Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

My Crush is An Idol

🇮🇩detryaaa
--
chs / week
--
NOT RATINGS
6.2k
Views
Synopsis
Pada dasarnya setiap mahluk tidak dapat mengetahui kepada siapa ia jatuh cinta. Mencintai ataupun di cintai sama-sama memiliki arti dan perasaan yang berbeda. Bagi seorang Oh Hana, mencintai adalah sebuah perasaan yang mampu meningkatkan semangat dalam menjalani hidup. sedangkan dicintai merupakan sebuah timbal balik yang menjadi alasan dia untuk tetap hidup. Tapi, tidak bukan cinta namanya jika perjalanan itu lurus tanpa hambatan. Bak roda yang selalu berputar, kisah cinta Hana pun tidak seindah itu. Lee Heeseung, yang begitu ia cintai nyatanya tidak menyadari semua perasaan Hana. Cinta dua anak remaja yang bersarang di ruang lingkup Ranah Hiburan dan harus memilih untuk mengorbankan cita ataupun cinta. Mari kita lihat, akan sejauh mana rasa bertahan dan raga berpijak.
VIEW MORE

Chapter 1 - Crush 1

Oh Hana, gadis yang berasal dari kota bernama Busan itu memiliki cita-cita sebagai seorang Idol. Keinginannya itu berawal dari kegemarannya dalam mengolah vokal dan mendengarkan beberapa jenis musik seperti musik Pop, Hip-hop, rock hingga Jazz. Ia menyukai semua jenis musik yang ada di dunia ini tanpa terkecuali.

Namun dibalik semua itu, keinginannya menjadi seorang Idol bukan semerta-merta ingin mendapatkan popularitas saja. Hana berharap jika suatu saat nanti ia bisa mengangkat derajat keluarganya dan terlepas dari keterpurukannya saat ini, terlebih dalam masalah ekonomi.

Dua bulan lalu saat Hana sedang asik berbincang dengan temannya di salah satu pusat perbelanjaan di kota Busan, ia tidak sengaja melihat iklan di internet yang berisi tentang pengumuman audisi terbuka yang di buat oleh salah satu agensi besar yang ada di sana. Hana terpaku, matanya berbinar, dengan cepat ia membuka alamat email yang tertera di poster iklan itu dan mengirimkan data dirinya untuk mengikuti audisi tersebut.

Hana adalah gadis yang sangat gigih. Selain parasnya yang cantik, tubuh yang tinggi, Hana juga memiliki suara yang bagus dan bakat menari yang cukup baik. Ini yang mendorong dia agar percaya diri dan mau menjadi seorang Idol.

"Ma, Hana berangkat ya." Ucap Hana dari ruang tengah rumahnya.

Tiffany, yang tak lain adalah ibu kandung Hana langsung menampakkan dirinya dari bilik dapur. Ia tersenyum lalu menghampiri anak sematawayangnya.

"Hari ini? Kok rasanya cepet banget ya." Ujar Tiffany dengan nada yang sangat lembut. Ia duduk di samping putrinya dan membelai surai hitam Hana dengan penuh kasih sayang.

"Iya ma, sebenernya audisinya itu besok sore. Tapi aku harus nyari tempat dulu buat nanti aku tinggal. Lagian dari Busan ke Seoul kan lumayan jauh, jadi butuh waktu lama untuk sampai ke sana."

Hana benar, ia harus berangkat sebelum audisi dimulai. Ini dikarenakan rumah yang ia tempati berada jauh dari tempat diadakannya audisi. Hana tinggal di busan sedangkan tempat audisi berada di pusat kota--Seoul.

Hari ini hana berangkat menggunakan kereta bawah tanah. Ini adalah angkutan umum yang menurutnya tidak akan memerlukan banyak waktu untuk sampai di kota seoul. Hana tidak banyak menenteng barang bawaan, hanya tas ransel yang sangat pas dengan punggung kecil miliknya dan slingbag saja.

Setelah sampai di kota Seoul, Hana langsung menghubungi temannya yang nanti juga akan mengikuti audisi bersamanya.

"Halo, lo dimana? Gue udah nyampe nih"

"...."

"Yaudah kirim aja lokasinya, nanti gue kesana duluan. Kuncinya lo taro dimana?"

"....."

"Oh yaudah, gue Otw"

Setelah menyelesaikan panggilan, Hana langsung berangkat menuju alamat yang telah temannya berikan.

