Bab 28.
Selesai sarapan, eehh, si Rey baru nongol aja di ruang makan. Langsung aku berikan piring berisi nasi putih ke tangannya, tinggal dia pilih sendiri lauk yang di inginkannya. Nah, sekarang giliran beby Za yang sarapan. Aku ambil si beby dari gendongan Melly, lalu memintanya untuk bawakan sarapan beby Za ke ruang tamu.
Si gemoy kelihatannya sudah lapar dari tadi mulutnya mengoceh terus.
"Ndaa ... mam, mam!" ucapnya.
"Iya, Sayang! Tuh sarapannya datang!" sahutku.
Wajahnya langsung sumringah, melihat Melly membawakan semangkok nasi komplit dengan lauk serta air putih hangat untuknya. Aku ajarkan berdoa sebelum makan, lalu beby Za mengikuti dengan celotehannya yang tak jelas itu.
Hmm ... sungguh menggemaskan.
Setengah jam kemudian, sarapan di mangkuk sudah ludes di santap oleh beby mungilku ini. Aku tak ijinkan dia makan sambil jalan-jalan, takut jadi kebiasaan. Kalau tidak di dapur ya, di ruang tamu sambil menonton tivi seperti sekarang ini. Aku putar film kartun kesayangannya, si botak kembar itu. Dia langsung tenang, tak rewel lagi.
Dulu aku kira bakal repot mengurus bayi tanpa bantuan Mama atau beby sitter, ternyata begitu di jalani dengan ikhlas tanpa mengeluh, Allah berikan kesabaran yang lebih untukku. Apalagi ada titipan dua anak sambung, rasa sempurna sudah hidupku.
Tapi ya gitu, kadang ada saja konflik dan kerikil kecil dalam rumah tangga yang membuat aku dan Mas Harry sering selisih paham. Ada mantan istrinya yang masih sering mengusik dan julid terhadap aku. Salah dia juga, kenapa dulu tak bisa jadi istri dan ibu yang baik untuk mereka.
Aku juga sering cemburu melihat Mbak Arini datang ke rumah untuk menjemput Rey dan Mona, terus bicara berdua dengan Mas Harry masalah anaknya. Tapi itu semua hanya ku simpan dalam hati saja. Sudah resiko aku bersuamikan duda punya anak yang pisah karena bercerai, ucapku di hati.
"Ndaa ... ndonggg!" beby Za buyarkan lamunanku. Ia minta di gendong, sudah bosan duduk di kursi beby walkernya.
"Iya, Sayang, yuk gendong!" ucapku sambil mengeluarkannya dari kursi. Lalu ke dapur membawa piring dan minuman yang sudah kosong.
*******
Dari teras ku dengar suara anggota keluarga sedang membahas rencana selanjutnya. Setelah mencuci tangan, sambil menggendong beby Za, aku bergabung bersama mereka. Ketika keluar pintu, ku lirik ke villa sebelah. Di sana ada tukang kebun sedang membersihkan taman sambil menyapu sesekali ia mengintip ke villa kami.
Kebetulan Melly keluar, membawa camilan untuk kami. Aku beritahu ke dia, kalau tukang kebun sebelah rumah itu, sikapnya mencurigakan. Seperti ngintip dan menguping pembicaraan kami. Melly langsung menoleh ke orang yang ku sebut, tapi beliau pura-pura sibuk menyapu dan menutup wajahnya dengan topi lebar.
"Bu, sepertinya villa sebelah punya Pak Angga juga! Kemarin saya dengar, mereka liburan ke sini juga!" imbuh Melly.
"Hmm ... gak mau kalah mereka, ya!" sindirku.
"Ya, gitu deh! Saya permisi ke dapur dulu, ya, Bu!" sahut Melly.
Aku duduk di sebelah Mama, lalu beby Za sudah berpindah tangan aja ke omanya. Biasanya kalau sudah mandi inginnya di bawa jalan-jalan. Kebetulan sekali, kami mau piknik ke air terjun yang terkenal di daerah sini. Tunggu Pak Angga datang, ia akan menjadi pemandu jalan. Tapi kok aneh ya, mengapa dari semalam Bu Arini gak kelihatan.
Kalau benar mereka liburan juga, kenapa Pak Angga gak ada di villanya. Kata Mas Harry, ia sedang keluar ada keperluan. Tak mungkin ia ada di villa sebelah, tapi gak jumpai anaknya di sini. Tapi sudahlah ngapain di pikirkan juga.
Aku pun bergegas masuk ke dalam rumah, untuk persiapkan keperluan beby Za. Sebentar lagi kami akan piknik, untuk rileks hati dan pikiran. Aku perintahkan Melly dan Mbok Nah persiapkan bekal untuk di bawa ke sana. Rey dan Mona aku suruh bawa baju ganti, siapa tau mereka nanti ingin berenang di air terjun.
