Bab 26
Beby Zahrana sedang bermain dengan Melly. Bayi mungilku lagi anteng, makanya aku bisa beberes semua keperluan untuk di bawa nanti. Aku menyusul Mas Harry ke luar halaman, begitu membuka pintu, ku lihat mobil Pak Angga baru saja pergi. Mas Harry masuk kembali dengan wajah setengah di tekuk.
"Mereka bilang apa, Mas?" tanyaku penasaran.
"Hmm ... sudah ku tebak, semua ulahnya Arini, sengaja hendak mengacaukan rencana keluarga kita," jawabnya.
"Tadi Angga minta maaf, atas kelakuan Arini."
"Ohh-gitu," sahutku.
"Siang tadi anak-anak di jemput Arini, terus Mbok Nah menjelaskan kalau entar malam kita hendak pergi berlibur, kumat julid si Arini." Mas Harry menghela nafasnya.
"Nah, karena Arini tak juga mengantar mereka pulang, Mona minta Angga yang mengantarkan, ia memberitahu kalau kita akan berangkat malam ini. Sementara Arini sengaja menahan mereka sampai malam di sana," jelas Mas Harry panjang lebar.
"Ya-sudah, kita siap-siap, yuk!" ajakku.
Begitu melihat mereka bertiga sudah duduk di ruang tamu, Mas Harry memberi peringatan keras pada Mbok Nah.
"Lain kali kalau datang lagi Arini ke rumah ini untuk membawa anak-anak, harus seizin saya atau Meysa ya, Mbok!"
"I-iya, Pak Boss," sahut Mbok Nah dengan wajah bersalahnya.
"Sayang, coba telfon keluarga kamu, mereka sudah gerak atau belum!" pinta Mas Harry.
"Sebentar, Mas!" Aku meraih hape lalu menelfon Mama.
Ternyata mereka sudah masuk komplek perumahan sebentar lagi sampai. Sedangkan mertuaku sedang di jalan singgah sebentar untuk pompa ban, takut bocor karena sudah kempes. Kami akan berangkat dengan dua mobil, mertua tetap menggunakan mobilnya. Sedangkan keluargaku ikut dengan mobil kami, mobilnya Mas Harry. Karena orangtuaku hanya mengendarai sepeda motor, mereka berbonceng tiga dengan Kiki, adikku.
********
Bismillah ... kami berangkat tepat pukul sembilan malam. Rumahku di jaga oleh security, Pak Dirman dan supirku, Pak Surya.
Beby Zahrana sudah tertidur di pangkuanku, ia sudah kenyang menyusu sedari tadi. Para orangtua berada di satu mobil, yaitu mobil Pak Angkasa, kepunyaan sang mertua. Aku duduk di kursi barisan kedua bersama Melly dan Mona, sedangkan Kiki duduk di depan bersama Mas Harry. Mbok Nah duduk di kursi belakang bersama Rey.
"Oh-iya, Ki, tadi berbonceng tiga apa gak sempit di atas sepeda motor?" tanya Mas Harry.
"Sempitlah, Mas! Cuma hati aja yang lapang," jawabnya berkelakar.
"Habisnya bingung, harusnya kita jemput aja tadi kalian ke rumah, ya!" ucap Mas Harry sambil garuk-garuk kepala.
"Iya-ya, gak kepikiran lagi kesitu, gegara sore tadi begitu sampe rumah, Mbok Nah dan anak-anak menghilang," sahutku dari jok belakang.
Udara dingin mulai terasa menusuk kulit ketika Mas Harry membuka kaca mobil saat membeli camilan di simpang lampu merah. Ada seorang anak kecil sedang menawarkan dagangannya di dalam plastik. Mas Harry memborong lima bungkus camilan rempeyek udang. Dan memberikan selembar uang kertas berwarna merah. Anak kecil itu menggelengkan kepala karena tak punya kembaliannya.
Mas Harry memberikan uang itu tanpa meminta kembalian lagi. Dengan senyum sumringah, sang anak berulangkali mengucapkan terima kasih dan berlalu dari pandangan. Mobil melanjutkan perjalanan kembali, menempuh dua jam lagi perjalanan. Total kurang lebih empat jam kalau jalan tak macat, baru sampai di villa keluarga.
Sudah pukul dua belas malam, mata mulai terserang kantuk berat, alunan musik dari cd mobil mulai sayup terdengar. Bayi mungil ini sudah dari tadi tidur di pangkuanku. Berulangkali mengerjapkan mata, namun mata semakin perih dan aku pun tertidur dengan pulas karena kelelahan.
*******
Setengah sadar terasa tubuhku di guncang oleh seseorang, susah payah membuka mata. Terdengar suara jangkrik malam menggema di sekeliling mobil yang sudah berhenti ini. Begitu melihat ke kiri-kanan, tinggal aku dan beby Zahrana di dalam mobil. Aku terkesiap sambil mengucek mata. Sebuah senyuman seringai menatapku tajam.
"Mas Harry ...," ucapku.
"Hmm ... Ayo ikut aku!" tanganku di tarik paksa, bayi mungil ini ku gendong dengan erat. Susah payah aku berjalan karena masih menahan kantuk.
"Kita mau kemana, Mas?" tanyaku ketakutan. Cuaca dingin menusuk ke tulang, tetapi Mas Harry diam saja, ia semakin mencengkram tanganku dengan kuat.
