Chereads / Princess in the Death Penalty (Indonesia) / Chapter 5 - 5. Pangeran Shem Theodorus

Chapter 5 - 5. Pangeran Shem Theodorus

"Kau tahu. Tidak ada ampun untuk seorang penghianat! Berdirilah kau. akan aku tutup matamu sebelum aku menghukummu." Pangeran mengambil ikat pinggangnya untuk dipakaikan sebagai penutup mata Adaline.

"Kau bilang sangat mencintaiku, apa kau tak bisa mengandalkan hatimu untuk meraba hatiku. Apakah aku jujur atau tidak tentang penghianatan Kerajaanku?" imbuh Adaline.

"Rasa cintaku telah hilang semenjak aku tahu Kerajaanmu sebagai penghianat!" Shem telah selesai mengikatkan ikat pinggangnya itu di mata Adaline.

"Kalau kau ingin membunuhku. Tolong lakukan dengan cepat agar rasa sakit hatiku ini pun ikut berakhir saat berakhirnya nyawa ini," pinta Adaline masih dalam keadaan sesenggukan.

Sebenarnya Adeline sangat ketakutan. Ia hanya seorang Putri yang tak tahu apa-apa, bahkan dia tidak pernah diperlakukan kasar sejak kecil. Ia selalu dalam keadaan yang bahagia. Belum pernah ia merasakan keadaan yang mencekam seperti sekarang ini, hendak dibantai oleh calon suaminya sendiri yang sangat ia cintai. Sungguh ia tak pernah membayangkan hari bahagia yang ia nantikan harus berubah menjadi kesuraman dan hari pertumpahan darah yang mengerikan seperti tadi.

Shem berjalan mengitari Adaline, ia memutar berjalan searah dari kiri ke kanan, dia memandang gadis itu dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Rambut panjangnya sepinggang nan indah berwarna pirang sedikit bergelombang itu tergerai menawan hati Sang Pangeran.

Lalu ia mulai mengelus rambut gadis itu yang berwarna pirang berkilau keemasan. Shem tanpa berkata-kata mendaratkan kecupan di pipi Adaline.

"Sial! Mana bisa aku memotong kepalanya sedangkan aku sangat tergoda dengan bibir mungilnya dan bentuk tubuhnya begitu indah mempesona hatiku," gumam Shem dalam hati.

Shem memeluk erat Adaline, ia kecup kening dan bibir gadis itu lagi dengan penuh kasih sayang sambil mengelus pipi dan rambut gadis itu.

"Apa yang harus aku lakukan setelah ini Yang Mulia?" ucap Adaline.

"Entahlah ... Aku akan mencoba menyelamatkanmu dan melindungimu dari hukuman Ayahku," jawab Shem lalu memeluk erat Adaline.

Pangeran Shem mencoba menepis perasaannya, ia pikir akan mudah membunuh rasa cintanya kepada Adaline. Harusnya Shem menghukum mati Adaline sekarang juga atau membawanya ke kerajaan Sadrach untuk di penggal, namun ia tak bisa membohongi hatinya. Dia masih begitu mencintai Adaline. Waktu yang ia habiskan bersama Adaline siang ini adalah waktu yang sangat berharga, dia melepas rindunya kepada kekasih cantiknya ini. Mereka saling memberi dan menerima kasih dan cinta untuk pertama kalinya. Adaline tak menyangka ia bisa merasa sangat bahagia saat ini. Shem masih mencintainya. Dia sekarang masih hidup dan malah diberikan kesenangan yang luar biasa oleh Pangeran Shem. Begitu juga dengan Shem, dia tak menyangka akan melakukan itu bersama Adaline. Semua mengalir begitu saja. Mengikuti hasrat hatinya. Ia pun merasakan kebahagiaan yang luar biasa dari Adaline.

"Sementara kamu akan tinggal disini Adaline, sampai aku menemukan cara untuk menyembunyikanmu. Aku juga tak bisa menemanimu. Aku harus segera kembali ke istana. Karena Ayahku pasti sudah menungguku." Shem segera memunguti pakaiannya, dan memakai pakaian itu. Dia juga mengambilkan gaun gadis itu yang berserakan di lantai.

"Apakah aku akan sendirian hingga larut malam, Tuanku? Aku akan sangat takut disini sendirian." tanyanya keberatan atas keputusan Shem.