Ngomong-omong, sebelumnya Hana belum pernah bertemu dengan temannya itu, Hana kenal dengan dia gara-gara poster audisi yang ada di internet. Waktu itu Hana berkomentar pada postingan tersebut bahwa ia ingin sekali mengikuti audisi tapi ia bingung akan tinggal dimana nantinya. Akhirnya temannya itu membalas komentar Hana dan menawarkan diri untuk mengajak Hana bermalam di tempat tinggalnya untuk sementara.

Jam 16:45 akhrinya Ia sampai di lokasi yang tertera pada alamat itu. Hana kira ia akan tinggal dirumah orangtuanya, nyatanya ia akan tinggal di sebuah kosan yang menurutnya agak terlalu besar jika hanya akan ditempati oleh Dua orang.

"Kata Ahra kunci rumahya ada diatas sana. Tapi ini gue ngambilnya gimana? Mana gak ada kursi lagi." Hana bermonolog sendiri sembari memikirkan cara untuk mengambil kunci rumah yang letaknya ada diatas pintu tersebut.

"Nyari siapa?" Ucap seseorang. Hana yang merasa terpanggilpun menolehkan pandangannya kearah samping-- kosan sebelah.

Hana dibuat takjub oleh orang tersebut. Pasalnya baru kali ini ia melihat manusia yang wajahnya hampir mendekati sempurna. Saking terpesonanya sampai-sampai ia tidak sadar jika orang itu sudah berada di hadapannya.

"Hey!" Seru orang itu melambaikan tangannya di depat wajah Hana.

"Eoh? Mmm... Itu--" Hana mengerjapkan matanya dan mengusap pelan tengkuknya.

"Ini... gue temannya Ahra. Gue mau masuk ke rumah dia tapi pintunya dikunci. Kata Ahra kuncinya ada di Atas sana, tapi gue bingung ngambilnya mau gimana soalnya tempatnya tinggi". Lanjut Hana seraya menunjuk ke arah dimana kuncinya berada.

"Ohh" ucap pria tersebut lalu mulai melangkah mendekati Hana.

Entah perasaan dari mana, Hana merasa jika pria itu mulai mendekati dirinya dan refleks ia pun melangkahkan kakinya untuk menjauh... Selangkah demi selangkah ia memundurkan tubuhnya dengan perasaan was-was, hingga pada langkah ke Enam punggung mulusnya membentur permukaan pintu. Hana diam membeku, pikirannya melayang entah kemana, ia takut dan memeluk tubuhnya yang berada di bawah pandangan pria itu.

"Ini gue ambilin kuncinya. Katanya tadi ketinggian buat lo". Pria tersebut menyodorkan kunci rumahnya kepada Hana.

Mendengar kalimat itu lantas Hana mendongak menatap lekat kedalam manik pria itu, lalu sekian detik setelahnya ia tersadar dan meraih benda yang sedari tadi ia cari.

"Nama gue Heeseung, Lee Heeseung". Pria yang ternyata bernama Heeseung itu menyodorkan tangannya didepan tubuh Hana, berniat untuk mengajaknya berjabat tangan.

"Ah iya. Gue Hana". Ucap Hana seraya meraih jabatan tangan itu.

Heeseung tersenyum kemudian berbalik meninggalkan Hana dengan sejuta perasaan yang menggelitik hatinya.

"Ahra kok gak pernah bilang ada cowok ganteng di tempatnya" lirih Hana setelah berhasil masuk kedalam rumah Ahra. Tanpa Hana sadari, pada saat itu ia tersenyum kecil. Senyum yang disebabkan oleh tetangganya. Lee Heeseung.

***

"Loh, emangnya gue punya tetangga ganteng ya? Perasaan anak komplek sini tuh cewek semua loh, Han". Hari ini Ahra pulang agak malam, dan sekarang ia sedang mendengarkan teman barunya bercerita tentang tadi sore. Mereka sedang berada dikamar Ahra.

Kosan Ahra ini memiliki Dua kamar, jadi Ahra dan Hana bisa pisah kamar, meskipun sewaktu-waktu mereka akan tidur bersama. Seperti malam ini.

"Iya loh Ra, ganteng tau. Mukanya itu kayak campuran manusia + malaikat".

Satu sisi tentang Hana. Dia adalah gadis yang tidak akan segan untuk bercerita bahkan kepada orang yang baru ia kenal sekalipun. Iya, Hana memang Humble orangnya.

