Chereads / Pilih Aku atau Ibumu? / Chapter 3 - Bab 3 Saat Bahagiaku

Chapter 3 - Bab 3 Saat Bahagiaku

Hari yang dinanti telah datang menghampiri kehidupan Rudi dan Kinan. Detik-detik menjelang pernikahan akan segera dimulai. Rudi begitu bahagia karena mimpinya menjadi kenyataan.

"Kinan, tidak lama lagi kita berdua akan sah menjadi suami dan istri," gumam Rudi dalam hati.

Seluruh tamu undangan sudah memenuhi aula pernikahan. Rudi telah bersiap di tempatnya untuk menunggu sang mempelai perempuan tiba di altar pernikahan. Jantung Rudi berdegup kencang, seluruh tubuhnya dibanjiri air keringat karena begitu gugupnya. Sang ibu dari kejauhan terus menyemangati putra semata wayangnya itu.

"Rudi, kamu pasti bisa!" teriak Bu Rini.

Rudi hanya tersenyum melihat ibunya. Yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, seluruh rombongan pengiring mempelai wanita mulai berduyun-duyun memasuki gedung pernikahan.

Kinan sangat cantik mengenakan kebaya warna putih dengan membawa seikat bunga mawar ditangannya. Ia terus melangkahkan kakinya setapak demi setapak menuju altar pernikahan bersama sang ayah. Pandangan mata Rudi hanya tertuju pada bidadari cantiknya itu, sampai-sampai ucapan pak penghulu tak didengarnya.

"Mas, mas, ini jadi tidak nikahnya?" tanya pak penghulu kepada Rudi yang tengah melamun.

"Mas Rudi, itu pak penghulpanggil," seru Kinan.

"Ya jadilah, Pak!" jawab Rudi dengan gugupnya.

"Dari tadi saya panggil kok masnya bengong saja. Ya sudah, langsung kita mulai saja akadnya," kata pak penghulu.

Suasana hati Rudi mulai campur aduk tak karuan, hingga membuat seluruh otot-otot di tubuhnya menjadi tegang. Ketika tiba gilirannya mengucapkan ijab qabul, lidahnya menjadi kaku dan tak bisa mengatakannya secara jelas.

"Saya terima nikahnya Kinanthi Miranti binti Rayhan adam dengan mas kawin sebesar Rp 10 juta dan seperangkat alat salat dibayar tunai, " ucap sang penghulu.

"Sa sa sa ya te ri ma," kata Rudi terbata-bata

"Yuk tarik napas dulu, jangan tegang, Mas Rudi!" ujar penghulu sambil menepuk punggung Rudi.

Kinan dan ayahnya juga memberikan dorongan moril kepada Rudi agar tidak tegang ketika mengucap kalimat ijab qabul. Dengan sigapnya, Bu Rini menghampiri putranya itu untuk memberikan air minum kepadanya.

"Rudi, minum dulu supaya tidak tegang. Santai saja, kamu pasti bisa," ucap Bu Rini dengan lembutnya.

"Iya Rudi, santai saja, jangan tegang, kamu pasti bisa," kata ayah Kinan.

"Ayo Mas Rudi, aku yakin kamu bisa. Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja," sahut Kinan.

"Terima kasih semuanya, kita ulangi lagi ya, Pak!" kata Rudi.

Pak penghulu pun menuruti apa kata Rudi dan mulai melanjutkan kembali ijab qabul.

"Saya terima nikahnya Kinanthi Miranti binti Rayhan adam dengan mas kawin sebesar Rp 10 juta dan seperangkat alat salat dibayar tunai, " ucap penghulu.

"Saya terima nikahnya Kinanthi Miranti binti Adam Rayhan dengan….." jawab Rudi yang kali ini salah menyebut nama ayah Kinan dan lupa kata berikutnya.

"Rudi, kok salah menyebut nama saya," kata ayah Kinan dengan marahnya.

"Maaf, saya minta maaf," jawab Rudi yang ketakutan.

