Bab 27.
Semalam aku tidur nyenyak sekali, seperti orang pingsan. Terbangun karena mendengar suara kicauan burung saling bersahutan di samping kamar villa ini. Tanganku meraba ke sebelah selimut, Mas Harry sudah tak ada.
Terdengar gemericik air dari dalam kamar mandi, ternyata suamiku sudah lebih dulu bangun. Seraya bangkit dari ranjang, aku duduk dan merapikan rambut yang berantakan, menggelungnya, menyematkan penjepit rambut berwarna pink paforitku.
"Mas ...!" panggilku.
"Ya ...!" sahutnya dari dalam kamar mandi.
"Buka pintunya dong! Aku kebelet nih!"
"Sebentarrr ...," teriaknya.
Kreeek ....
Pintu kamar mandi terbuka sedikit, kepala Mas Harry menyembul dari balik pintu.
"Masuklah! Untung Mas baru selesai BAB," jelasnya.
"Mey, hanya mau pipis aja, kok!" sahutku.
"Ohh ... kirain BAB nya mau boncengan di kloset sama Mas," ledeknya.
"Ihhh ... apaan sih, jorok tau," omelku.
Selesai membersihkan wajah di westafel kamar mandi, tanpa di sadari siapa yang memulai, kami sudah bercinta saja di sini. Dengan penuh cinta dan kelembutan, Mas Harry melakukannya padaku. Hasrat kami menyatu seiring dengan suara gemericik air yang mengalir dari shower kamar mandi.
Setelahnya kami pun mandi bersama, saling membersihkan diri. Udara pagi yang sejuk pun tak terasa lagi efek menyatunya dua hati. Untungnya tadi malam perlengkapan mandi serta handuk sudah ku susun rapi di toilet ini.
Tak perlu lagi mencari dan sekarang tinggal pakai saja. Aku keluar dari kamar mandi dengan berjingkat efek rambutku basah. Karena handuk untuk menggelung rambut di pakai Mas Harry.
Selesai berpakaian, kami pun turun ke lantai bawah untuk sarapan. Mbok Inah dan Melly sedang sibuk di dapur menyiapkan menu pagi.
Tak lama kedua orangtua dan mertuaku menyusul keluar dari kamar masing-masing. Rey dan Mona belum kelihatan, biarkan sajalah mereka tidur sepuasnya. Menikmati liburan ini, palingan kalau lapar pasti bangun sendiri.
Aku masuk ke kamar yang di tempati Melly untuk melihat Beby Zahra. Wiihh ... nyaman sekali tidurnya memakai selimut hello kitty.Tadi malam aku meminta Melly untuk membawa beby za untuk tidur bersamanya.
Karena kondisiku kurang fit setelah pingsan tadi malam. Aku duduk di pinggir ranjang ini, masih memperhatikan bayi mungilku tidur. Kenapa mimpi itu seolah nyata, ya?
Aku takut itu menjadi nyata. Siapa yang tau hati manusia bisa saja, di bolak-balik karena suatu keadaan. Ahh, ku tepis semua halu itu lalu mengucap istighfar. "Astaghfirullah al'azim.
Kemudian mengusap wajah dan membelai lembut beby Za. Ehh, ia menggeliat lalu membuka matanya.
"Hay ... Sayang Bunda udah bangun, ya?"
"Bundaaa ...," sahutnya.
"Ho,ohh, udah mulai jelas bicaranya, Sayang!"
Ia tersenyum manis sekali, menyejukkan hati siapa saja yang melihatnya. Langsung saja ku gendong lalu membawanya keluar kamar.
*******
Aroma ayam goreng menyeruak menusuk hidung, begitu aku keluar dari kamar. Hmm ... hidangan sarapan pagi hampir selesai. Lebih baik ku mandikan dulu beby Za, biar nanti tinggal sarapan saja.
"Mell ... tolong hangatkan air, ya! Zahra mau mandi nih!" pintaku sambil menggendong Zahra.
"Oh, si gemoy udah bangun, ya?" tanya Melly.
"Udah, dong! Tapi dia masih acem," ucapku sambil mencium keteknya. Beby Za langsung tertawa kegelian.
"Mey ... kamu gak ikut joging?" Kepala Mas Harry sudah nongol aja di depan kamar mandi.
"Gak, Mas! Aku joging di kamar mandi aja sama Beby Za!"
"Haa ... haaa, awas kepleset! Entar bisa langsing looo!" ledek Mas Harry sambil menjulurkan lidahnya.
"Huuu ... awas, ya!" ucapku sambil memercikkan air ke arah Mas Harry.
"Sini, Sayang, kita buka bajunya, ya!"
"Bundaaa ... ndiiiii!" celoteh si gemoy.
"Iya, mandi biar segar, dan harum!" sahutku.
Setelah mencampurkan air hangat dan air dingin, lalu ku masukkan tangan untuk merasakan suhu airnya. Sudah pas nih, perlahan ku guyurkan air ke tubuh beby Za.
Di toilet bawah ini tak ada shower air panas, mungkin rusak. Jadi air hangatnya di masuk dulu deh.
Beby Za melangkah ke dekat ember mandinya, ternyata ia ingin mandi di dalam ember. Setelah tubuhnya bersih dari air sabun, baru ku masukkan ia ke dalam ember. Bukan main senang hatinya, ia cipratkan air kesana-kemari.
