Chereads / The Chapter / Chapter 22 - HOW ?

Chapter 22 - HOW ?

Sudah hampir 1 bulan ini aku terus menerus mengabaikan Pak Ryu. Aku sendiri tidak tahu mengapa aku berubah menjadi seperti ini. Aku tak tahu apakah ini karena aku terlalu lama hidup sendiri sehingga kehadiran Pak Ryu membuat ku bingung atau karena sosoknya yang terus-menerus membuat ku mengingat mu. Aku tak tahu diantara dua kemungkinan itu dimanakah kaki ku melangkah.

Setiap kali aku bertemu dengan Pak Ryu, aku tak tahu ekspresi apa yang harus ku tunjukan dari muka mu. Saat dia tersenyum kearah ku, terbesit di telinga ku bahwa aku harus membalas senyuman itu namun entah mengapa rasanya bibir ini sulit sekali untuk di tarik keatas demi menampilkan segaris senyuman atau saat dia berbicara kepada ku, sejujurnya didalam otak ku sudah tertulis jawaban panjang yang sekiranya sedikit menunjukan ketertarikan ku namun kerap kali yang terucap dari mulut ku hanya sebuah jawaban-jawaban singkat yang membuat obrolan kami selalu terputus.

Bagaimana?. Aku pun tak tahu bagaimana. Terkadang adakalanya saat melihat mu tersenyum perut ku seperti dipenuhi oleh kupu-kupu dan saat mendengar suara mu yang lembut jantung ku mulai berdegup kencang. Namun semua itu hanya bertahan sementara, seperti ada bisikan yang selalu mengingatkan ku untuk tidak jatuh terlalu dalam.

Dan saat melihat mu begitu akrab dengan perempuan itu. Perempuan yang begitu sempurna dan sangat cocok bersanding dengan mu. Terkadang dada ini terasa begitu sesak. Apakah ini sebuah tanda?. Lalu apa maksudnya?. Setiap kali aku mencoba untuk mencari tahu jawabannya entah mengapa jawaban itu selalu berada di tempat yang sama. Tempat yang begitu gelap dan menakutkan dan perjalanan ku selalu terhenti di batas itu. Aku tak berani untuk melangkah rasanya jika aku masuk ke tempat itu tubuh ku akan hancur. Aku takut.

Sekarang aku hanya bisa menunggu. Menunggu Pak Ryu menjauhi ku dengan perlahan. Aku hanya cukup bertahan sedikit lagi. Sedikit lagi. Dan semuanya aku kembali seperti dulu. Dimana selalu ada aku dan diri ku.

***

"Sunny apa kau sudah mengerjakan laporan yang disuruh Pak Rudy?." Cecil tiba-tiba menghampiri ku membuat lamunan ku pecah.

"Sudah. Memangnya kenapa?." ucap ku dengan nada santai berharap Cecil tidak curiga bahwa aku sedang memikirkan banyak hal di kepala ku.

"Mmm …."

"Katakan."

"Boleh aku melihat laporan mu. Ku rasa laporan ku banyak yang salah jadi aku ingin membandingkannya dengan milik mu."

Aku mengeluarkan kertas laporan ku dari dalam tas. Dengan cepat Cecil menarik laporan itu dari tangan ku. Dia membolak-balikan halaman itu dengan begitu cepat aku yakin dia pasti tidak benar-benar membaca isi laporan itu.

"Pelan-pelan." ucap dengan nada dingin.

Cecil hanya tertawa kecil dengan harapan aku tidak kesal saat melihatnya mengacak-ngacak kertas laporan ku.

"Wahh! Tulisan tangan mu rapi sekali Sunny." Cecil dengan mata yang berbinar-binar terus menerus memperhatikan tulisan ku.

"Apakah kau sudah selesai membandingkannya?." Aku mengulurkan tangan ku kepada Cecil.

Dia pun sepertinya mengerti maksud ku dan meletekan laporan itu dengan pelan ke atas tangan ku.

"Laporan ku tak bisa dibandingan dengan milik mu. Laporan mu terlalu sempurna Sunny, aku bahkan tidak menemukan cela didalamnya." Cecil menggerutu dengan gaya kekanak-kanakannya yang khas.

"Apakah kau benar-benar membacanya?. Setahu ku kau hanya terus-menerus membolak-balikan halamannya." Ungkap ku sambil menilik kecil kearah Cecil.