Setengah jam kemudian, kami sudah di perjalanan menuju tempat wisata itu. Mas Harry memutuskan untuk lihat aplikasi map goegle aja, karena menunggu Pak Angga sepertinya kelamaan. Tadi sudah kirim pesan ke beliau, bahwa kami akan lanjutkan perjalanan aja.
Sepanjang perjalanan, kami di suguhkan pemandangan yang asri dan sejuk. Pohon pinus berjejer seolah saling berkejaran mengikuti laju mobil. Semakin mendekati lokasi wisata, udara makin sejuk. Beby Za dari tadi tertidur di pangkuan omanya alias mamaku. Tau aja beliau kalau aku suka mabuk darat. Jadi Beby Za sengaja di pangku olehnya.
********
Hampir satu jam perjalanan, akhirnya kami sampai juga di lokasi wisata air terjun. Mobil sudah masuk di kawasan parkir, kami pun turun satu per satu menuju pondok yang di sediakan. Sebenarnya menuju air terjun itu harus jalan kaki lagi selama lima belas menit. Makanya kami istirahat sejenak di pondok untuk memulihkan stamina.
Setelah di rasa cukup fit, kami lanjutkan lagi untuk berjalan menuju lokasi air terjun. Beby Za yang semula tenang, tiba-tiba berubah jadi rewel. Aku pun jadi bingung, Mama coba gantian untuk menggendongnya. Oh-mungkin pempersnya sudah penuh, pikirku. Nanti sampai di lokasi akan ku periksa.
Tak lama terdengar gemericik air, yang berarti lokasi air terjun sudah dekat dari tempat kami berada. Nampak banyak pengunjung sedang berswafoto dan mandi di bawah air yang tercurah dari atas itu. Mas Harry mencari tempat untuk bersantai, sepertinya lumayan penuh ini. Maklum lah week end ramai pengunjung.
Dari kejauhan datang seorang lelaki paruh baya, ia mendekati Mas Harry sambil berkata.
"Mas mau cari pondok, ya?"
"Iya," sahut Mas Harry.
"Saya sarankan jangan terlalu dekat cari pondoknya dari lokasi air terjun!" katanya.
"Loh, kenapa Pak?" tanya Mas Harry.
"Karena air terjun itu sering meluap!" jawab si Bapak.
Aku yang mendengar penjelasannya langsung bergidik ngeri. Memandang ke atas air terjun yang tinggi, dengan air yang tercurah deras, mungkin saja benar yang di bilang si Bapak tadi. Kami yang berdiri di lokasi ini, langsung terdiam, niat hati ingin berswafoto hilang seketika.
Hmm ... apa mungkin beby Za punya firasat itu, hanya tak bisa ungkapkan saja. Setelah berunding dengan orangtua dan mertuaku, kami pun hanya sebentar saja melihat air terjun itu. Syukurnya Melly dan Mbok Nah tak membawa turun bekal yang di bawa dari rumah tadi. Jadi tak perlu payah kalau harus balik lagi ke pondok semula.
Tiba-tiba dari atas air terjun terdengar suara gemuruh, seperti pesawat terbang hendak mendarat. Dari jauh kami lihat air terjun tersebut berubah keruh. Mas Harry langsung mengajak kami segera menjauh dari lokasi tersebut. Dengan langkah tergesa-gesa, kaki yang tadinya lelah, berubah kuat untuk berlari.
Beby Za langsung di gendong oleh papanya. Aku pegang kuat tangan Mas Harry sambil terus berlari. Kedua orangtuaku serta anak-anak sudah lebih dulu berlari di depan kami. Melly dan Mbok Nah nampaknya kelelahan, aku teriakkan terus agar jangan berhenti. Karena dari jauh mobil sudah kelihatan.
Dengan sigapnya Mas Harry dan mertua mengambil kunci mobil, lalu menyalakan mesinnya. Beby Za langsung ku dekap, Pintu mobil sudah terbuka kami langsung naik. Mobil mertuaku sudah lebih dulu keluar dari parkiran. Dari jauh kelihatan banyak pengunjung berlarian, tak perlu menunggu lagi, mobil langsung pergi meninggalkan lokasi air terjun tersebut.
Syukurnya mobil di parkirkan paling ujung, dekat dengan pintu masuk, jadi tak susah untuk keluar lagi. Masih dengan hati cemas, aku menoleh ke belakang. Tempat yang kami pijak tadi sudah di penuhi genangan air, padahal tadi kering dan sepi. Pengunjung lebih banyak duduk di dekat air terjun. Dan dari jauh ku lihat berubah ramai seperti pasar.
Semuanya sibuk mengeluarkan kendaraan, sesegera mungkin menjauh dari lokasi tersebut. Benar juga yang di katakan si Bapak tadi. Tapi herannya datang dari mana lelaki paruh baya itu. Karena selesai bicara dengan Mas Harry, ia langsung pergi terus tak kelihatan lagi.
Bersambung ....