Chereads / The Chapter / Chapter 21 - IGNORED

Chapter 21 - IGNORED

"Apa kau akan terus tersenyum seperti itu Ryu." Bi Minah menilik ku dengan tatapan bingung.

Aku mendengar ucapan Bi Minah namun aku terlalu asik dengan khayalan-khayalan kecil yang terus terbang mengelilingi seisi kepala ku.

"Sudahlah anak muda yang sedang jatuh cinta memang akan selalu sibuk sendiri." Timpal Pak Yuma dengan raut wajah khasnya.

Bi Minah pun menggeleng pasrah.

***

"Apa Sunny akan lewat sini pagi ini?." Jujur saja aku sangat mengharapkan dia melewati koridor ini.

Aku sama sekali tidak menyangka hubungan kami akan berjalan semudah ini, bagai mimpi indah yang terwujud hanya dengan sekali jentikan tangan begitu nyata hingga aku bahkan tidak percaya mimpi itu terwujud. Sekarang aku sudah sangat tidak sabar melihat wajahnya.

Entah keberuntungan apalagi ini, sosok Sunny muncul di ujung pelupuk mata ku. Hati ku membuncah gembira tak tertahankan, bahkan rasanya sekarang kaki ini ingin berlari menuju kearahnya. Namun tentu saja Sunny tidak akan menyukai hal itu dan keputusan terbaik adalah hanya dengan memperhatikan dia dari jauh berharap Sunny akan menoleh dan mengukir senyumnya untuk ku. Aku takan ragu untuk menggunakan seluruh kartu keberuntungan ku bila bisa di tukar dengan segaris senyuman dari wajah Sunny.

Tak lama sambil berjalan Sunny menoleh kearah ku. Mata kami bertemu dan dengan ringan aku mengukir senyum terbaik ku pagi itu untuk menyambut sebuah senyuman dari bibir manis gadis itu. Jantung ku berdegup sangat kencang seperti dentuman drum yang dipukul dengan sangat cepat. Rasa gugup menyelimuti seluruh tubuh ku, berharap-harap cemas bahwa penampilan ku tidak aneh.

Namun bagaikan petir di siang hari aku harus menerima kenyataan pahit ini. Jangankan untuk memberikan sebuah senyuman, Sunny hanya menatap ku dengan tatapan kosong lalu kembali mengambil fokus untuk meneruskan jalannya. Terlihat jelas diwajah Sunny bahwa dia tak menganggap keberadaan ku.

Aku terlalu senang dan menganggap semua hal antara diri ku dan Sunny akan berjalan dengan mudah. Aku tertampar keras melihat kenyataan, Sunny sama sekali tak bereaksi apa-apa bahkan setelah kejadian semalam. Dimana aku menganggap bahwa hubungan kami sudah baik-baik saja. Aku terlalu dibuaikan oleh khayalan ku yang bahkan hal itu sama sekali tak terlintas di pikiran Sunny. Pagi yang ku kira akan membawa pelangi di hati ku berubah menjadi pagi mendung yang menghujani hati ku.

"Apa yang kau lakukan disini?." Louis menepuk lengan ku.

"Tidak ada." Aku menjawab lesu dengan nada dingin.

Namun Louis sepertinya bisa menangkap situasi yang terjadi di koridor pagi itu.

"Aaa … aku paham." Louis dengan senyum khasnya mulai ingin menjahili ku.

"Apa maksud mu?." Aku menatap Louis dengan tajam penuh kesal.

"Kau pasti diabaikan oleh gadis itu lagikan. Ayolah mengaku saja."

"Sok tau!."

"Ekspresi mu itu mudah sekali ditebak Ryu."

"Sudah ku bilang aku tidak menyukai gadis itu. Siapa juga yang ingin menghabiskan waktu hanya untuk gadis pemarah dan egois itu."

"Lalu apa urusan mu pagi-pagi buta begini berdiri di depan koridor?."

"Menangkap semut."

Aku sudah tidak bisa melanjutkan pembicaraan ku dengan Louis. Rasanya jika ku lanjutkan lebih lama tangan ku akan melayang tepat diatas kepalanya.

"Hei Ryu! … Kau mau kemana?."

Aku tak menggubris panggilan Louis dan terus berjalan dengan perasaan kesal.

***

Aku berusaha untuk menjernihkan pikiran ku. Membuang semua kepingan kejadian pagi ini. Betapa memalukannya.

"Apa lagi masalah gadis itu?." gumam ku kesal, namun aku juga tidak mengerti sikap Sunny yang tiba-tiba berubah.

