James mengerutkan dahinya ketika tidak melihat Katherine yang menunggunya seperti biasa di depan gerbang gedung akademi Faith Alive. Ini adalah pertama kalinya dia tidak melihat Katherine setelah mereka memutuskan untuk berkencan.
"Apakah Kate masih marah atas kejadian kemarin?" pikir James yang merasa itu sama sekali aneh. Dia terbiasa melihat senyum Katherine yang menyapanya di pagi hari, jadi ketika dia tidak melihat hal itu, ada perasaan aneh yang dirasakan oleh James.
"Ah, mungkin dia hanya kesiangan," pikir James menggelengkan kepalanya lalu segera berjalan menuju kelasnya.
Meskipun kejadian kemarin membuat suasana diantara mereka canggung, James yakin Katherine tidak akan memperpanjang masalah itu dan akan bersikap seperti biasanya.
Namun, apa yang dipikirkan oleh James ternyata salah besar. Bel istirahat telah berbunyi dan Katherine juga tidak mendatangi kelasnya seperti biasa.
"Apakah Kate benar-benar marah?" pikir James yang mulai khawatir. Dia pikir Katherine akan datang mengunjunginya seperti biasa ketika jam istirahat, tapi melihat wanita itu yang tidak kelihatan membuat James yakin bahwa Katherine benar-benar marah.
Dan itu karena kesalahannya.
James akhirnya memutuskan untuk menghampiri Katherine di kelasnya. Dia tahu bahwa Katherine tidak lagi dibully oleh Mary dan orang lain sejak kejadian di toilet waktu itu tersebar.
Mary dan yang lainnya bersikeras bahwa Katherine semacam monster yang memiliki kekuatan aneh, namun orang-orang tentu saja tidak mempercayainya, termasuk James. Meskipun dia melihat sendiri beberapa gadis yang pingsan di lantai, James pikir Katherine mengetahui bagaimana cara untuk melakukan bela diri, dan itu langsung didukung oleh Luca yang mengatakan bahwa keluarga mereka memang diajarkan bela diri.
***
"Kate! Kamu dicari oleh pacarmu!"
Katherine yang sedang membaca buku menoleh kepada teman sekelasnya yang memanggil namanya, lalu menoleh ke arah pintu masuk dan melihat James yang baru saja datang dan sedang berjalan mendekatinya.
"James?" tanya Katherine, ekspresi wajahnya terlihat terkejut ketika melihat pria itu.
"Hai… Kate," sapa James melambaikan tangannya dengan canggung lalu segera duduk di kursi sebelah Katherine.
"Apakah kamu tidak ingin pergi ke cafetaria?" tanya James sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
"Ahh… tidak, aku akan berada di kelas," jawab Katherine yang kembali mengalihkan pandangannya kepada buku yang sedang dia baca.
"Begitu… Hmm… Itu… Aku ingin menanyakan sesuatu."
"Apa itu?" tanya Katherine yang masih tidak menatap James.
"Apakah… kita baik-baik saja? Apakah kamu masih marah?" tanya James dengan gugup, melihat Katherine yang mengabaikannya seperti ini membuat James merasa tidak nyaman.
"Tentu. Kita baik-baik saja. Sejak awal aku tidak marah, kok!" ucap Katherine yang akhirnya menoleh kepada James.
"Kenapa kamu menanyakan sesuatu seperti itu?" lanjutnya.
"Yah… Itu… aku tadi tidak melihatmu di pagi hari dan aku juga tidak melihatmu setelah bel berbunyi, kupikir kamu sedang marah…" jawab James sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
"Ahh…" Katherine mencoba menahan senyumannya ketika melihat tingkah James yang sangat menggemaskan.
"Aku sedang mempersiapkan diri untuk ujian tengah semester."
"Ujian tengah semester?" tanya James membesarkan matanya. "Tapi itu akan dilaksanakan hari senin. Kamu sudah belajar dari sekarang?" lanjutnya yang terdengar terkejut.
Katherine mengangguk.
"Ya, aku ingin mendapatkan nilai yang bagus. Aku bahkan menantang Emma," bisik Katherine agar tidak ada orang yang mendengarnya. Sejak kejadian dengan Mary, Katherine mencoba untuk tetap low profile dan tidak sombong. Jika ada orang yang mendengarnya saat ini mereka pasti akan membencinya lagi.
"Kamu ingin menantang Emma?!" Katherine buru-buru menutup mulut James ketika pria itu mengucapkannya dengan keras.
