Setelah sampai aku turun dari mobil dengan terburu-terburu. Aku berlari sekuat menuju aula kampus karena aku sudah sangat terlambat.
"Ahhh …! Louis pasti akan memarahi ku" ucap ku panik.
Dari kejauhan aku bisa melihat sosok Louis yang sedang berdiri panik didepan pintu aula. Pria itu terus mondar-mandir di depan pintu, sudah terlihat jelas Louis panik jika aku tidak datang.
"Kau darimana saja?!" tanya Louis kesal.
"Maaf … aku terjebak macet barusan." Aku menjawb dengan napas terengah-engah.
"Cepatlah masuk acara sudah akan dimulai." Louis langsung menarik tangan ku masuk kedalam aula.
Aku tahu alasan yang ku buat barusan terdengar sangat tidak masuk akal dan aku yakin sekali Louis tahu kalau aku berbohong, namun karena sudah terlalu panik dia akhirnya tidak mempermasalahkan alasan tidak masuk akal itu.
Setelah di tarik paksa oleh Louis masuk kedalam aku langsung diserbu oleh panitia acara. Mereka menduduk paksakan ku didepan kaca. Ada yang merapikan rambut ku, lalu yang lainnya memberikan arahan mengenai acara yang akan berlangsung dan banyak lagi.
Untuk pertama kalinya aku merasakan keriuhan seperti ini. Fokus ku terpecah dan aku tak bisa mendengar arahan mereka dengan jelas. Suasana seperti ini memang sangat tidak cocok dengan ku.
Aku menarik napas panjang. "Haaa …."
"Jika bukan karena iming-iming yang diberi oleh Louis aku tidak akan melakukan hal seperti ini." gumam ku dalam hati.
Setelah 10 menit bertahan dari bisingnya ruang panitia, akhirnya aku di persilahkan naik keatas panggung.
"Ryu lihat kesini."
Aku menoleh kearah suara Louis dan tanpa aba-aba dia mengambil foto ku.
"Hey! Apa yang kau lakukan."
Louis bukannya menjawab tetapi dia malah asik tertawa dan sekarang semua orang mengganti fokusnya kearah kami berdua.
"Aku tak menyangka kau akan menggunakan jas super mencolok seperti ini, saat pertama kau datang aku sama sekali tidak sadar karena terlalu panik. Tapi sekarang melihat mu berdiri seperti ini dengan jas itu aku tak bisa menahan tawa ku." Louis masih asik tertawa sambil memegang perutnya.
Aku tidak menjawab apa-apa, karena jujur saja aku sangat malu sekarang. Aku bisa merasakan pipi ku memanas.
Aku menarik napas panjang dan dengan langkah tegap naik keatas panggung.
Sejenak aku merasa kagum dengan pemandangan dari atas panggung ini. Mata ku berlari-lari liar mengamati setiap sudut aula ini. Dan perhentian ku berakhir pada sosok gadis dengan floppy hat hitam yang hampir menutupi seluruh wajahnya. Dengan sekali lihat aku bisa tahu sosok itu adalah Sunny. Aura kehadirannya menyelimuti seluruh aula ini. Terlalu pekat hingga tidak ada yang berani mendekatinya.
***
Aku menyadari bahwa ditengah-tengah acara banyak penonton yang mulai pergi satu persatu meninggalkan aula. Sempat terbesit didalam diriku bahwa topik yang ku sampaikan tidak menarik. Namun ternyata salah, penyebab utamanya bukan karena topik yang ku angkat di atas panggung ini tetapi karena diri ku sendiri, karena penampilan ku, karena jas yang ku gunakan. Aku bisa melihat beberapa penonton menertawai ku dalam diam.
Tapi semua itu bukan masalah besar nagi ku dengan Sunny yang masih memilih untuk tetap duduk disitu hingga acara ini selesai. Dia masih di situ duduk dengan tenang, memerhatikan ku. Walaupun aku tidak yakin karena hampir seluruh wajahnya tertutup, aku pun sama sekali tidak bisa menebak bagaimana eskpresi wajahnya sekarang. Apakah dia juga menertawai ku?.
1 jam berselang tiba saatnya aku menyudahi aksi ku diatas panggung. Sebelum turun aku menyempatkan untuk menoleh kearah bangku penonton. Ku dapati Sunny sudah melangkah keluar.
"Baiklah ini kesempatan ku." gumam ku pelan dan langsung berlari keluar menyusul Sunny.
"Hey Ryu! Kau mau kemana?." Teriak Louis terkejut melihat ku berlari tergesah-gesah.
Namun aku tidak menghiraukan Louis. Aku tetap terus berlari menuju parkiran.
"Ahh!! Kemana anak itu?."
Aku mengelilingi seluruh penjuru tempat parkir ini untuk mencari sosok Sunny. Dan angin memberitahu ku keberadaan mu. Tanpa ragu aku langsung memanggil Sunny.