Dia hanya tertawa kikuk sambil melihat ku.

Cecil kemudian menarik lebih dekat kursinya kearah ku. Dan kembali sibuk dengan kertas laporannya yang sebenarnya belum sepenuhnya selesai ia kerjakan. Namun bukan Cecil namanya jika dia tak bisa berhenti berbicara walau sedetik.

"Sunny apa kau sudah tahu?." Cecil menyeletuk begitu saja dengan ekspresi julid terpasang sempurna di wajahnya.

"Tahu apa?." Tanya ku kebingungan, jelas aku tidak tertarik dengan urusan lain selain diri ku.

"Kau serius?. Bahkan semut-semut kecil di kampus ini sudah tahu." Ungkapnya dengan setengah kaget, walaupun dia sudah tahu bahwa sebenarnya aku sama sekali tidak tertarik dengan hal semacam itu.

Aku tidak menjawabnya dan hanya mengangkat ringan kedua bahu ku.

"Baiklah, setelah mendengar berita ini kau harus berterima kasih kepada ku karena sudah menyelamatkan mu dari ketertinggalan informasi yang sangat penting, bahkan jauh lebih penting dari notifikasi chat dosen." Sudah ku duga Cecil akan berlagak seperti pahlawan kesiangan.

"Kau tahu beberapa hari yang lalu ada yang melihat perempuan keluar dari mobil Pak Ryu. Bahkan mereka mengatakan bahwa perempuan itu sangat cantik. Ada yang menyandingkannya dengan dirimu, tapi mungkin dia versi yang lebih anggun dan cantik seperti bunga sakura yang sedang mekar. Tapi tenang saja kau tetap yang paling cantik Sunny." Cecil tersenyum lebar kepada ku untuk memastikan bahwa aku tidak mengambil serius ucapannya barusan.

"Apakah perempuan itu?." gumam ku dalam hati.

"Tak berhenti sampai situ, bahkan perempuan itu mengikuti Pak Ryu hingga ke kampus. Aku rasa mereka memiliki hubungan khusus." Timpal Cecil.

Aku tak tahu bagaimana harus bereaksi saat mendengar ucapan Cecil barusan.

"Hubungan khusus?." Apa maksudnya.

Entah mengapa aku tidak tertarik mendengar itu semua. Dada ku terasa sedikit panas.

"Hei! Apa kau mendengarkan ku Sunny?." Cecil melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah ku.

Aku tersadar dan hanya tersenyum kecil kepadanya, berharap dia tidak memikirkan hal-hal aneh.

Entah sejak kapan aku larut dalam pikiran ku. Kenapa setiap hal yang berhubungan dengan perempuan itu membuat ku menjadi tidak tenang, sama halnya ketika aku mendapati perempuan itu berada dirumah Pak Ryu.

***

Aku tak tahu ternyata pohon besar yang berdiri kokoh di tengah-tengah taman kampus ku, memiliki bunga berwarna kuning cerah. Bentuknya kecil mungil dan mekar mengisi setiap cela yang ada di dahan pohon itu.

Keinginan untuk menggambar bunga itu memuncak drastis. Aku segera mengeluarkan sketch book dan pensil dari dalam tas. Ku senderkan bunga itu di bangku taman dan dengan serius aku mulai menguntai garis-garis tipis dan membentuk setiap lekukan dari bunga itu.

Setelah 30 menit akhirnya gambaran ku selesai.

"Akhirnya selesai." Aku menarik senyum lebar melihat hasil gambaran ku sangat sempurna.

Sembari aku memperhatikan lukisan ku, terdengar ada suara yang memanggil ku.

"Sunny?." Suara itu memanggil nama ku dengan sangat lembut dan aku pun menoleh.

Betapa terkejutnya ketika ku dapati ternyata suara lembut itu milik perempuan itu yang kini dengan anggun berdiri tepat di samping ku sambil menyunggingkan senyuman tipis.

Aku segera bangkit berdiri dan menyapu gaun ku dari daun-daun kecil yang menempel.

"Kau pasti sangat terkejut melihat ku tiba-tiba menghampiri mu." Ucap perempuan itu dengan sedikit canggung.

Aku tidak menjawab apa-apa, karena aku pun tidak tahu harus bereaksi dan berekspresi seperti apa.

"Ahh … Bisa kita sambil duduk." Ungkapnya kikuk.

