Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Cinta Dan Kenangan

Rainy_Iz
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.9k
Views
Synopsis
Semula hidup Cinta mulai normal dan sedikit-sedikit melupakan kenangannya yang pernah ia alami tiga tahun lalu, walau terkadang kenangan itu tiba-tiba muncul di dalam mimpinya. Namun, setelah bertemu Arvi yang merupakan atasan baru di mana Cinta bekerja. Ia pun kembali merasakan trauma yang ia simpan selama beberapa tahun ini. Pasalnya wajah Arvi yang sangat mirip dengan mendiang calon suaminya yang pergi tepat sebelum ijab kabul dimulai dan mengalami kecelakaan saat Cinta mengejarnya. Arvi yang terbiasa digandrungi dan didekati oleh banyak wanita, merasa tertarik dengan Cinta yang sikapnya dingin dan selalu menghindarnya. Karena penasaran, Arvi pun berusaha mencari penyebab Cinta yang selalu takut dan menghindarinya tiap kali mereka bertemu. Setelah tau penyebabnya, Arvi semakin memantapkan keinginanya untuk membuat Cinta sembuh dari trauma akan kenangan masa lalunya itu. Lalu bagaimana dengan Cinta? Apakah ia mau menjalin hubungan lagi dengan seorang pria dan menerima Arvi yang wajahnya sangat mirip dengan mantan yang dulu mengkhianatinya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Kenangan

"Adrian! Jangan lari kamu!"

Adrian menghiraukan panggilan Cinta, ia malah mempercepat langkahnya menghindari Cinta.

Cinta tak mau kalah, ia pun menambahkan kecepatan larinya mengejar Adrian dengan tangan menggenggam wanita yang merupakan kekasih barunya.

Cukup lama aksi kejar-kejaran itu terjadi. Namun tiba...

"Adrriiiiiaaannnn!" teriak Cinta keras dengan tangan yang tak sanggup menggapai sosok yang sedari tadi ia kejar.

Pandangan kosong, cucuran keringat membasahi wajah serta tubuhnya, rambut acak-acakan, wajah pucat, bibir gemetar dengan mengeluarkan nafas tersengal-sengal.

"Mimpi itu lagi?"

Seorang wanita paruh baya, tiba- tiba masuk dengan membawa nampan yang berisi obat-obatan juga minumannya. Seolah hafal dengan apa yang dimimpikan Cinta. Cinta pun menoleh, menenangkan diri tak lupa merapikan penampilannya yang dibilang sangat buruk.

Meletakkan apa yang dibawa di nakas dekat ranjang Cinta.

"Minumlah," ucap Rita, Bundanya Cinta.

Cinta mengangguk dan mulai mengambil obat-obatan itu.

"Lebih baik hari ini, kamu tidak usah berangkat aja yah," perintahnya lembut dengan tangan membuka gorden yang menutupi jendela kamar anaknya itu.

"Hmm ... Cinta ga apa-apa, Bun. Setelah minum ini, Cinta akan baik-baik aja," tolaknya halus, tak ingin membuat orang tuanya khawatir.

"Tapi ... Bunda ..."

"Bunda jangan khawatir, yah. Cinta sangat yakin, kalau Cinta akan baik-baik saja," selanya lembut dengan memeluk bunda tersayangnya.

Rita mengangguk dalam pelukan Cinta. Tapi sejujurnya ia merasa sangat mengkhawatirkan Cinta. Sebagai seorang wanita yang telah melahirkannya, ia sangat peka terhadap firasat yang akan menimpa anak tersayangnya ini.

'Semoga saja, ini hanya pikiranku yang terlalu berlebihan mengkhawatirkan Cinta,' batin Rita berharap.

"Kalau begitu, Cinta mandi dan bersiap-siap dulu yah Bun," pamit Cinta setelah melepaskan pelukannya pada Rita.

"Iya, Bunda tunggu kamu di bawah," balas Rita.

Cinta masuk ke kamar mandi, sedang Rita. Ia mulai meninggalkan kamar anak gadisnya itu.

