Lia menyadari bahwa saat Nabila mendorong tumbuhnya dengan sangat kuat, bahkan hingga dia terjatuh, gadis itu menyulitkan sebuah surat di saku Lia. Perasaan gadis itu semakin tak karuan. Tak sabar rasanya dia ingin membaca surat tersebut. Tetapi sepertinya surat itu sangat rahasia karena itulah dia memutuskan untuk membacanya di rumah saja.
Bel kepulangan terasa berbunyi begitu lama. Lia sudah tidak sabar ingin membaca surat yang diberikan oleh Nabila kepada dirinya. Setelah bell itu berbunyi, gadis belia itu pergi meninggalkan sekolah secepat mungkin. Dari kejauhan sahabat baiknya melihat, hati Nabila hancur melihat keadaan di hadapannya. Hati gadis itu hancur ketika menyaksikan kesedihan yang tampak d wajah sahabatnya. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa pasrah dalam keadaan itu dan menunggu agar sahabatnya membaca surat tersebut sehingga kesalahpahaman keduanya bisa berkurang.
Ketika tiba di rumah, Lia berlari masuk ke dalam kamarnya. Dia mengunci pintu dengan erat, dia tidak mengijinkan siapapun untuk mengetahui isi surat pemberian Nabila. Bahkan seekor semut tidak boleh membaca surat rahasia itu.
Dengan dada yang berdebar, air mata yang berdasarkan ingin keluar. Surat kecil yang diselipkan oleh Nabila dia buka perlahan. Dia telusuri huruf demi huruf yang merangkai kata, kata demi kata yang merangkai kalimat, kalimat demi kalimat yang tertulis indah. Mengundang air mata yang tadinya ingin mengalir kini air mata itu menetes deras.
Surat itu bukan hanya menghilangkan kesalahpahaman yang terjadi diantara keduanya, surat itu juga menyampaikan perasaan rindu yang terdalam yang dirasakan oleh Nabila. Secarik surat yang dikirimkan oleh Nabila kepada sahabat baiknya telah memberikan banyak kebahagiaan dan rasa yang muncul di dalam hati Lia. Surat itu berisi tentang bagaimana kehidupan Nabila saat ini. Bagaimana kehidupan wanita itu yang penuh dengan penderitaan dan juga rasa sakit yang tidak berujung. Bagaimana perasaan itu penuh dengan ke tersiksaan yang tidak bisa disampaikan melalui kata-kata.
Lia menyadari satu hal, bahwa sahabat baiknya berada dalam penderitaan yang lebih parah daripada sebelumnya. Bahwa penderitaan yang dirasakan oleh wanita itu lebih sakit daripada yang sebelumnya. Sebagai seorang sahabat, apa yang bisa dilakukan? Sebagai seorang sahabat dia merasa bersalah karena telah berprasangka buruk kepada sahabatnya sendiri. Gadis itu merasa menyesal karena selama ini dia berfikir bahwa Nabila sudah berubah. Nabila yang dikenal sebagai wanita yang baik telah berubah karena dia berada di kelas yang berbeda. Namun ternyata, semua prasangka buruk yang ada di dalam hatinya hanyalah prasangka buruk saja. Prasangka itu menguasai nya tanpa bisa mengetahui kebenarannya.
Lia memeluk kertas yang ada di tangannya. Air matanya tiada henti menetes. Jantungnya berdegup kencang. Ingin sekali rasanya dia memeluk sahabat baiknya tersebut. Tetapi nyatanya, dia tidak bisa melakukan apa-apa. Dia juga tidak bisa berkata apa-apa kepada Nabila, hanya air mata saja yang bisa mewakili semua perasaan yang ada di dalam hatinya.
***
Tok tok tok
Zafira mendengar suara pintu kamarnya diketuk seseorang. Namun setelah dia menunggu beberapa saat daun pintu itu belum terbuka. Hatinya bertanya-tanya, siapakah sebenarnya yang sedang mengantuk pintu? Jika pelayan yang biasa bekerja membersihkan kamarnya akan segera masuk meski tidak mendapatkan izin dari pemilik kamar.