Shem menjelaskan kalau ia tidak mungkin membawa Adaline ke istana. Shem juga tak mungkin membawanya bersama dirinya. Karena sangat fatal apabila tahu Adaline bersamanya. Gadis itu akan mendapat hukuman di istana. Itu akan sangat membahayakan. Sebagai tanda cintanya kepada Adaline, ia akan memerintahkan Panglima Abraham untuk menjaganya sampai esok hari.

Shem berharap dia sudah menemukan cara untuk menyembunyikan Adaline dari kejaran Kerajaan Sadrach itu.

"Shem, tolong jangan tinggalkan aku," Adaline bangkit dan berlari, dia segera memeluk tubuh Shem dengan erat.

"Aku akan menengokmu besok, istana pasti mencari aku, Adaline. Abraham akan segera kesini, dia akan menjagamu sampai pagi. Percayalah padaku," Shem menenangkan hati Adaline yang sedang kalut itu.

Pangeran Shem mengangkat wajah Adaline. Menatapnya dengan penuh arti, Shem menyeka air mata Adaline. Lalu kembali mendaratkan ciumannya dengan lembut kepada Adaline. Sebagai tanda bahwa Shem sebenarnya juga masih merindukannya, namun situasi yang sulit ini menjadikan segala gerak-geriknya takkan bisa bebas untuk sementara.

"Aku ke istana dulu," Shem hendak berlalu.

"Shem, tolong kalau kalian telah menemukan Ayah dan Ibuku. Janganlah dipenggal, kasihanilah kami Shem, berikan hukuman seumur hidup saja sampai mereka habis masa hidupnya, tapi jangan dipenggal Tuanku. Hiks hiks hiks," Adaline menangis dengan guratan memilukan. Betapa ia tak ingin Ayah dan Ibunya itu tewas dengan cara yang mengenaskan.

"Aku tidak bisa berjanji Adaline. Masalahnya Raja dan Ratumu itu adalah penghianat, tiada ampun bagi penghianat. Atau Kerajaan Sadrach akan terlihat rapuh dimata dunia. Akan semakin banyak yang meremehkannya kelak kalau kami tak tegas dengan sanksi," Shem menjelaskan kepada kekasihnya itu.

"Tapi ... mereka Ayah dan Ibuku, mereka juga menjadi orang tuamu jika kamu masih mencintai aku?" pinta Adaline memelas.

"Mereka Ayah dan Ibu yang tak patut dicontoh. Tak patut dijadikan Ayah dan Ibu. karena telah gagal memberi kebahagiaan kepada keluarganya." Ungkapan Shem dengan wajah merah.

"Andai Ayahmu tidak berkhianat. Dua kerajaan akan bergabung menjadi Kerajaan sangat besar dan tangguh, bahkan kita berdua pasti sudah bahagia, menikah dan memiliki anak-anak. Sayangnya semua telah hancur gara-gara Ayahmu. Aku hanya berusaha menyelamatkanmu saja. Keselamatan yang lain? Aku tidak bisa membantu. Sampai ketemu Adaline, jangan pergi dari sini. Abraham akan segera datang," Shem segera melangkah pergi dari kastil tua ini.

"Abraham? sejak kapan kamu disini?" tanya Shem, karena melihat Abraham sudah berada di dekat pintu.

"Dari tadi tuanku, aku menunggu perintah darimu" jawabnya

"Ehm. kamu harus menjaganya. Pastikan dia aman dari pengejaran kerajaan kita. Aku juga mau kamu menjaga rahasia ini. Dia tidak boleh dilihat oleh siapapun!" perintah Shem tegas.

"Siap Tuanku," balas Abraham sambil menundukkan kepala. Shem terus melangkah keluar kastil untuk segera menaiki kudanya. Ia harus cepat sampai diistana. Rasanya kebersamaannya dengan Adaline tadi cukup menyita waktunya. Ia tak tahu berapa jam dirinya menemani Adaline tadi? Yang jelas sekarang dia memacu kudanya dengan cepat diikuti beberapa pengawalnya dari belakang.

"Tok ... tok ... tok ...."

"Permisi saya mau masuk Nonaku," cakap Abraham sambil mengetuk pintu itu.

Tuan Putri, boleh saya masuk?" Abraham mengetuk pintu ruang kastil ini. Adaline segera membukanya.

"Ya, Abraham,"

"Saya bawakan Tuan Putri makanan, saya yakin anda lapar," Abraham memberikan satu kantung makanan untuk Adaline juga satu botol minum. Ada buah-buahan juga beberapa potong roti. Adaline memang sangat lapar, dia mana bisa memikirkan makanan dalam keadaan yang mencekam itu.