Aku pun langsung mengambil tas ku yang sedari tadi memenuhi sisi lain di bangku ini.

Dan lagi aku tak mengeluarkan sepatah kata pun.

Selang 5 menit hanya ada keheningan di antara kami berdua. Aku bisa merasakan perempuan ini sangat berusaha keras untuk menenangkan dirinya. Entah apa yang ada dipikirannya.

"A … Aku biasanya tidak segugup ini ketika berbicara dengan seseorang, tapi entah kenapa saat melihat mu aku mulai merasa gugup." Perempuan itu kembali menyunggingkan senyuman yang jelas ia paksakan terukir di wajahnya.

Kesekian kalinya aku tidak menjawab apa-apa. Berada di dekat perempuan ini sangat menyilaukan. Aku tidak suka.

"Aaa … aku lupa mengenalkan diri. Nama ku Hana Rin. Kau bisa memanggil ku Hana." Ucapnya sambil mengulurkan tangan kali ini senyumnya tidak dipaksakan bahkan terlihat sangat cantik.

Aku menyambut tangan itu dengan baik.

"Aku Sunny." Jawab ku singkat, walaupun dia sudah tahu lebih dulu tentang nama ku.

"Maaf sebelumnya aku memanggil nama mu begitu saja. Aku bertanya kepada Bi Minah dan Bi Minah memberitahu ku nama mu."

"Tidak apa-apa."

"Aku kebetulan mampir ke sini dan aku tahu dari Ryu bahwa kau adalah salah satu mahasiswanya, jadi ku pikir untuk menyempatkan menyapa dirimu. Terlebih aku juga ingin berkenalan dengan mu. Apa kau terganggu Sunny?."

"Sama sekali tidak."

"Syukurlah. Aku sangat senang. Aku harap kita bisa berteman."

Aku hanya menarik senyum tipis. Setelah itu Hana banyak sekali bercerita tentang dirinya dan tentu saja ada Pak Ryu didalamnya. Entah mengapa aku sama sekali tidak tertarik dengan topik obrolan ini, bahkan aku berharap Hana segera pergi menjauh dari ku.

Sesekali dia menanyakan tentang diri ku. Tentu saja aku hanya menjawabnya dengan singkat. Saat Hana sedang asik bercerita terdengar suara yang memanggil dirinya. Tak lain tak bukan itu adalah Pak Ryu.

Dan entah mengapa aku pun ikut menoleh kearah Pak Ryu. Mata kami bertemu namun tak sepatah kata terucap dari bibir ini. Dia hanya melihat ku dengan tatapan dingin, begitu pula dengan diri ku yang tak tahu harus mengeluarkan ekspresi apa saat bertemu dengannya.

"Sunny maaf aku harus pamit duluan. Aku harap kita bisa mengobrol seperti tadi di lain waktu."

"Terimakasih Sunny." Hana menggenggam kedua tangan ku dan menatap ku dengan begitu tulus.

Sejujurnya aku sangat ini mengabaikannya, namun saat melihat matanya aku menjadi tidak tega. Aku pun membalasnya dengan segaris senyum terbaik ku.

Setelah itu Hana berlari kearah Pak Ryu. Bahkan di saat terakhir Pak Ryu sama sekali tidak menoleh kearah ku.

Aku sudah tahu bahwa cepat atau lambat aku akan bertemu secara langsung dengan Hana, tapi aku tidak menyangka akan secepat ini. Dan sepertinya rumor itu benar, ada hubungan khusus antara Pak Ryu dan Hana. Terlebih saat mendengar cerita Hana dimana mereka berdua menghabiskan waktu bersama saat SMA membuat ku tidak lagi heran jika memang ada hubungan di antara mereka. Aku juga tahu Hana tidak hanya sekedar mampir namun dia datang bersama Pak Ryu. Aku sudah tahu itu semua. Tapi kenapa kenyataan ini tidak membuat ku senang.

Bukankah ini yang ku inginkan. Pak Ryu akan menjauhi ku, karena sekarang Hana ada di sampingnya. Bukankah ini akhir yang kau inginkan Sunny?. Lalu kenapa kau tidak senang?. Apalagi yang mengganggu pikiran mu?. Jawaban seperti apalagi yang kau inginkan?.

Kenapa aku sangat kebingungan?.

"Apalagi yang kau inginkan Sunny?. Tak bisakah kau terima saja perasaan ku ini?."

"Ryu"