"Duhhh ... senangnya main air!" ucap Mama Mentari, mertuaku.
"Iya, Oma, segar loo! Oma mau ikutan main air juga?" selorohku.
"Gak ah, Oma mau gendong dan cium si gemoy ajaaah," sahut mertuaku sambil tersenyum geli melihat tingkah beby Za.
"Yuk-udahan Sayang! Entar masuk angin, nanti kita main lagi sama Ayah, ya!" ajakku menyudahi mandinya.
"Ndaaa ...," celotehnya.
"Iyaaa ... pakai handuk dulu, setelah itu pakai baju cantik!" sahutku.
Ku tiup telinganya kanan kiri lalu pusarnya agar tak masuk angin. Lalu ku bungkus dengan handuk yang lembut. Air mandinya langsung ku buang, embernya aku letakkan di pinggir kamar mandi, agar tak berantakan. Kemudian kami naik ke lantai dua untuk memakaikan bajunya.
*******
Aroma minyak kayu putih menyeruak ke seluruh kamar. Aku paling suka minyak ini daripada telon. Mungkin karena dari kecil kami sudah di pakaikan oleh Mama, jadi sudah menjadi kebiasaan deh.
"Wihhh ... Sayang Bunda udah cantik dan harum, nih!" pujiku.
"Ndaaaa ... ntikkk!" ucapnya menirukan.
"Iya, Sayang! Nyusu dulu, yuk! Aku dudukan beby Za di pangkuan lalu menyusuinya.
"Aihhh ... cantik-cantik kok masih nyusu sih!" Mas Harry bagai hantu, tiba-tiba nongol di depan pintu kamar.
"Ihhh ... kaget tau!" ucapku memberengut.
"Mey ... minggu depan, beby Za genap setahun kan?" tanya suamiku.
"Hmm ... iya, kenapa, Mas?"
"Di stop aja nyusunya! Ganti dengan susu formula, agar nambah asupan gizi di tubuhnya," usul Mas Harry.
Mendengar Mas Harry bicara susu, beby Za langsung melepaskan susuan, lalu melihat ke ayahnya. " cu ... cuuu," sahutnya.
"Iya, nanti ci gemoy, Ayah belikan susu yang gurih dan manis! Mau kan?" Beby Za menyudahi susuannya lalu minta gendong ke ayahnya. Lalu kami pun ke bawah untuk sarapan.
Kali ini meja dapur, sudah tersedia dengan berbagai hidangan. Mertua dan orangtuaku sedang ada di halaman villa, mereka duduk dan berbincang hangat.
Rey dan Mona belum juga kelihatan batang hidungnya. Nanti tak di bangunkan untuk sarapan, merajuk ya kan. Lagi pula tak enak di lihat mertua, entar di bilang pilih kasih lagi.
Aku mengetuk pintu kamar mereka sambil mengajak untuk sarapan. Belum ada sahutan dari dalam kamar. Perlahan ku buka pintu, melihat ke sekelilingnya, Mona tak ada di tempat tidur.
Dari dalam kamar mandi terdengar suara gemericik air. Berarti ia ada sedang mandi. Sedangkan Rey, menggeliat baru bangun. Tak lama Mona keluar dengan memakai baju training, sepertinya ia masih kedinginan.
"Rey ... Mona, Bunda tunggu di meja makan untuk sarapan, ya!" pesanku.
"Iya, Bun!" sahut Mona.
Rey beranjak dari tempat tidur lalu masuk ke kamar mandi. Setelah merapikan rambut dan berbedak, Mona mengekor di belakangku.
"Bun ... si gemoy mana?" tanya Mona.
"Itu di teras! Main sama Papa," ucapku.
"Ajak masuk ya Mon, biar kita sarapan bareng!" pintaku.
Gelas yang kosong aku isi dengan air hangat lalu menatanya di atas meja. Untungnya semalam aku sempat membeli buahan sebagai hidangan pencuci mulut.
Tak lama kedengaran suara mertua, orangtuaku serta Mas Harry masuk ke dalam rumah. Setelah mencuci tangan di westafel, kami pun duduk bareng untuk menyantap sarapan pagi.
"Sini ci gemoynya biar Melly gendong!" Ia mengambil beby Za dari pangkuan mamaku.
"Sebentar ya, Sayang! Nanti giliran kamu yang makan," ucapku.
Sekarang Beby Za sudah mulai makan nasi lembek dengan lauk dan sayur yang di lunakan. Ia tumbuh dengan sehat, nafsu makannya bagus karena di barengi dengan minum vitamin untuk masa pertumbuhan usia setahun ke atas.
Mas Harry benar, beby Za perlu gizi tambahan dari susu formula. Jadi aku tak repot lagi menyusui, karena asi eksklusif itu batasnya hanya enam bulan.
Nah, ini umur bebyku sudah masuk setahun. Berarti aku berhasil menyusuinya tanpa paksaan, malah sambil bekerja lagi.
Karena aku tau, anak yang menyusu dengan ibunya ikatan batinnya lebih kuat, lebih penyayang karena telah mengalir darah ibu ke tubuh si bayi saat menyusuinya.
Bersambung ....