"Sudah, Mas Rudi jangan dimarahi, Ayah!" ujar Kinan kepada ayahnya.

Rudi gagal mengucapkan ijab qabul kedua kalinya, tapi Kinan tetap sabar menyemangatinya meskipun dalam hatinya sendiri ia sedikit kesal kepada Rudi.

"Duh Mas Rudi, kok lama amat sih!" gumam Kinan yang jengkel kepada Rudi.

Rudi pun meminta ijin kepada pak penghulu dan Kinan untuk pergi ke toilet sebentar guna menenangkan diri sejenak.

"Pak penghulu, Kinan, saya ijin ke toilet sebentar apakah boleh?" tanya Rudi.

"Iya, jangan lama-lama dan cepat kembali!" jawab pak penghulu.

"Cepatlah kembali, Mas Rudi!" sahut Kinan.

Rudi sangat kesal pada dirinya sendiri kenapa tidak bisa mengucapkan ijab qabul dengan benar. Ia merasa malu pada Kinan karena sudah mengecewakannya di hari bahagia ini.

"Di hari bahagia ini aku sudah mengecewakan Kinan. Aku tahu dia kesal kepadaku. Maafkan aku Kinan. Ayo Rudi, kembali ke sana dan ucapkan ijab qabul dengan lantang, kamu bisa, kamu pasti bisa!" katanya pada diri sendiri sambil melihat ke arah cermin di toilet.

Di tengah perjalanan keluar dari toilet, tanpa sengaja Rudi terpeleset di lantai lorong toilet yang masih basah. Karena fokus menghafal kalimat ijab qabul, sampai-sampai tulisan "AWAS LANTAI BASAH" tidak dihiraukannya. Insiden ini membuat kepalanya terbentur ubin lantai hingga ia jatuh pingsan.

"Aaaaauuuuu!" teriak Rudi kencang sekali.

Sementara itu, Kinan dan yang lainnya masih sabar menunggu Rudi. Mereka tidak tahu kalau Rudi tengah pingsan di kamar mandi. Beberapa jam telah berlalu, Ayah Kinan mulai berpikir yang tidak-tidak kepada Rudi.

"Kenapa anak ini lama sekali di kamar mandinya? jangan-jangan dia kabur?" ucap ayah Kinan.

"Jangan seenaknya menghina anak saya, dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Lancang sekali bapak menghinanya, lebih baik kita batalkan saja pernikahan ini, daripada saya harus membina keluarga dengan orang sombong seperti Anda. Saya tidak rela anak saya satu-satunya dituduh seperti itu," jawab Bu Rini dengan muka yang merah padam.

Mendengar calon ibu mertuanya marah, Kinan langsung menghampirinya dan mencoba menenangkannya.

"Ibu, tenanglah! Ayah, kenapa bicara seperti itu pada ibunya Mas Rudi?. Calon suamiku tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Maafkan ayah Kinan ya, Bu!" kata Kinan yang memohonkan maaf untuk ayahnya.

"Bagaimana aku bisa tenang, Kinan? Aku bisa terima kalau aku yang dihina, tapi aku tak akan terima jika anakku yang sudah aku besarkan susah payah dihina seperti itu. Hati ibu mana yang tidak marah jika anaknya dituduh yang bukan-bukan?" ucap Bu Rini yang mulai berlinang air mata.

Suasana yang tadinya penuh kebahagiaan, sekarang begitu mencekam dari setiap sudut. Kedua kubu saling menghina satu sama lain. Kinan tak tahu harus berbuat apa untuk mendamaikan ayahnya dan Bu Rini. Ia hanya bisa berdoa dalam hatinya supaya Rudi cepat datang.

"Mas Rudi, cepatlah datang!" katanya dengan penuh kecemasan.