Apa dia melupakan kejadian kemarin malam?. Aku yakin sekali kemarin malam aku melihatnya tersenyum. Lalu kenapa pagi ini dia terlihat biasa saja, apa dia melupakan segalanya?.

Semakin aku mencoba untuk mencari jawabannya semakin sering aku menemui jalan buntu.

Di tambah pagi ini aku akan mengajar di kelas Sunny. Apa dia akan masuk kelas kali ini?.

Aku menyemangati diri ku dan berusaha untuk tetap optimis bahwa kejadian pagi ini hanyalah kesalahan tidak disengaja yang dibuat oleh Sunny.

***

"Pagi semua." Ucap ku sambil melangkah masuk.

Kaki ku berhenti dengan sendirinya ketika mendapati Sunny masuk kedalam kelas dan tak hanya itu dia bahkan duduk di depan kali ini.

Aku tak bisa membohongi diri ku bahwa aku sangat senang dan dalam sekejap kejadian pagi tadi menghilang tak membekas didalam pikiran ku. Perasaan ku tersenyum ria dan aku melanjutkan langkah ku.

Kelas pagi ini terasa begitu lancar, terlalu lancar hingga membuat ku takut. Sunny melakukan semua kewajibannya sebagai mahasiswa dia menjawab semua pertanyaan yang ku ajukan tanpa protes sedikit pun, dia bahkan berinisiatif untuk bertanya duluan kepada ku. Di awal aku merasa sangat senang, namun situasi ini membuat ku merasa bahwa di antara kami tidak terjadi apa-apa, walaupun sejatinya memang tidak ada yang terjadi. Dan entah mengapa aku merasa Sunny yang pemarah dan selalu protes jauh lebih baik dari pada situasi yang sekarang ini.

"Haa …." Aku menghela napas panjang dan menghempaskan tubuh ku di atas sofa.

"Kenapa semuanya jadi seperti ini?. Apa aku melakukan kesalahan lagi?. Apa anak itu salah makan pagi ini?." Ucap ku pelan sambil memejakan mata.

Aku sama sekali tidak mengerti situasi apa ini. Semuanya menjadi abu-abu. Bahkan ini jauh lebih buruk dari pada saat kami bertengkar.

"Apa yang harus ku lakukan?."

***

"Kenapa raut wajah mu masam sekali Ryu?." Suara itu berasal dari Pak Yuma yang sedang asik menyirami tanamannya.

Aku tak menjawab dan hanya menggeleng pelan kearah Pak Yuma. Dan aku terus berjalan masuk.

"Ryu ada tamu yang menunggu mu." Pak Yuma menimpal.

"Siapa?." Tanya ku dengan muka kebingungan.

"Kau masuklah dan lihat sendiri." ucap Pak Yuma yang sedari tadi sama sekali tidak menoleh kearah ku karena fokusnya sudah tertuju pada tanaman kesayangannya.

Aku bergegas masuk kedalam untuk melihat tamu yang di maksud Pak Yuma.

Dan ku dapati sosok wanitu tengah duduk di ruang tamu. Sekilas aku berharap tamu itu adalah Sunny. Sungguh konyol. Padahal sudah sangat jelas sosok itu adalah Hana.

"Hana?." Panggil ku sambil meletakan tas di atas kursi.

Hana pun menoleh dengan segaris senyum di bibir. Seperti biasa raut wajah Hana selalu sejuk dan tenang.

"Kau pasti terkejut melihat ku tiba-tiba bertamu dirumah mu." Hana tertunduk dengan suara yang sedikit lesu.

"Ahh … Santai saja. Kau tak perlu sungkan seperti itu." ucap ku untuk menenangkan Hana.

Dia pun tersenyum lega setelah mendengar ucapan ku.

Aku dan Hana berbincang ringan memutar kembali kenangan saat kami masih duduk di bangku SMA. Aku tidak mengatakan aku tidak menyukai topik ini namun entah mengapa topik pembicaran ku dan Hana terasa begitu hambar. Walau pun aku tahu Hana sangat pandai dalam berbicara dan mencari-cari topik dalam obrolan. Tapi aku selalu merasa topik obrolan ku dan Hana selalu terkunci dan hanya berputar-putar pada masa saat kami masih SMA. Aku tak tahu mengapa Hana selalu membuka kenangan itu terus menerus seolah-olah kenangan itu menguncinya atau bahkan sebaliknya.