"Sunny." Teriak ku cukup keras karena jarak kami berdua cukup jauh.
Gadis itu hanya menoleh tanpa menjawab. Langkah ku lurus menuju Sunny. Semakin dekat jarak kami berdua semakin tak karuan detak jantung ku.
"Bisa kita bicara?." tanya ku lugas.
"Kita bicara di sini saja." jawab Sunny santai tanpa menghiraukan kondisi disekitar tempat itu.
Aku sudah menduga sejak awal bahwa bukan hal yang mudah untuk mengajak gadis ini berbicara dengan serius.
"Saya rasa disini bukan tempat yang pas untuk bicara." Aku khawatir akan ada yang melihat kami berdua dan menyebarkan rumor tentang kami berdua.
"Baiklah saya permisi." Sunny sudah siap beranjak untuk meninggalkan ku.
Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Naluri ku bekerja dengan sendirinya. Aku mengambil tangan Sunny dan menariknya berjalan bersama ku.
Tentu saja gadis itu memberontak. Namun aku tak bisa melepaskannya, walaupun aku tahu Bi Minah sudah menasehati ku untuk bersikap lembut kepada Sunny. Tapi gadis ini tak pernah bisa di ajak bekerjasama.
"Maafkan aku Bi." gumam ku tak enak hati karena tidak menuruti nasehat Bi Minah.
Sunny tanpa henti-hentinya memukul tangan ku. Sudah tidak terhitung berapa banyak pukulan yang dilayangkannya ke arah tangan ku. Sampai terakhir pukulan itu sudah terasa sangat sakit dan aku dengan reflek mencengkram kuat tangannya.
"Aww … sakit tolong lepaskan." Rintih Sunny kesakitan.
Mendengar rintihannya aku langsung melepaskan genggaman tangan ku. Aku langsung merasa tak enak hati karena sudah membuat Sunny kesakitan.
"Ahhh! Apa yang kau lakukan Ryu." gumam ku kesal dalam hati.
Aku tak bisa menarik Sunny untuk kedua kalinya, aku khawatir dia akan merintih kesakitan lagi. Namun apabila tidak dipaksa Sunny tidak akan menuruti perkataan ku. Aku terus memutar otak, sampai aku lengah bahwa Sunny berusaha untuk kabur dari ku. Dengan reflek aku mengangkat tubuhnya dan ku letakan di atas pundak ku.
"Apa gadis ini tidak pernah makan?. Badannya ringan sekali."
Aku tak tahu apa yang terjadi pada gadis ini, tiba-tiba saja pukulannya dua kali lipat jauh lebih menyakitkan dari yang sebelumnya. Aku hanya bisa pasrah menerima semua pukulan yang di lemparkannya di atas punggung ku. Tak cukup sampai disitu dia bahkan masih memukul ku saat di dalam mobil.
Aku ingin sekali memarahinya, namun jika hal itu ku lakukan maka semua usaha ku gagal untuk memperbaiki hubungan dengan mu. Untuk lebih dekat dengan mu.
"Turunlah kita sudah sampai." ucap ku sambil turun dari mobil.
Aku membawa Sunny kerumah ku. Entah mengapa aku rasa ini satu-satunya tempat yang pas untuk bicara dengan Sunny.
Sudah ku duga dia tidak akan mau menuruti perkataan ku. Terpaksa aku menarik paksa Sunny keluar.
"Ahh … topi ini mengganggu sekali." gumam ku geram.
"Aku tak bisa melihat wajah mu jika kamu terus menggunakan topi ini." Tangan ku bergerak sendiri melepaskan topi itu dari kepalanya.
Aku terpana melihat wajahnya yang sejuk, sekaligus dingin ditambah hari ini rambut lurusnya hanya di gulung kebelakang. Sungguh indah.
Mata ku seperti terpaku hanya untuk melihat wajahnya. Dan sekilas ku dapati sebuah senyuman tipis yang terukir di wajahnya, namun senyuman itu hanya bertahan sepersekian detik dan wajahnya kembali dingin seperti biasanya.
Gadis ini pasti terkejut aku tiba-tiba membawanya kerumah ku. Dia pasti mulai berpikiran yang aneh-aneh tentang diri ku.
Aku terus mengajak Sunny melangkah masuk. Sampai akhirnya kami tiba di depan studio ku. Entah mengapa aku mengajak Sunny ke studio ku, aku sendiri pun tak tahu alasannya.
"Masuklah." Aku sambil menggeser pintu.
Sunny menuruti perkataan ku tanpa komplain sedikit pun.
Aku tak bisa menerjemahkan ekspressi Sunny saat ini. Sunny terlihat kagum namun juga terlihat jelas dia seperti heran setelah melihat banyak sekali lukisan di studio ku.
"Ini adalah studio sekaligus rumah saya." ucap ku memecah ke canggungan kami.