Tok tok tok
Pintu itu kembali diketuk seseorang. Zafira yang duduk di kursi roda mengerutkan keningnya, dia pun mulai menggerakkan kursi roda mendekati pintu. Hatinya diliputi dengan penasaran siapakah sebenarnya yang berada di depan pintu. Daun pintu terbuka lebar, sesosok wanita paruh baya tampak berdiri di depan pintu. Sosok yang membuat Zafira merasa shock.
"Ibu?" tanyanya tidak tahu kepada siapa. Dia tidak percaya jika wanita paruh baya itu berada dihadapannya. Jika sekedar berkunjung, kakek Azhari pasti tidak akan mengizinkan nya. Lalu apa tujuan wanita paruh baya tersebut berada di kamarnya.
"Boleh Saya masuk?" wanita paruh baya itu bertanya kepada Zafira.
"Eh, silakan Bu!" gadis itu gugup menyadari kehadiran ibu mertuanya. Dia bahkan lupa mempersilahkan wanita paruh baya itu untuk masuk ke dalam kamar. Dengan menggunakan kursi roda dia mundur memberikan jalan kepada Ramadhani untuk melangkahkan kaki. Dengan penuh rasa tanya wanita yang duduk di kursi roda menunggu kata-kata yang keluar dari lisan wanita paruh baya itu.
"Begini, mulai hari ini saya ditugaskan untuk membersihkan kamar Nona," ucap wanita paruh baya itu menjelaskan alasan kehadirannya di sana. Alasan yang membuat langit seakan roboh. Alasan yang membuat Zafira ingin berteriak sekuat tenaga. Apa yang anda dalam pikiran kakeknya? Zafira ingin agar ibu mertuanya dijauhkan dari hukuman yang ditetapkan oleh sang kakek. Itulah alasan mengapa Zafira menemui laki-laki tua itu. Namun kakeknya justru menjatuhkan ibu mertuanya ke jurang yang lebih dalam.
"Ibu," Zafira meraih tangan wanita paruh baya yang hendak melakukan pekerjaannya membersihkan ranjang. Wanita itu menatap wajah Zafira. Tiba-tiba keduanya diselimuti oleh rasa haru. Ramadhani mendapatkan tugas itu dari Veronica. Dengan bahasa yang terstruktur dia menyampaikan bahwa ramadhani harus segera bekerja di kamar putra dan juga menantunya. Bukan hanya hancur yang dirasakan oleh hati wanita paruh baya itu. Tetapi juga merasa yang lebih menakutkan. Dia mungkin merasa hina, tetapi dengan bekerja di kamar anak dan menantunya akan sangat menghilangkan dirinya. Kedua kakinya lemah bahkan seakan tidak mampu menahan berat tubuhnya. Tetapi apa yang bisa dilakukan oleh Ramadhani, dia hanya seorang wanita paruh baya yang menumpang hidup pada keluarga kaya. Bukan hanya itu, kehidupan dan kematian putranya tergantung bagaimana cara dia bertindak karena itulah wanita paruh baya itu siap melakukan apapun demi putranya tercinta. Meski dengan berat hati akhirnya diapun melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar menantunya. Dia melakukan itu sebelum Zafran kembali dari kantor karena Ramadhani tidak ingin membuat hati putranya semakin terasa sakit.
"Jangan lakukan itu ibu?" ucap Zafira. Wanita paruh baya itu terdiam mendengar komentar yang diajukan oleh menantunya. Dia tidak percaya wanita berhijab yang duduk di kursi roda menyimpannya dengan begitu hormat. Selama ini dia berfikir bahwa Zafira sama dengan keluarganya. Keluarga yang sombong dan angkuh serta merendahkan orang orang yang ada di sekitarnya.
"Ini bukan tugas ibu. Tolong jangan membuat aku semakin merasa bersalah bu," Zafira menarik tangan wanita paruh baya itu dan mengajaknya duduk di atas ranjang. Gemuruh di hatinya begitu kuat, ingin sekali Zafira menangis saat membayangkan perlakuan dan sikap yang diperbuat oleh kakeknya. Kemana hati dan perasaan kakek? Mengapa semakin hari sikap pakai semakin berubah? Zafira tidak tahu sejak kapan dia mulai kehilangan pria tua itu.