Chereads / AIR MATA PENGABDIAN SEORANG ISTRI / Chapter 24 - DIUNDANG MAKAN MALAM

Chapter 24 - DIUNDANG MAKAN MALAM

Apa maksud Anti? Kenapa dia meminta putranya untuk ditemani oleh wanita asing itu? Jaya begitu syok mendengarnya. Sepertinya Anti tengah merencanakan sesuatu.

Calisa mengulurkan tangannya tepat di hadapan Jaya, sebagai kode bahwa wanita itu ingin berkenalan. Karena tak enak jika ditolak, akhirnya Jaya menerima jabat tangan tersebut. Kedua sudut bibirnya membentuk huruf U. Calisa begitu terpesona dengan ketampanan Jaya.

"Senang berkenalan denganmu," ujar Calisa mesem-mesem.

"Ma, aku ingin bicara."

Jaya hanya tersenyum tipis sebagai bentuk respon terhadap Calisa. Selanjutnya ia menuntut Anti untuk beranjak ke beranda rumah.

"Ada apa, Jaya?" tanya Anti.

"Apa maksud Mama membawa perempuan itu ke rumah ini?" ketus Jaya. Ia kesal dengan tingkah Mamanya sendiri.

"Jaya, kau tahu istrimu itu sudah tidak berfungsi, kan? Jadi, Mama berusaha untuk mencarikan penggantinya,"

"Apa?" Jaya terlonjak kaget. "Aku sudah punya istri, Ma. Aku mencintai Rubi. Mustahil aku berpaling," lanjutnya, kemudian membuang muka.

"Rubi itu tidak sebanding dengan Calisa. Lihatlah! Calisa begitu cantik dan sederajat dengan kita,"

"Terserah Mama saja. Intinya, aku tidak menyukai perempuan itu."

Jaya kembali masuk ke dalam rumahnya dan menemui Calisa. Ia berpamitan guna pulang ke rumah.

"Calisa, aku pulang duluan, ya. Kasihan istriku sudah menunggu di rumah." Sengaja Jaya mengucapkan kata "istri" agar Calisa paham bahwa Jaya bukanlah seorang single man.

"Hati-hati di jalan, Jaya," seru Calisa. Ia turut serta mengantar Jaya ke beranda rumah.

"Calisa, bagaimana anak Tante?" tanya Anti seberes kepergian Jaya.

"Tampan sekali, Tante. Baru pandangan pertama, tapi aku sudah menyukainya." Calisa memejamkan mata seraya menggigit bibir bawahnya. Ia masih terngiang-ngiang paras elok Jaya.

"Bagus! Ingat, Calisa. Kita harus bisa memisahkan Jaya dari istri kampungannya itu. Tante berharap kau mampu merebut perhatian Jaya,"

Rupanya Anti dan Calisa memang sudah membuat kesepakatan bersama. Calisa tahu jika Jaya memiliki istri. Namun, dia tidak peduli. Calisa berharap semoga Jaya dapat membuka hati untuknya. Calisa akan melakukan segala cara guna mendapatkan pria tersebut.

"Pasti, Tante," balas Calisa manggut-manggut.

Malam hari saat hendak tidur, Jaya menyempatkan diri untuk membaca pesan di ponselnya. Alangkah terkejutnya Jaya ketika melihat deretan nomor asing di sana.

"Siapa ini?" batinnya.

Keterkejutan Jaya semakin meledak tatkala sebuah kalimat romantis nangkring di sana. Jaya spontan kesal dengan Anti. Pasti Mamanyalah yang sudah memberikan nomornya pada sosok yang ia temui sore tadi.

"Selamat malam, Jaya. Semoga tidurmu nyenyak, ya. Kuharap kita bisa bertemu lagi di lain waktu. Calisa."

Begtiulah pesan yang dikirim Calisa pada Jaya. Ia membanting ponselnya di nakas.

"Mas, ada apa?" tanya Rubi yang heran melihat tingkah suaminya.

"Eh, tidak ada apa-apa. Sudahlah, ayo tidur!" Tak ingin memperpanjang masalah, Jaya langsung merengkuh tubuh Rubi. Jangan sampai istrinya tahu kalau Anti telah mencarikan Jaya pasangan lain.

***

"Jaya, ke rumah Mama sore ini, ya. Kita akan makan malam bersama." Anti berbicara lewat telepon.

"Tumben sekali,"

"Bawa istrimu juga, ya,"

Anti menghubungi Jaya saat jam makan siang tiba. Sepasang alisnya saling tertaut ketika Anti meminta Rubi turut hadir di sana. Jaya tahu betapa bencinya Anti terhadap Rubi. Kenapa sekarang dia malah menginginkan Rubi untuk datang ke sana?

"Bukannya Papa sedang ke luar kota?"

