Bab 29.
Sepanjang jalan keluar dari daerah air terjun yang kami lalui, banyak sepeda motor hilir mudik. Padahal tadi sepi tak terlalu banyak kendaraan yang berlalu lalang. Aku menoleh ke belakang, kok jalan nampak macat ya. Banyak orang berkerumunan di ujung jalan sana. Mas Harry mempercepat laju mobilnya. Ternyata ia melihat juga dari kaca spion luar, situasi di ujung pintu masuk tadi.
Kami yang berada di dalam mobil, masih sedikit takut mengingat kejadian tadi. Jalan aspal pun mulai di genangi air, ini membuat kami semakin cemas, ini seperti yang di bilang si Bapak tadi, bahwa air terjun sering meluap. Air yang tergenang semakin banyak.
Mas Harry melajukan mobil secara hati-hati. Ada mobil tepat di belakang kami, sepertinya hampir mogok, karena suara mesinnya mulai tersendat-sendat. Mobilnya lalu menepi, sementara air mulai sampai batas ban mobilnya. Tanpa menunggu lagi, Mas Harry berteriak pada supirnya untuk segera menjauh dari lokasi tersebut.
Suara stater mobil terdengar lagi, kali ini mulai kuat. Dan dengan sekali gas mobil itu pun bisa melaju lagi. Kami pun ikut menarik nafas lega. Mobil sampai di perbatasan masuk air terjun tadi, begitu menoleh kebelakang, jalanan tadi sudah seperti kolam. Banyak air tergenang di tengah jalan menuju air terjun tersebut.
Aku dan Mas Harry saling berpandangan, ia menggenggam tanganku sambil berucap. "Allah masih sayang sama keluarga kita, Mey! Mungkin kalau tak jumpa dengan si Bapak tadi, entah apa yang terjadi!" ucapnya lirih. Semua yang berada di mobil menarik nafas lega. Mobil sudah keluar dari kawasan air terjun itu. Sekarang menuju jalan kota.
Yang bingungnya setelah dari air terjun tak tau mau menuju kemana lagi. Sedang mobil mertua ada di depan kami. Mas Harry menambah kecepatan mobilnya untuk menyusul mereka. Ia gunakan earphone untuk menelfon papanya. Telfon tersambung, Mas Harry bertanya ke mereka, hendak ke mana sesudah ini.
********
Setelah sepakat, akhirnya kami lanjutkan perjalanan menuju taman kota, masih daerah puncak juga. Begitu lirik arloji di tangan, rupanya sudah tengah hari. Pantasan perut minta di isi. Beby Za yang dari tadi tertidur, sudah bangun aja karena pempersnya penuh. Efek cuaca dingin, mungkin buang air terus jadinya.
Sebentar lagi mobil memasuki kawasan taman kota, aku pun ingin buang air juga. Dari tadi menahankannya, karena tadi di liputi rasa cemas tak terasa, begitu sudah tenang barulah rasa sesak lagi. Mas Harry melajukan mobil dengan kecepatan sedang, sekarang sudah masuk ke taman kota. Aku minta berhenti di SPBU dulu, karena ingin menumpang toiletnya.
Mobil pun berhenti, kami semua turun untuk melepas penat. Yang wanitanya langsung masuk ke toilet, biasalah untuk buang air. Sekalian aku gantikan popok pempers beby Za. Selesai mengisi bensin Mas Harry bertanya pada penjaga SPBU, arah ke taman kota memang sudah dekat dari lokasi ini. Si penjaga mengiyakan. Malah bertanya asal kami dari mana.
Mas Harry menjelaskan asal kota kami dan tadi sempat ke air terjun yang terkenal itu. Si penjaga tadi langsung menunjukkan hapenya dan terlihat sebuah video viral tentang berita terkini tentang lokasi air terjun yang sudah meluap, penuh lumpur.
Pondok dan tempat selfi yang indah tadi sudah hancur di terjang air bah yang datang tiba-tiba. Aku yang berdiri.di sebelah Mas Harry langsung menyalakan hape lalu membuka aplikasi warna merah
Baru saja ingin melihat berita itu, Mas Harry langsung mengajakku kembali masuk ke dalam mobil sambil ucapkan terima kasih ke penjaga SPBU tadi.
