Chereads / PRIA AROGAN / Chapter 2 - Menuju Luar Kota

Chapter 2 - Menuju Luar Kota

Mobil silver bermesin halus yang dikendarai pria sempurna itu merayap membelah kerumunan kendaraan lain yang berebut saling mendahului.

Bunyi klakson yang sahut menyahut ibarat nyanyian yang sudah biasa terdengar memekak telinga. Namun bagi dua manusia yang berada di dalam kendaraan itu, suara berisik klakson tidak begitu berarti.

Belum ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut si lelaki hingga akhirnya kendaraan mereka memasuki pintu tol.

"Sorry bikin kamu nunggu lama!" 

Lia tersentak, gadis manis berwajah oval itu menggeleng. "Ah. Enggak. Ga papa kok, Dok!" serunya gugup sambil mengibaskan lengan ke arah sang pria.

Si pria pun mengukir senyum dengan bibirnya yang seksi dan berwarna merah muda. Bibir yang tampaknya cukup terawat karena tidak pernah bersentuhan dengan rokok.  

Amalia.

Gadis itu hanya bisa mengalihkan pandangan ke arah depan sambil meremas tas selempang di pangkuan nya. 

Rasa penasaran masih ia sembunyikan dengan baik, meski jantung nya berdetak sangat kencang.

"Terima kasih sudah datang dan mau menunggu." Pria itu kembali berbicara karena dilihatnya si gadis tidak hendak mengatakan apa pun. 

"Hm." Hanya itu suara yang bisa dikeluarkan Amalia.

"Hei! Jangan kaku begitu!"

DEG! 

Jantung Amalia melompat saat lelaki itu mengusap bahunya. 

Yah. Dia hanya ingin mencairkan suasana. Aku tahu. Ucap Lia dalam hati lalu memaksakan sebuah senyum. 

Mata mereka bertatapan sejenak sebelum sang pria kembali fokus ke jalan. 

Amalia berdehem. Membuang gugup yang dirasakan nya. 

"Ada tempat makan yang ingin aku kunjungi bersamamu, Lia," ucap pria itu lagi lalu melirik reaksi sang gadis dari sudut matanya. 

Amalia menarik napas dalam, mengumpulkan keberanian untuk bersuara. Ia refleks membasahi bibir penuh nya sebelum berkata, "Pasti makanan di sana sangat enak!" 

Huh. Sebenar nya bukan itu yang ingin dikatakan nya. Ia hanya ingin tahu kenapa pria yang sudah lama tidak pernah menghubungi dirinya itu tiba-tiba mengajak bertemu.

"Ya. Tentu saja!" jawab pria itu tersenyum memperlihatkan deretan gigi rapi putih bersih miliknya. 

Kendaraan pun bergerak semakin cepat, melesat menuju sebuah cottage yang berada di punggung bukit. 

Derik kerikil terdengar saat karet ban melindas pelataran parkir luas di mana mobil-mobil berkelas sudah berjajar rapi.

Ternyata tempat ini memang biasa dikujungi orang berkelas, pikir Amalia saat dirinya ikut melepas seat belt seperti yang dilakukan pria di sebelahnya. 

Seulas senyum dilempar si pria sebelum tubuhnya keluar dari kursi pengemudi, melangkah cepat mengitari mobil untuk membukakan pintu bagi Amalia.

Wanita mana yang tidak merasa terbang ke langit atas perlakukan istimewa seperti itu. Begitulah yang dirasakan Amalia. Wajahnya bersemu merah, membuat senyuman (lagi-lagi) muncul di wajah sang pria.

Amalia berdehem menghilangkan rasa gugup nya saat sang pria menyodorkan lengan nya untuk digandeng.

"Tidak perlu seperti itu, Dok! Kita jalan biasa aja!" ucap nya mencoba bersikap biasa.

Sang pria membuang napas seperti tampak kecewa, lalu ekspresinya kemudian berubah saat dilihatnya Amalia mematung seperti memohon untuk dibiarkan melangkah sendiri.

"Hhhh... baiklah!" Ia pun melangkah kan kaki panjang nya memunggungi Amalia yang melangkah di belakang nya.

Wangi parfum pria itu mengiring langkah Amalia melewati jalanan setapak menanjak menuju sebuah bangunan utama serta gazebo-gazebo yang tersebar di lereng bukit itu. Hawa segar pegunungan, suara aliran air dan kicauan burung tidak mampu mendinginkan kepala Amalia yang makin berpikir keras.

Amalia punya sebuah hipotesa di kepala nya, namun terlalu takut untuk menganggap yang ada dipikirkan nya itu benar.

Let We See, then.