"Tidak masalah, Sayang. Ya, sudah. Pokoknya kau harus datang bersama Rubi, ya,"

"Iya, Ma,"

Semua terasa janggal. Namun, Jaya tak ingin ambil pusing ataupun suuzon pada Mamanya sendiri. Dengan senang hati Jaya pasti membawa Rubi ke kediaman Mamanya. Bagi Jaya, ini merupakan momen langka.

Sesampainya di rumah pada sore hari, Jaya langsung menemui Rubi yang baru saja selesai mandi. Tak lupa ia mengecup singkat dahi istrinya itu.

"Sayang, bersiaplah! Hari ini kita akan pergi ke rumah Mama," serunya.

"Ada apa, Mas?"

"Mama mengundang kita makan malam,"

"Aku diundang juga?" Rubi kebingungan.

"Iya. Bersiap, ya!"

Rubi menimbang-nimbang sesuatu. Sepertinya begitu mustahil jika Anti memintanya untuk datang ke sana. Namun mengingat Jaya juga berhadir, maka tak ada alasan bagi Rubi intuk menolak. Jika terjadi sesuatu, pasti Jaya akan melindunginya. Anti dan Melani mustahil berani macam-macam.

Rubi mengenakan dress bewarna hitam. Ia kelihatan begitu anggun dan elegan.

"Sayang, akhir-akhir ini kau tidak pernah menggunakan pakaian peninggalan Bundamu," ucap Jaya. Pria itu kerap memerhatikan, jika Rubi selalu menggunakan pakaian pemberiannya.

Rubi terhenyak. Hingga sampai saat ini, Jaya tidak tahu jika baju-baju itu telah dibakar oleh Anti dan Melani.

"Mas kan sudah membelikan aku pakaian. Sudah sepantasnya aku menghargai." Rubi memaksakan senyumnya.

Keduanya berangkat ke rumah Anti. Mereka langsung disambut dengan hangat setibanya di sana.

"Hei, kalian sudah sampai? Ayo, duduk!" ujar Anti sambil membentangkan tangan.

Semuanya sudah berkumpul di ruang tamu. Hanya saja, Hardi tak ada di sana.

"Sebentar, ya. Ada satu orang lagi,"

"Siapa, Ma?" Jaya dan Rubi saling bertanya-tanya.

"Nah, itu dia." Melani bangkit dari duduknya tatkala seorang wanita bertubuh jenjang menyapa mereka di ambang pintu.

"Hai, Calisa. Kau sudah datang, Sayang?"

Anti tergopoh-gopoh berlari ke depan sana guna menyambut tamu mereka. Ia mencium kedua pipi Calisa. Memperlakukan wanita itu penuh kehangatan.

Mata Jaya mencelos. Ternyata ini yang membuat Anti mengundang dirinya dan juga Rubi. Diliriknya paras Rubi yang tak menampilkan ekspresi apa-apa. Jaya iba. Pasti sebentar lagi Rubi akan merasakan cemburu berat.

"Kak Calisa semakin cantik saja," kata Melani. Ia pun ikut memeluk Calisa.

Rubi mulai bertanya-tanya. Apakah perempuan bernama Calisa itu merupakan keluarga mereka? Rubi belum pernah menemui Calisa sebelumnya.

"Hai, Jaya. Apa kabar?" Kini, Calisa mendaratkan bokongnya di sebelah Jaya.

Jaya sedikit bergeser sehingga membuat Rubi merasa sempit. Mereka bertiga berada di atas sofa yang sama.

"Baik," balas Jaya cuek. Ia tak ingin melukai hati Rubi.

"Itu istrimu?" Telunjuk Calisa mengarah pada Rubi.

Rubi tersenyum tipis menaggapi pertanyaan Calisa.

"Aku Calisa. Teman baru Jaya,"

"Rubi,"

Kedua wanita tersebut saling berjabat tangan. Calisa sempat menyebutkan bahwa dirinya adalah teman baru Jaya. Rubi mengambil kesimpulan bahwa Jaya telah menyembunyikan sesuatu darinya. Jaya berkenalan dengan seorang wanita dan dia tidak merahasiakan hal itu dari Rubi. Dada Rubi spontan sebah dan telinganya memanas.

"Ya, sudah. Yang perempuan bantu memasak dulu, ya,"

Anti bangkit dari duduknya. Ia membiarkan Melani, Calisa dan Rubi mengekor di belakang.

Keempatnya memulai acara masak memasak. Rubi merasa sendiri karena sejak tadi tidak ada yang mengajaknya bebicara dan hanya syur-syur sendiri saja. Rubi jadi melamun. Sampai-sampai dia tidak sadar jika tangannya terisis pisau.

"Awww!" teriak Rubi. Buru-buru ia mengulum jari telunjuknya di dalam mulut.

***

Bersambung