Nampak Mas Harry menarik nafas kasar, lalu menggenggam tanganku. Matanya langsung berkaca-kaca sambil berkata.
"Alhamdulillah ... keluarga kita masih terselamat dari musibah air bah di air terjun tadi," ucapnya lirih.
"Pa, Ma! Air terjun tadi meluapkan di sapu air bah?" Rey menunjukan video viral itu.
"Iya-Nak!" sahutku.
"Papa gak tau apa yang terjadi, bila kita tak segera lari dari lokasi itu!" Mas Harry mengusap wajahnya kasar.
Aku dan seisi mobil masih syok, bergidik ngeri. Hanya bisa terdiam sambil terus berucap syukur. Mobil mertuaku sudah mulai bergerak menuju taman kota. Mas Harry langsung menyalakan mobil dan mengikut di belakangnya. Aku ingatkan kejadian tadi dengan mimpi burukku tadi malam. Sepertinya itu pertanda, tapi ceritanya sedikit berbeda.
*******
Ahh, sudahlah! Aku tak mau mengingat mimpi itu, menurutku cukup menguras tenaga dan air mata. Mimpi yang seolah nyata di tengah villa yang asing. Tak terasa mobil sudah memasuki kawasan taman kota. Wihh, ramai pengunjung karena week end.
Kalau di sini di jamin aman dari musibah. Karena hanya taman yang di penuhi rerumputan hijau. Serta ada permainan anaknya juga. Mas Harry tersenyum padaku, Ia melihat wajahku sudah tak cemas lagi. Mobil di parkir kan dekat pintu masuk, karena di dalam sudah penuh.
Mobil mertua sudah lebih dulu masuk ke parkiran. Papa mengendarainya lumayan kencang. Efek kejadian tadi, inginnya segera menjauh dari lokasi air terjun itu. Dan kini kami sudah berada di daerah kota. Di tempat yang kering tak ada air yang membasahi taman. Hanya di penuhi tempat permainan anak.
Kami memilih duduk di taman yang mengarah ke ayunan dan perosotan. Tikar di dalam bagasi di keluarkan oleh Mas Harry. Langsung di bentangkan agar bisa beristirahat sejenak kemudian makan siang bersama. Beby Za tertidur lagi di pangkuanku. Memandang raut wajahnya, hatiku terenyuh. Betapa sayangnya dengan beby mungil ini.
Syukurnya tadi di air terjun, Mas Harry dengan sigap meraih tanganku lalu menggendong anakku. Tangan kami saling menggenggam tak lepas sedikit pun hingga menjauh dari lokasi tersebut. Aku yang kebingungan, hampir menangis karena ketakutan.
Rey dan Mona memberi semangat, agar aku terus berlari hingga sejajar dengan mereka. Sungguh terharu saat mereka meraih tanganku hingga membimbing untuk masuk ke mobil. Sudah kelihatan kalau anak di besarkan dengan kasih sayang, tanpa di minta dan di paksa mereka membalasnya dengan tulus.
Aihh, tak terasa mata ini mulai menghangat. Buliran halus di sudut mata perlahan keluar tanpa bisa di bendung. Orangtua dan mertuaku sudah tau tentang kejadian tadi. Mereka sedang membahasnya. Mas Harry mendekat ke arahku dan berkata.
"Mey ... jangan takut dan sedih lagi! Kita semua sudah aman di sini!" Mas Harry mengusap lembut rambutku sambil merebahkan kepala ini di dadanya.
"Mey ... kita makan yuk! Tak usah pikirkan lagi kejadian tadi. Lebih baik makan bersama biar hilang lelah hati. Setelah itu kita bawa Beby Za bermain di sana!" bujuk Mama Mentari, mertuaku.
"Iya ... Ma!" sahutku.
Aku pindahkan Beby Za ke atas tikar yang sudah beralaskan tilam box. Biarlah ia tidur, agar bangun nanti tak cengeng saat bermain, karena tidurnya sudah puas.
Aku ikut menyusun menu makanan di atas tikar. Semua hidangan sudah tersusun rapi tinggal menyantap saja. Kami pun langsung makan bersama dengan penuh kehangatan.
Bersambung ....