Chereads / Pilih Aku atau Ibumu? / Chapter 1 - Bab 2 Aku Mencintaimu

Pilih Aku atau Ibumu?

🇮🇩Farzana_Nazia_29
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 7.1k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bab 2 Aku Mencintaimu

Saat mentari mengeluarkan sinar kemilaunya, Rudi masih hanyut dalam dunia mimpi bersama Kinan. Dalam mimpinya itu ia sedang bersiap mengucap ijab qabul, tapi tiba-tiba atap gedung mengalami kebocoran hingga menenggelamkan semua tamu undangan yang hadir. Kinan pun juga terbawa arus banjir besar itu.

"Kinaaaaaaan!" teriaknya.

Ternyata, air pembawa banjir dalam mimpi itu berasal dari cipratan tangan ibunya di dunia nyata.

"Hah, ibu sedang apa sih? Aku lagi mimpi indah, jangan ganggu!"

"Sudah lupakan saja mimpimu itu. Cepat siap-siap sana, bukannya kamu mau mengajak Kinan pergi keluar hari ini?"

"Oh iya, ya ampun sudah jam berapa ini?Jam 11, gawat, kalau telat nanti dia marah sama aku."

"Ya sudah, cepat sana mandi!"

Ketika hendak mengambil handuk, Rudi mengalami insiden yang tak terduga. Ia terpeleset di kamar mandi sampai kepalanya membentur lantai ubin yang keras.

"Aduh, kepalaku sakit banget. Kenapa pagi-pagi sudah sial begini? Kalau tidak cepat-cepat, nanti Kinan bisa marah sama aku. Tapi, kenapa rasa sakit di kepalaku belum hilang juga, ya? Sudah ah, nanti juga hilang sendiri. Lebih baik aku cepat mandi," kata Rudi yang buru-buru mengambil gayung.

Sementara itu, ibunya tengah mempersiapkan baju untuk dirinya. Bu Rini mencoba memadu padankan antara atasan dan bawahan mana yang cocok dipakai Rudi ke pantai.

"Sebaiknya aku siapkan bajunya Rudi. Coba aku lihat di lemarinya. Hem, warna apa yang cocok dikenakan oleh anakku hari ini, ya? Ah, kaos hitam dan celana jeans ini kayaknya cocok. Rudi, ibu sudah siapkan bajumu di tempat tidur!" teriak Bu Rini.

"Iya, terima kasih ibuku yang cantik," jawab Rudi dari dalam kamar mandi.

Selesai dari mandinya, Rudi terkejut ternyata ibunya sudah mempersiapkan segala keperluannya hingga membuatnya ingin menangis. Ia bertekad dalam hatinya untuk bisa mewujudkan keinginan ibunya, yaitu menjadikan Kinan sebagai menantunya. Dandan sudah, mobil juga sudah, tapi ada satu hal yang dilupakan Rudi.

"Persiapan sudah oke, tapi kayak ada yang kurang ya? Oh iya, hadiah untuk calon ayah mertua. Nah, ini dia! Semoga ayah mertua suka dengan hadiah dariku."

Rudi berharap dengan hadiah ini, ayahnya Kinan bisa luluh hatinya dan mau menerimanya sebagai calon mantu idaman. Semuanya sudah lengkap, tinggal tancap gas mobil ferari merahnya. Sebenarnya bukan mobil merek ferari, hanya saja ia memberi nama mobilnya ferari, supaya terasa punya mobil ferari sungguhan.

Sampainya di depan rumah Kinan, Rudi kaget bukan kepalang. Ayahnya Kinan tengah berlatih menembak menggunakan pistol. Sontak suara pistol itu membuatnya gemetar. Ia bingung jadi atau tidak ya mengajak Kinan keluar.

"Aduh, seram banget ayahnya Kinan!. Masuk apa tidak ya?" gumamnya. Dari kejauhan tampak tatapan tajam ayah Kinan hanya tertuju kepadanya.

Pandangan matanya itu bagaikan mata elang yang siap menerkam mangsanya. Sekujur tubuh Rudi gemetar bukan main ditambah ayahnya Kinan mulai melangkah maju menghampirinya. Suara langkah kakinya sampai bisa menggetarkan seisi planet bumi ini. Akhirnya mereka berdua saling bertatap-tatapan satu sama lain. Rudi tak sanggup mengucap satu patah kata dan hanya bisa diam dengan memejamkan mata karena merasa ketakutan.

"Kamu mencari Kinan ya?" tanya sang ayah dengan lembut.

"Iya pak, saya temannya Kinan. Boleh saya mengajak Kinan pergi keluar?" sahut Rudi gemetar.

"Boleh, ayo masuk. Tidak baik, tamu menunggu di luar rumah."

"Iya, pak."

Keduanya berjalan beriringan memasuki ruang tamu.

"Namamu Rudi kan?"

"Iya pak, perkenalkan nama saya Rudi."

"Kinan sudah cerita banyak soal kamu dan ibumu. Kamu benar-benar hebat ya bisa kuliah di Universitas Al Azhar Mesir."