"Sst… Pelankan suaramu! Kamu tidak perlu berteriak soal itu!" ucap Katherine memelototi James. Setelah melihat James menganggukkan kepalanya, Katherine akhirnya melepaskan tangannya.
"Kamu serius ingin menantang Emma? Murid yang mendapatkan peringkat pertama di angkatan kita?" tanya James sekali lagi dengan suara pelan.
Katherine mengangguk.
"Iya, jadi untuk beberapa hari ini aku tidak bisa menunggumu di depan gerbang atau menemanimu makan di kantin. Aku harus belajar."
"Begitu.. Aku mengerti. Aku yakin kamu bisa mengalahkan Emma!" ucap James sambil tersenyum. Melihat Katherine yang akhirnya memiliki mimpinya, entah kenapa membuat James merasa senang dan ingin mendukung wanita itu.
"Terima kasih. Sudah sana kamu segera ke kantin sebelum kamu tidak mendapatkan tempat duduk."
***
Katherine berjalan mendekati papan pengumuman hasil ujian tengah semester dengan jantung yang berdebar. Setelah melakukan persiapan dan melakukan ujian yang menguras tenaganya. Akhirnya, papan pengumuman hasil ujian tengah semester ditempelkan di papan pengumuman akademi.
Dari tempatnya, Katherine bisa melihat papan pengumuman itu dikerumuni oleh siswa-siswa yang penasaran dengan nilai mereka, membuat Katherine dengan cepat melangkahkan kakinya sebelum dia tidak bisa menemukan namanya.
Setelah sampai di dekat tempat papan pengumuman, Katherine menarik napasnya dan mencari hasil pengumuman untuk kelasnya.
"Nah, itu dia. Baiklah tempat pertama…" mata Katherine lalu langsung melihat ke nomor satu. "Ka… Ah.. Emma White," gumam Katherine yang langsung kecewa ketika melihat namanya tidak diletakkan di tempat pertama.
Dia sudah berusaha dengan keras, bahkan sampai tidak berkencan dengan James karena ingin belajar. Melihat hasilnya tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan membuat Katherine kecewa.
"Tidak apa-apa, Emma memang sudah menjadi siswa nomor satu sejak pertama kali masuk. Dia saingan yang berat. Aku yakin aku pasti berada di nomor dua," ucap Katherine yang langsung bersemangat lalu melihat papan pengumuman itu lagi.
"Dua… Ka… Luke Brown?!" ucap Katherine dengan keras saking tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia lalu segera meminta maaf ketika siswa-siswa lain menatapnya.
"Apa ini? Luca menempatkan posisi kedua?" pikir Katherine yang terkejut dengan itu. Dia tahu bahwa Luca memang pintar, tapi dia benar-benar berusaha keras untuk belajar.
Luca juga mengalahkannya?
Katherine menghela napasnya, berusaha untuk tidak terlalu kecewa, tapi setelah menemukan namanya berada di posisi enam, Katherine tidak bisa untuk tidak kecewa.
"Hei, Kate!"
Katherine menoleh ketika ada yang memanggil namanya dan memegang bahunya.
"Hei, Em! Selamat ya, kamu berada di posisi pertama," ucap Katherine dengan pelan dan tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya, tapi kata-katanya terdengar tulus ketika mengucapkan selamat itu.
"Ah.. Terima kasih, tapi kamu juga melakukan yang terbaik, berada di posisi enam itu sudah bagus. Itu artinya kamu berada di posisi pertama di kelasmu," ucap Emma setelah menemukan nama Katherine.
"Lagipula posisiku juga terancam," ucap Emma dengan nada serius.
"Apa maksudmu?" tanya Katherine yang tidak mengerti.
"Lihat! Nilaiku dan nilai yang berada di urutan dua hanya beda satu poin. Kenapa kamu tidak memberitahuku kalau sepupumu pintar belajar?" tanya Emma yang memperhatikan nilainya.
Ini adalah pertama kalinya ada siswa yang hampir melewatinya dengan beda satu poin. Biasanya perbedaannya puluhan.
"Ahh… aku juga terkejut, tidak menyangka dia sepintar itu," ucap Katherine.
"Ngomong-ngomong, apa rencanamu untuk liburan musim panas? Apakah kamu akan kembali ke rumah?" tanya Emma saat dia dan Katherine berjalan menjauh dari kerumunan itu.
Katherine terdiam sebentar, wajahnya terlihat bingung. Liburan musim panas?