Saat konflik mulai memanas di antara kedua keluarga, Rudi masih belum sadarkan diri. Ia masih terhanyut dalam dunia mimpi. Ia bermimpi menghabiskan malam pertama dengan Kinan di Pulau Bali. Dunia serasa miliknya, ia sangat bahagia melihat Kinan bermanja-manja kepadanya walau itu hanya di dunia mimpi. Namun, dalam sekejap sikap Kinan berubah, tiba-tiba Kinan mengarahkan tangannya untuk menampar Rudi. Ia pun berteriak, "Kinan, jangan!" ternyata tamparan Kinan di dunia mimpi itu adalah tamparan dari petugas toilet yang mencoba membangunkan Rudi.

"Mas, bangun!" kata si petugas toilet sambil menepuk pipi Rudi.

"Hah, apa yang terjadi denganku, Pak?" tanya Rudi.

"Anda pingsan, dari tadi saya berusaha membangunkan, tapi Anda tidak bangun-bangun juga," jawab petugas toilet.

"Oh ya Allah, Kinaaaaaaan!" teriak Rudi yang berlari menuju aula pernikahan.

Rudi lari sekencang-kencangnya hingga membuatnya terbentur tiang beberapa kali. Ketika Rudi mulai membuka pintu aula pernikahan, sontak keadaan menjadi diam seribu bahasa. Bu Rini langsung berlari menuju anaknya itu dan memeluknya.

"Ibu yakin kamu bukan laki-laki seperti itu. Lihat, anakku ada di sini, dia tidak mungkin meninggalkan komitmen yang sudah dibuatnya. Lihat ini, kenapa kalian diam? Berani sekali kalian menuduh putraku seperti itu," kata ibunya yang menangis di hadapan para tamu.

"Sebenarnya, apa yang terjadi, Bu?" tanya Rudi kepada Ibunya.

"Mereka berani menghinamu. Mereka mengatakan bahwa kau telah lari dari pernikahan ini. Kenapa kau lama sekali? Dari mana saja kau? Ibu sangat cemas," ujar Bu Rini yang kesal kepada anaknya.

"Maafkan aku semuanya, aku tadi pingsan di kamar mandi. Sekali lagi aku minta maaf karena sudah membuat keributan. Kinan, maaf sudah membuatmu menunggu terlalu lama. Maafkan aku semuanya, sudah membuat suasana jadi tegang begini," kata Rudi dengan penuh penyesalan.

"Sudahlah, ayo kita lanjutkan saja acaranya. Bu Rini, Maaf ya atas perkataan saya tadi," kata Ayah Kinan tertunduk Malu.

"Iya, saya maafkan. Tapi, lain kali sebelum bicara dipikir dulu, Pak!" Jawab Bu Rini dengan kesalnya.

Akhirnya kebahagiaan yang sempat hilang, kini telah kembali menaungi acara akad nikah antara Kinan dan Rudi. Akad nikah pun dimulai dengan suasana penuh khidmat nan syahdu. Pak penghulu kembali mengucapkan ijab qabulnya.

"Saya terima nikahnya Kinanthi Miranti binti Rayhan adam dengan mas kawin sebesar Rp 10 juta dan seperangkat alat salat dibayar tunai, " kata penghulu.

"Saya terima nikahnya Kinanthi Miranti binti Rayhan adam dengan mas kawin sebesar Rp 10 juta dan seperangkat alat salat dibayar tunai," Sahut Rudi dengan lancarnya.

"Bagaimana saksi, sah?" tanya penghulu kepada kedua saksi.

"Sahhhh!" ucap kedua saksi.

"Dengan ini saya nyatakan kalian berdua sudah resmi sebagai suami dan istri," ujar penghulu dengan tegasnya.

Rudi senangnya bukan main karena sudah resmi menjadi suaminya Kinan, begitu pun Kinan yang bahagia mendapatkan suami seperti Rudi. Mereka berdua saling bertatap mesra sambil tersenyum bahagia. Seluruh tamu undangan pun ikut larut dalam kebahagiaan keduanya. Mereka bertepuk tangan dan memberikan ucapan selamat kepada keduanya.