung lorong lobi. Viona berhenti di depan meja resepsionis milik Clara.
"Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya Clara dengan ramah.
"Selamat pagi. Perkenalkan nama saya Viona Ryders, tadi saya dipanggil Tuan Daniel Alexander untuk menghadap beliau di ruangan nya. Apa beliau ada di dalam?"
"Oh, mohon tunggu sebentar ya Nona Ryders," balas Clara dengan sopan.
Viona melihat, wanita cantik di hadapannya itu, mengangkat gagang telepon dan memberikan kabar kepada atasannya bahwa ada tamu yang ditunggu oleh sang general manager telah tiba. Wanita itu berbicara dengan nada yang lembut dan sopan. Bahkan hampir tidak terdengar oleh Viona.
Semenit kemudian. Clara meletakkan gagang teleponnya.
"Baik, Nona Ryders. Beliau sudah menunggu anda dari tadi," ujar Clara dengan sopan.
Clara pun mengantar Viona sampai ke depan pintu ruangan sang general manager. Kemudian menekan beberapa nomor kode password pada papan sensor yang ada di dinding.
Tit! Pintu itu terbuka.
"Silahkan masuk Nona Ryders," ucap Clara dengan ramah dan sopan.
"Terima kasih banyak," balas Viona dengan sopan.
Clara pun mengantarkan Viona masuk ke dalam ruangan atasannya.
Di dalam ruangan general manager Daniel dan Richard Alexander yang sedang menunggu kedatangan tamu spesial mereka.
"Permisi, Mr. Alexander. Tamu anda sudah tiba," ujar Clara dengan sopan.
"Ini Nona Ryders, sudah tiba Tuan," balas Clara sampil mempersilakan Viona sedikit maju ke depan.
"Oh, Thank you Clara you may leave. Terima kasih, kamu boleh meninggalkan kami sekarang," ujar Daniel Alexander dengan ramah.
"Thank you sir," balas Clara dengan sopan sambil menganggukkan kepalanya berpamitan. Kemudian, wanita cantik dengan setelan blazer putih itu, meninggalkan ruangan general manager.
Kini tinggalah Viona Ryders, seorang diri bersama dua pria tampan di dalam ruangan luas itu. Viona memberanikan diri, untuk maju selangkah lebih dekat walaupun ada sedikit perasaan canggung.
"Selamat pagi, Tuan Alexander," sapa gadis itu.
Kedua pria tampan itu pun otomatis menoleh secara bersamaan dan melihat ke arah Viona Ryders.
Ekspresi wajah Viona berubah saat sedetik kemudian matanya bertemu pandang dengan Richard Alexander.
Wajah Viona berubah menjadi pucat pasi, ketika melihat seorang pria tampan dengan iris mata biru, yang kemarin ditemuinya di kamar Hotel Ritz Carlton, hari minggu kemarin. Kini ada di hadapannya.
Pria itu memandangi Viona dengan tatapan mata dingin dan tidak menyenangkan.