"Bagaimana?" tanya Ghani, Ayahnya Cinta.

Melihat istrinya datang menghampirinya yang sedang membaca koran.

"Seperti biasa, Yah," jawab Rita.

"Terus, berangkat ga?"

"Berangkat, Yah. Mana mau sih, anak itu kalau lagi seneng-seneng kerja terus suruh berhenti. Ya pasti ditolak lah.

Ya walaupun ... "

"Walaupun apa, Bun?"

Cinta menyela ucapan Rita, ia datang dengan wajah yang lebih segar dengan rambut panjang yang ia gerai. Tak lupa setelan pakaian kerja yang berwarna biru muda. Menambah kesegaran dalam aura Cinta.

"Cepat sekali kamu bersiap-siap?" bukannya menjawab pertanyaan Cinta. Rita malah balik bertanya. Ia penasaran karena Cinta yang terlalu cepat menyelesaikan ritual paginya. Biasanya harus nunggu setengah jam lebih, baru keluar dari kamarnya.

"Heee, Hari ini ada penyambutan Bos baru di kantor. Para karyawan di suruh berkumpul satu jam sebelum Bos baru tiba," terangnya disela-sela mengunyah makanan.

Bunda mengangguk tanda mengerti.

"Emang Bos lama ke mana?" Ghani pun penasaran.

"Pensiun. Udah tua, Yah," jawab Cinta singkat.

"Waah, pasti penggantinya pria muda,"

"Kalau pria muda, Kenapa Yah?" tanya Rita, seperti tau maksud dari ucapan Ghani.

"Kan, Cinta bisa ..."

"Aku berangkat dulu, Bun, Yah," pamit Cinta setelah menyelesaikan sarapannya. Ia sengaja menghabiskan sarapannya dengan cepat, karena tak ingin mendengar kelanjutan dari ucapan ayahnya itu.

"Lho! Kamu!"

Rita terkejut dengan tangan yang sedang dikecup oleh Cinta.

"Takut telat, Bun. Yah Cinta berangkat. Assalamualaikum," pamit Cinta dan melangkah meninggalkan kedua orang tuanya.

"Wa'alaikumsalam," balas Rita dan Ghani bersamaan.

"Bunda, ke-napa menatap Ayah seperti itu!"

"Ayah, udah berapa kali Bunda ingatkan. Jangan pernah membahas itu di depan Cinta!"

Rita kesal, ia tau jika suaminya menginginkan Cinta membuka hati dan menjalin hubungan dengan seorang pria. Karena sudah tiga tahun ini Cinta bersikap dingin sekali terhadap pria. Terkecuali orang-orang terdekatnya.

"Bunda emang ga ingin, Cinta ..."

"Bunda sangat ingin, Yah. Tapi ... Bunda kasihan lihat Cinta ketakutan terus jika mengingat itu," lirihnya dengan wajah sendu.

"Kita doakan saja, Bun. Semoga aja ada pria yang mau dan bisa membuat Cinta sembuh dari rasa traumanya yah, Bun," harap Ghani memeluk Rita. Mencoba menenangkan hati istrinya itu.

"Amin. Semoga aja ya Yah," kata Rita.

"Iya, Bun," balasnya sambil menggangguk.

***

Sebuah mobil berwarna biru, berhenti rapi di parkiran sebuah perusahaan terbesar di Kota X. Kaki panjang memakai sepatu hitam pun keluar dari mobil. Dengan langkah cepat, ia berjalan dengan tangan kanan membawa tas yang selalu ia bawa di saat bekerja.

Melewati beberapa kubikel kantornya, ia pun sampai di kubikel tempat ia bekerja.

"Huh, kirain lo masih molor di rumah," sapa Rena, sahabat satu perjuangannya di kantor ini.

"Gue teror terus tuh dia, sampe mandi pun cuma berapa menit," timpal Febi. Sahabatnya yang paling bar-bar.

Di rumah Cinta.