Lalu perlahan di tengah obrolan ku dan Hana terdengar suara langkah kaki. Pertama aku mengira itu adalah Pak Yuma. Namun ternyata aku salah langkah kaki itu ternyata milik Sunny. Gadis itu muncul dengan begitu tiba-tiba di hadapan ku.

Aku tak bisa menahan ekspresi terkejut saat melihatnya. Perasaan ku campur aduk menjadi satu. Aku tak bisa bohong bahwa aku sangat senang melihatnya namun aku juga tidak mengerti maksud kehadirannya setelah seharian mengabaikan ku.

"Sunny." Sapa ku sambil beranjak berdiri.

Belum sempat Sunny membalas ucapan ku, suara Bi Minah terdengar dari kejauhan.

"Sunny kau sudah datang. " Potong Bi Minah dengan senyum sumringah setelah mendapati Sunny berdiri diruang tamu.

Dengan sigap Bi Minah langsung menarik tangan Sunny dan membawanya ke dapur. Aku pun hanya bisa melihat tanpa bisa berbicara satu patah kata pun.

"Bukankah itu gadis yang waktu itu?." Suara Hana memecah keheningan ku.

"Ahh … iya." ucap ku terbata-bata.

"Kau dekat dengannya Ryu?." Hana sepertinya menangkap maksud dari ke wajah ku barusan.

"Tidak. Dia hanya salah satu mahasiswa ku." jawab ku tegas dan berharap Hana tidak memikirkan hal yang lebih dari ini.

Tapi sepertinya jawaban ku bukan jawaban yang di inginkan Hana terlihat jelas dari ekspresi wajahnya. Padahal Hana selalu bisa terlihat tenang, namun kali ini sesuatu seperti menghantam keras pertahannya.

Bukan Hana namanya jika tidak langsung membalikan keadaan. Dalam sekejap dia bisa kembali seperti biasa. Hana seperti sudah siap untuk memulai kembali obrolan kami yang terputus, namun aku sudah tidak bisa lagi menahan untuk tidak menemui Sunny.

"Hana bisa kau tunggu sebentar. Aku harus kebelakang." ucap ku terburu-buru.

"Baiklah." Jawab Hana singkat.

Hana mungkin tidak menyangka aku akan mengucapkan hal itu, namun aku juga tidak bisa terus menahan diri ku. Aku yakin Hana akan mengerti.

***

"Sunny?." Panggil ku saat mendapatinya sedang duduk sambil mengupas jeruk.

Dia menoleh pelan kearah ku. Dan tak mengeluarkan sepatah kata pun. Sunny hanya menatap ku dalam.

"Bisa kita bicara sebentar?." Pinta ku ragu, karena aku tidak yakin dia akan menyetujuinya.

Sunny kembali tidak menjawab dan sekarang dia menoleh ke arah Bi Minah seperti meminta persetujuan dari Bi Minah. Bi Minah pun hanya tersenyum dan mengangguk pelan.

Sunny perlahan beranjak berdiri dan kini dia tepat berdiri di depan ku. Aku mengajaknya berbicara di studio ku, karena aku merasa studio ku tempat yang paling cocok untuk berbicara dengannya.

"Aku tidak menyangka kau akan datang hari ini." Aku memulai pembicaraan ini dengan begitu canggung.

"Bi Minah menelpon ku dan meminta ku datang hari ini." Sunny hanya menjawab seadanya.

Kali ini kami cukup berjarak satu sama lain. Di ruangan yang kecil ini bahkan dengan jarak sejauh ini aku masih saja gugup.

"Apa aku boleh bertanya?. ucap ku ragu-ragu.

Sunny hanya mengangguk pelan sambil mengapit bibir kecilnya yang kali ini di polesnya dengan lipstick merah cerry.

"Seharian ini kau terus-menerus mengabaikan ku. Apa aku melakukan kesalahan lagi?."

"Tidak."

"Lalu kenapa kau terus mengabaikan ku?."

"Tidak ada alasan khusus. Aku memang begini."

"Tapi bukankah hubungan kita sudah membaik, lalu kenapa kau masih saja mengabaikan ku."

"Lalu aku harus bagaimana?."

Pertanyaan gadis itu sontak membuat ku terkejut. Aku bahkan tidak memperkirakan Sunny akan bertanya seperti itu.

Dan dengan bodohnya aku tersulut emosi. "Lakukan sesuka mu."

"Baiklah." Jawab Sunny singkat dan kemudian meninggalkan ku.

Aku hanya bisa menghela napas atas kebodohan ku sendiri.

***

"Jangan tanya bagaimana aku harus memperlakukan mu karena aku sendiri pun tidak menemukan jawabannya."

"Sunny"