Dia seperti patung yang sedang duduk dengan kaku di atas kursi, dia sama sekali tidak pernah berpikir jika di dihamili oleh seorang gay.
Tiba-tiba kepalanya sangat pusing dan Ann Chi tidak sadarkan diri, Ann Chi tidak tahu sudah berapa lama dia pingsan namun saat dia terbangun, Ann Chi sudah tidak mendapati dua laki-laki yang tadi duduk di belakangnya.
"Nyonya ...? Nyonya anda tidak apa?" tanya seorang pelayan yang membangunkan Aan Chi.
"Emm," Ann Chi memegangi kepalanya yang masih pusing.
"Apa perlu aku mengantar nyonya ke dokter?"
"Tidak terimakasih."
"Maaf nyonya, kita sudah akan tutup."
"Baiklah."
Ann Chi amat sangat terpukul akan hal itu di berjalan dengan gontai kembali ke tempat tinggalnya, belum juga dia sampai ke tempat tinggalnya Ann Chi mendapatkan panggilan dari nomor ibunya.
"Ann Chi ...."
Suara ayahnya terdengar sangat lemah di ujung sana, dia mengatakan jika Ann Chi harus pulang karena ibunya sedang sakit dan terus memangil namanya.
"Ann Chi, pulanglah ibumu sedang sakit dan dia terus memanggil namamu terus."
Ann Chi tidak mengatakan apapun dia hanya berdiam diri di pinggir jalan dengan tangannya memegang ponsel, sampai ayahnya harus mengulang dua kali untuk memastikan jika putrinya itu mendengarkan dirinya.
"Ann Chi apa kamu mendengarkan ayah?"
"Ibumu sakit dia merindukanmu, pulanglah."
"Ya."
Satu kata yang di berikan oleh Ann Chi setelah ayahnya bicara panjang lebar. Ann Chi berkemas seperti mayat berjalan dan malam itu juga dia pulang ke kampung halamannya.
Rumah itu kecil dan sunyi dia menggedor pintu itu dengan kasar namun pandangannya kosong, Ann Chi seperti robot yang di program.
Pintu di hadapan Ann Chi terbuka dan menunjukkan seorang gadis kecil berumur tujuh tahun, dia tersenyum dengan lebarnya saat mendapati Ann Chi adalah orang yang datang.
"Ibu ...?" Suara gadis kecil itu bagai pisau di telinga Ann Chi karena hanya mendengar suaranya Ann Chi langsung teringat kembali percakapan dua laki-laki itu.
Dan tanpa menunggu lama Ann Chi terhuyung karena kepalanya langsung terasa berat.
"Ibu kamu kenapa?" Jia Li nampak khawatir saat melihat ibu ibunya terhuyung.
"Aku bukan ibumu," Suara bentakan Ann Chi membuat Jia Li langsung berdiri tegak dengan mata membulat tanpa berani bergerak.
Ann Chi berjalan melewati gadis kecil itu yang seperti robot yang kehabisan baterai bahkan Ann Chi tidak mendengar anak itu menghembuskan napas.
Dengan terhuyung-huyung Ann Chi melewati Jia Li, Jia Li pun tidak berani membalikkan tubuhnya meski dia mendengar jika sesekali ibunya itu menabrak sesuatu di belakangnya, Aan Chi selalu tidak bisa mengontrol emosinya jika mendengar suara Jia Li, apalagi dia teringat akan pembicaraan dua laki-laki itu di restoran tadi, dia ingin rasanya melampiaskan kemarahannya pada Jia Li tapi Aan Chi ingat jika ibunya sakit dan dia langsung menemuinya.
"Ibu ...," panggil Ann Chi pada wanita yang tertidur itu nampaknya dia jauh lebih kurus seingat Ann Chi.
"Ann Chi ...?" Ternyata wanita itu tidak tidur dia mengulurkan tangannya pada Ann Chi.
"Ini aku," Ann Chi meraih tangan ibunya.
"Putriku ..., kenapa kamu berantakan sekali?" Ann Chi menemani ibunya berbicara dan merawatnya namun belum genap sehari, wanita itu sudah memejamkan matanya untuk beristirahat selama-lamanya.
Pukulan datang lagi, ibunya ternyata sudah lama sakit dan tidak bisa lagi tertolong, orang tuanya menyembunyikan fakta ini karena tidak ingin membuat beban pikiran untuk Ann Chi yang di dalam masa pemulihan depresinya.
Setelah selesai mengurus pemakaman Ibunya yang membutuhkan waktu lama, Ann Chi sudah sangat tidak tahan tinggal di rumah ini, meski Jia Li tidak pernah menggangunya namun hanya melihat dan mendengar suara Jia Li saja itu sudah sebagai gangguan bagi Ann Chi.
Namun ternyata langit sedang tidak berpihak padanya saat dia ingin segera meninggalkan ayah dan anak itu, ayahnya menjadi korban tabrak lari yang membuat ayahnya meninggal di tempat.
Jia Li menangisi tubuh kakeknya yang terkapar di bahu jalan dengan kondisi yang mengenaskan, darah segar keluar dari tubuh kurus laki-laki itu, tampa rasa jijik Jia Li memeluk tubuh kakeknya yang sudah tidak bernyawa bahkan kakinya sudah tidak utuh.
"Kakek ..., kakek bangun kakek, bangun kakek, jangan tinggalkan aku," Jia Li menangis sambil menggoyang-goyangkan tubuh laki-laki tua itu. Dia menangis menjadi-jadi, Jia Li bersedih saat neneknya meningal namun dia tentu lebih bersedih ketika kakeknya yang tiada.
Aan Chi yang melihat langsung kejadian di mana ayahnya menjadi korban tabrak lari dan melihat dari jarak sepuluh meter bagaimana laki-laki itu muntah darah dan menghembuskan napasnya yang terakhir.
Tas besar yang ada ditangannya itu jatuh dan dirinya juga ikut terkulai di jalan seperti tidak memiliki tulang kaki, kejadian itu terlalu cepat bagi Aan Chi bahkan dia belum bisa berpikir dengan benar apa yang sedang terjadi, tempat itu sudah di penuhi oleh banyak orang untuk melihat kecelakaan lalu lintas yang memakan korban itu.
Meski dia tidak terlalu dekat dengan ayahnya, mau bagaimanapun dia tetaplah ayah Ann Chi yang sudah merawat dan berjuang untuk Ann Chi.
Dua bulan berlalu keadaan sungguh sangat kacau, Ann Chi kembali depresi seperti dulu bahkan lebih parah karena banyaknya pukulan yang dia terima bertubi-tubi, apalagi setiap hari dia harus melihat dan mendengar suara anak itu yang teramat dia benci sampai ke tulang.
"Singkirkan tangan kotor milikmu itu," Jia Li sebenarnya hanya ingin membantu ibunya namun suara tinggi ibunya sudah membuat hatinya ciut.
"Jangan pernah menyentuh aku dengan tangan kotor mu itu, kamu anak pembawa sial, menyingkir dari hadapanku."
Jia Li hanya akan diam-diam menangis dikamar tiap kali ibunya memarahinya.
Hari ini Ann Chi keluar rumah, tidak biasanya Ann Chi keluar rumah, karena takut terjadi apa-apa dengan ibunya, Jia Li mengikuti langkah malas ibunya meski Ann Chi melarangnya bahkan melemparinya dengan apapun yang ada di tangannya, Jia Li masih mengikuti langkah ibunya.
Setelah berjalan cukup lama dan berhenti beberapa kali hanya untuk mematung dengan pikiran kosongnya Ann Chi tertarik pada sebuah seniman ukir di pinggir jalan.