Cinta memasuki kamar mandi, karena lupa sesuatu jadi ia keluar lagi. Melihat ponselnya berkedip-kedip, ia pun penasaran. Ternyata banyak chat dari Febi.

Kembali di Kantor.

"Emang benar gitu, Cin?" tanya Siska. Sahabatnya yang paling lembut dan baik hati.

Tanpa jawaban, Cinta hanya mengangguk dan tersenyum.

"Tega benar, lo Feb!" tukas Siska yang tak suka, Cinta di perlakukan seperti itu.

"Ini tanda sayang gue sama Cinta, coba loe loe bayangin. Kalau gue ga teror dia, terus dia kesiangan. Dia bakal kena apa! Coba tebak!"

"Kena sanksi," jawab Rena.

"Kena Sp," sambung Siska.

"Nah, itu. Yang lebih parah kalau dia dipecat gimana?" ujarnya lagi.

"Bakal panas nih, kantor," seloroh sahabatnya kompak.

"Maksud kalian!" Cinta melebarkan matanya, dan menatap ke arah ketiga sahabatnya itu.

"Heheee, canda Cin,"

Sebelum badai salju keluar, Rena pun mulai menenangkannya.

Diam dalam beberapa menit, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga salah satu dari mereka, berkata dengan semangatnya. Membuat para sahabatnya itu pun tersentak dari lamunan masing-masing.

Plak

"Kenapa loe nabok gue sih, sakit tau!" protes Febi dengan tangan mengusap-ngusap bagian yang terkena pukulan Rena.

"Loe, yang kenapa? Sedari tadi diam, sekali ucap. Kencengnya masa ampun deh," ucap Rena kesal.

"Hehee, ya maaf. Gue terlalu bersemangat, karena gue baru ingat," sesalnya dan mulai menjelaskan apa yang membuat ia bersemangat seperti itu.

"Ingat apa loe!"

"Kalau bos kita yang baru tuh masih muda dan ..."

"Lah kalau itu mah kita juga tau, Feb," sela Rena.

Siska mengangguk, membenarkan ucapan Rena.

"Loe sih, tau ga Cin," tanya Febi.

Cinta yang sedari tadi fokus pada layar besar di depannya pun menoleh.

"Tau apa yah," ujarnya polos.

"Adduhhh ..." ketiga sahabatnya kompak menepuk dahi.

"Ga usah dilanjut deh, yang paling penting sekarang kita harus merapikan penampilan kita. Siapa tau tuh bos muda kecantol salah satu dari kita," saran Febi, ia pun mulai membuka tasnya dan merapikan penampilannya. Diikuti oleh kedua sahabatnya Rena dan Siska. Sedang Cinta, ia sungguh tak ada niat sama sekali mencari perhatian pada calon bos barunya itu. Ia masih sangat-sangat trauma akan kisah pahitnya dulu.

***

Semua karyawan sudah berkumpul di kubikelnya masing-masing. Berdiri dengan rapi saling berjejeran, menyambut Pimpinan perusahaan yang baru.

Tak tak tak

Terdengar beberapa pasang sepatu yang mulai melangkah ke arah para karyawan yang sudah berbaris rapi, menyambutnya.

Salah satu orang yang berada paling depan pun tersenyum dan matanya berkeliling menatap satu persatu para karyawan yang ada di ruangan itu.

Melangkah sedikit ke depan. Pria tinggi, badan atletis, alis yang tebal, mata berwarna coklat, hidung mancung dan bibir tipis berwarna merah alami. Dengan memakai jas berwarna biru yang pas di tubuhnya, kemeja putih di dalamnya serta celana bahan yang sama dengan jasnya. Tak lupa salah satu kancing kemejanya terbuka, membuat para karyawan wanita menatapnya lapar.

Tapi, beda lagi dengan Cinta. Melihat Pimpinan baru itu, wajahnya menjadi pucat, keringat pun membanjiri tubuhnya, bibirnya bergetar menatap orang yang sedang mengumbar senyum pada orang-orang yang ada di depannya.

Ada apa dengan Cinta, yah?