"Iya deh iya yang udah ketemu sama cogan. Tapi beneran loh Na, gue belum pernah lihat ada cowok ganteng di sekitaran sini."

"Lo gak percaya sama gue? Gue juga gak bakalan boong kali, Rha. Masa iya yang tadi gue lihat itu setan. Yakali setan wajahnya seganteng itu"

"Eh di film film horor juga setan nya ganteng-ganteng tau. Lo hati hati deh, nanti lo di samperin dia terus di cekik terus di hisap darahnya, habis itu lo di buang ke sungai Han"

"Eh bangsul. Lo nyamain dia sama Vampir?. Vampir jepang mah kalah cakep sama dia, Ra."

Kedua sejoli itu terus memperdebatkan Heeseung, si pria tampan bak malaikat dimata Oh Hana.

"Yaudah yaudahh, mending kita tidur aja yuk, Na. Besok kita harus siap-siap buat audisi. Semoga acaranya lancar" tutur Ahra, guna untuk menyudahi perdebatan diantara mereka.

"Yaudah ayok. Lo udah kepikiran kan mau nampilin apa aja nantinya?". Tanya Ahra.

"Udah dong". Jawab Hana, kemudian bersiap untuk pergi kealam mimpi.

***

Keesokan hari nya Ahra dan Hana bersiap untuk pergi ke tempat audisi, letaknya di pusat kota tidak jauh dari tempat mereka tinggal.

Hana dan Ahra pergi menggunakan sepeda motor, Ahra bilang biar nyampenya cepet dan dapet antrian paling depan. Kalo naik angkutan umum takutnya macet. Ahra gak suka macet, katanya kalo kena macet suka tiba-tiba Unmood. Kalo udah Unmood suka pengen makan banyak. Ahra takut gendut, kalo udah gendut nanti gak bisa jadi 'idol'. Aneh banget kan si Ahra ini?

Setelah menempuh waktu kurang lebih 20 menit akhrinya Hana dan Ahra sampai di lokasi Audisi. Lebih tepatnya di sebuah Mall besar. Hana dan Ahra memasuki mall tersebut dan menuju ke arah Hall Tengah tempat diadakannya audisi. Sebelum melakukan pendaftaran, tiba-tiba Hana langsung lari begitu saja.

"Eh Hana, mau kemana lo?" Teriak Ahra saat mendapati temannya itu lari menjauh dari dirinya.

"Toilet dulu, bentar". Jawab Hana dengan teriakan juga.

"Ini gue nervous apa gimana ya. Bawaannya pengen pipis mulu" monolog hana di depan Washtafle. Hana menatap dirinya sendiri di depan kaca besar dan merapikan sedikit penampilannya.

"Gak ada yang salah kan sama penampilan gue. Takut di bahas nih sama jurinya" sambungnya lagi.

Sungguh, saat ini perasaan dirinya campur aduk tak karuan. Rasanya kayak ada sesuatu yang ia tahan tapi ngga bisa ia keluarkan. Semacam kayak Naber gitu -_-

"Udah ah, mending langsung nyamperin Ahra aja, takutnya dia nungguin gue".

Seusai bermonolog ia memutuskan untuk keluar dari toilet itu. Di tengah perjalanan ia sempat membenarkan posisi Belt yang ia pakai. Karena posisi jalannya sambil menunduk, ia tidak sadar jika di ambang pintu ada sesuatu yang menghalanginya dan ...

"Awww" Hana mengaduh kecil. Pasalnya dahinya terasa sakit. Tapi bukan sakit karna kejedot tembok. Bentar-- kalo bukan tembok, lalu apaan dong yang barusan Hana tabrak?.

Hana menatap kearah depan, matanya terbelalak dan seketika ia menutup mulutnya dengan tangan. Bagaimana tidak, sekarang di depannya terpampang dada bidang seorang pria yang hanya mengenakan Kaos putih saja. Sontak tanpa pikir panjang ia membungkukkan tubuhnya tanpa memperdulikan siapa orang yang barusan ia tabrak.

"Ah maaf, saya gak sengaja". Ucap Hana sembari membungkuk 90 derajat. Ia malu, malu sekali ia tidak mau menatap wajah pria itu karena Hana pikir setelah ini pria itu akan mengomel pada dirinya.

"Lo ngapain nunduk-nunduk?"