Aku berjalan terseok-seok di antara rerumputan, dan tiba-tiba aku terjatuh karena kaki tersangkut ranting pohon. Bayi mungilku terlepas dari gendongan, dan ia terbangun dan menangis ketika melihat suasana gelap gulita yang sangat mencekam. Aku berteriak sekencangnya memanggil nama bayiku, "Zahranaaaaa ..."
Seketika tubuhku lemas dan oleng tak sadarkan diri.
Aroma minyak kayu putih menusuk ke hidung, kesadaranku mulai pulih, susah payah aku membuka mata dan gerakkan tubuh ini, tapi terasa berat, mata masih terasa kabur. Samar-samar ku lihat, banyak orang mengelilingiku. Kepala masih terasa pusing, ketika mengingat kejadian yang baru terjadi.
"Sayang ... kamu sudah bangun?" suara Mas Harry mengagetkan aku. Ia berdiri di samping mobil, yang terbuka pintunya.
"Eh-oh ..." aku ketakutan melihat sekeliling yang gelap gulita.
"Kita sudah sampai," ucap Mas Harry sambil mengusap rambutku.
Aku mengerjapkan mata sekali lagi, alhamdulillah ... ternyata tadi aku hanya bermimpi. Tetapi kejadian itu seolah nyata. Ku lihat mobil mertua baru sampai, berhenti tepat di samping mobil Mas Harry. Sedang kan Melly masih duduk di sampingku sambil memangku Zahrana yang masih tertidur pulas. Kiki membuka bagasi mobil dan menurunkan semua barang bawaan kami.
"Bu Meysa tidurnya pulas sekali, seperti orang pingsan," celetuk Melly.
"Apa iya?" tanyaku ragu. Sepertinya tadi, memang pingsanlah, ucapku di hati.
"Ya-sudah, ayo kita masuk! Villanya sudah di depan mata nih," ajak Mas Harry sambil merengkuh bahuku lalu berjalan menuju villa.
Tubuh masih terasa lemas, aku butuh asupan untuk mengembalikan tubuh yang lemas ini. Mas Harry membimbingku sampai masuk ke dalam villa dan duduk di sofa kursi tamunya.
"Aku tinggal sebentar ya, mau bicara dengan penjaga villa dulu," jelas Mas Harry, aku menganggukkan kepala.
Mama dan papaku masuk, melihat aku yang terkulai lemas di kursi tamu, mereka heran dan bertanya.
"Kok wajah kamu pucat, Mey?" wajah Mama terlihat khawatir.
"Mey tadi tertidur dan bermimpi buruk tapi seolah nyata," jawabku.
"Mungkin kamu kelelahan itu," sahut Papaku.
"Iya, mungkin juga," aku bergumam.
"Mama-Papa ke kamar dulu, ya! Masukkan barang bawaan ini," ucap mereka, aku menganggukkan kepala.
*******
Villa ini terdiri dari lima kamar, dua kamar di lantai bawah beserta ruang tamu, dan kamar mandi di samping dapur. Tiga kamar lagi di lantai atas, kamar mandi dan sebuah balkon untuk bersantai. Aku memilih menghuni kamar di lantai bawah, dan mertuaku di kamar sebelah. Sedangkan orangtuaku dan Kiki menempati satu kamar di lantai atas dan satu lagi di tempati oleh Mbok Nah, Melly dan dua anak Mas Harry.
Di kamarku tersedia dispenser, aku langsung mengambil gelas di dapur, ingin menyeduh dua gelas teh untuk menghangatkan tubuh. Di ruang dapur juga tersedia alat untuk memasak dan sebuah kulkas ukuran kecil. Begitu ku buka, kulkas sudah terisi sayuran yang kami bawa tadi. Cepat juga kerja Mbok Nah dan Melly, mereka langsung inisiatif memasukkan barang belanjaan yang ku beli tadi sore, pikirku.
Aku keluarkan dua buah kantong teh seduh dan memasukkan dua sendok gula di dua gelas yang ku ambil barusan. Lalu aku menuju kamar untuk menyeduh teh hangat. Pintu ku buka, terlihat Mas Harry sedang merebahkan tubuhnya, melepas penat.
Aroma bunga melati menyeruak dari teh yang baru ku seduh, mulai membuat pikiran rilek ini.
"Minum, Mas!" Ajakku sambil meletakkan dua gelas teh di atas meja di samping ranjang.
"Iya," Mas Harry langsung menyesap teh yang ku buat.
"Beby kita nyenyak sekali, ya," ucapnya.
"Efek kelelahan kali dari siang ikut aku ke butik, malamnya berangkat kesini," jelasku.
"Oh-ya, tadi tumben kamu tidurnya seperti orang pingsan, kelelahan juga atau sedang asik mimpi jalan-jalan," seloroh Mas Harry.
Ia merengkuhku ke dalam pelukannya.
"Aihhh ... aku itu tadi mimpi buruk, loo," ucapku sewot.
"Haah, mimpi buruk!" tanya Mas Harry dengan wajah serius.
"Sudah-ah, besok aja ceritanya, aku mau lanjut istirahat," sahutku sambil merebahkan tubuh di atas ranjang.
"Oke lah, selamat istirahat, sayang," Mas Harry mengecup lembut pipiku.
Bersambung ....