"Tidak juga pak, biasa saja."

"Kamu dari kecil tinggal di Mesir?"

"Iya, saya dari bayi sudah tinggal di Mesir. Ayah saya orang sana."

"Saya turut berduka cita ya atas meninggalnya ayah kamu. Kata Kinan, ayah kamu meninggal saat usiamu masih 10 tahun ya?"

"Iya benar."

Di tengah obrolan yang mengharukan tampak terdengar suara langkah kaki yang manis dan lemah gemulai turun dari tangga. Seorang bidadari yang lama ditunggu Arjunanya, akhirnya tiba dengan penampilan yang menawan sekali. Siapa pun yang melihatnya pasti tidak akan bisa mengalihkan pandangannya sedetik pun. Balutan gaun merah muda yang disandingkan dengan hijab berwarna senada memberi kesan anggun pada diri Kinan. Sampai-sampai matanya Rudi melongo melihat penampilan Kinan yang begitu menakjubkannya.

"Kinan, ini Rudi datang menjemputmu," kata sang ayah.

"Ya sudah, kita langsung berangkat saja, Mas Rudi!" ujar Kinan.

"Eh iya, ada apa Kinan? Oh iya, ayo kita berangkat. Pak, kami pamit ya?" Rudi dengan sopannya menjabat tangan ayahnya Kinan.

"Baiklah, hati-hati di jalan. Ingat Rudi, bawa mobilnya jangan ngebut ya?" pesan sang ayah kepada Rudi.

"Tenang saja pak, semuanya aman terkendali," jawab Rudi dengan penuh percaya diri.

Mereka berdua pun sampai di Ancol. Kinan sudah tak sabar ingin mencoba semua wahana. Namun, ada satu ketakutan yang terus bergejolak di hatinya Rudi, yaitu bagaimana cara mengungkapkan isi hatinya. Di pikirannya hanya terbayang penolakan Kinan.

"Bagaimana caraku menyatakannya, ya? Kalau sampai salah langkah, bisa-bisa Kinan menolakku. Ah, aku bingung," gumam Rudi dalam hati.

Di sisi lain, Kinan tengah asyik menaiki semua wahana, terutama wahana roller coaster yang paling disukai olehnya. Kinan adalah tipe anak perempuan yang suka dengan sesuatu yang menantang dan sedikit tomboy. Jadi jangan heran, kalau ia tak takut sedikit pun saat menaiki wahana-wahana yang berbahaya.

Setelah keduanya selesai menikmati semua wahana yang ada di Ancol, Rudi pun mengajak Kinan ke suatu tempat yang rahasia.

"Kinan, aku mau mengajakmu ke suatu tempat. Tapi, kamu harus menutup matamu dengan ini. Kamu mau kan, Kinan?" pinta Rudi.

"Iya, sini kainnya, biar aku tutup mataku."

Dari awal, Rudi sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan sangat matang agar Kinan terkesan kepadanya. Sengaja mata Kinan di tutup karena Rudi ingin membuat kejutan luar biasa untuknya. Ketika menuntunnya, Rudi tidak menyentuh tangannya sama sekali, melainkan memakai seutas tali yang diikatkan di masing-masing pergelangan tangan keduanya.

Dalam hidupnya, Rudi mempunyai prinsip bahwa ia tidak akan menyentuh tubuh wanita sekalipun itu wanita yang dicintainya. Ia hanya akan menyentuh seorang wanita kalau sudah terikat dalam pernikahan. Inilah yang diajarkan oleh ibunya, bahwa wanita itu harus dihormati dan dijaga kesuciannya. Jangan sampai menodainya walau itu hanya sehelai rambut.

Selama menempuh hampir setengah jam, keduanya sampai di sebuah tebing pantai. Ketika Rudi mulai membuka penutup mata sang bidadari tercinta, Kinan terkejut bukan main.

"Kinan, kita sudah sampai. Biar aku bantu membuka penutup matanya."

"Wah, indah sekali tempat ini. Aku tidak pernah tahu ada tempat seindah ini. Terima kasih Mas Rudi sudah mengajakku ke sini."

"Sama-sama Kinan."

Ia terkagum-kagum melihat keelokan sinar mentari yang tenggelam di ufuk barat. Air matanya jatuh membasahi pipi merah meronanya karena tak sanggup lagi menahannya.

"Wah, ini benar-benar indah Mas Rudi!. Baru pertama kali aku melihat pemandangan menakjubkan ini secara langsung," ujar Kinan.

"Kinan, di hadapan ciptaan maha agung ini, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu?" tanya Rudi sambil menatap mata Kinan. "

"Apa itu Mas Rudi?" Kinan bertanya balik kepada Rudi.

"Kinan, aku mencintaimu. Maukah kau menikah denganku?" kata Rudi sambil bertekuk lutut di hadapan Kinan.

"Iya, aku mau."

Kinan pun menerima lamarannya, dan siap menjadikan Rudi sebagai imam dalam kehidupannya.