"Tak banyak yang tahu memang kalo saya adalah seorang pelukis dan saya pun hanya memandang hal ini sebagai hobi."
Sunny tak menjawab apa-apa. Terlebih sekarang gadis ini terlihat sangat kikuk. Semua perasaannya tergambar jelas di raut wajahnya. Entah mengapa ekspresinya yang kikuk dan canggung ini terlihat sangat menggemaskan. Tanpa sadar aku pun tertawa kecil melihatnya.
"Duduklah saya akan membuatkn minum." Aku sambil beranjak keluar dari studio.
"Kamu mau minum apa?."
"Apa saja asalkan dingin." Jawab gadis itu tanpa menoleh kepada ku, karena sepertinya dia sangat terkagum-kagum dengan tanaman Pak Yuma.
Aku pun meninggalkannya dan membuatkan minuman untuk kami berdua.
"Apakah gadis yang duduk itu Sunny?." Suara Bi Minah mengejutkan ku dari belakang.
"Aaaa … Bibi jangan tiba-tiba muncul dong." Gerutu ku.
"Iya gadis itu Sunny."
"Apakah cantik?." tanya ku iseng kepada Bi Minah sambil tersenyum jahil.
Bi Minah mencubit kecil perut ku dan tersenyum.
"Ayolah Bi aku hanya bertanya kenapa bibi harus mencubit ku."
"Iya cantik sangat cantik hingga bibi tak percaya gadis itu mau ikut dengan mu kerumah ini." Sekarang giliran Bi Minah yang tersenyum jahil membalas ku.
"Cepatlah bawa minuman ini kedepan dia pasti sudah sangat haus." Perintah Bi Minah kepada ku.
Dengan sigap aku langsung membawa minuman itu kepada Sunny.
Aku tak tahu gadis ini kehausan atau memang dia sangat menyukai matcha. Hanya dengan sekali tegukan gelas yang tadinya penuh sekarang hanya tersisa setengah.
"Sudah ku duga kamu memang terlihat sangat menggemaskan ketika berhadapan dengan makanan." Ucap ku sambil berusaha menahan tawa, namun aku tak sanggup karena Sunny terlihat sangat lucu terlebih sekarang whipped cream menepel diatas bibirnya.
Aku mengambil sapu tangan yang ada di saku celana ku dan mengusap halus whipped cream yang tersisa di wajah Sunny.
"Kamu tidak apa-apa Sunny?." tanya ku penasaran karena melihat wajahnya yang begitu tegang.
"Tidak apa-apa." Suaranya terdengar terbata-bata.
Aku kembali tertawa melihat tingkah Sunny. Aku sangat tidak menduga ternyata gadis ini memiliki sisi layaknya gadis pada umumnya.
***
"Saya sebenarnya mengajak kamu kesini ingin meminta maaf atas kejadian kemarin malam."
"Maaf Sunny" Mulut ku terasa sangat berat mengatakannya.
"Saya tahu saya salah dan kehilangan kendali kemarin malam, dan hal itu pasti menyakiti kamu. Walaupun maaf tidak bisa mengubah apa-apa tapi akan semakin buruk apa bila saya tidak minta maaf dan saya juga ingin meminta maaf karena membawa kamu kemari dengan paksaan."
"Maafkan saya."
"Saya juga sebenarnya ingin memperbaiki hubungan kita. Saya tak ingin terus menerus bertengkar dengan mu. Maafkan semua kesalahan saya selama ini. Kita bisa memulai dari awal lagikan?."
Sunny tak langsung menjawab. Dia sepertinya sedang bertarung dengan pikirannya sendiri. Aku tahu sangat berat bagi dirinya untuk memaafkan ku terlebih aku sudah 2 kali membuatnya menangis. Sudah 2 kali pula aku menyakitinya. Dan kata maaf tak akan cukup untuk memperbaiki semuanya bahkan tak ada yang bisa di perbaiki.
Dengan suara yang tedengar sedikit bergemetar Sunny mulai berbicara. "Aku rasa pada saat itu bapak hanya ingin melindungi orang yang bapak sayangi. Jadi tidak apa-apa, biar bagaimana pun kejadiannya sudah berlalu. So I'm fine."
Aku tahu senyum yang terselip diakhir kata mu bukanlah senyum yang sesungguhnya, Sunny hanya berusaha untuk terlihat baik-baik saja.
"Baiklah ayo kita mulai dari awal." Sunny mengulurkan tangannya.
Aku sangat terkejut melihat apa yang terjadi sekarang. Aku sangat tidak menyangka dia akan setuju semudah ini. Perasaan senang ku seperti akan meledak. Aku dengan cepat menyambut tangannya.
"So … Kita mulai dari memperkenalkan diri" ucap Sunny dengan penuh semangat.
"Aku mulai duluan yah. Nama ku Sunny. Tak ada hal yang special dari ku. Warna favorit ku hitam dan aku sangat suka makan." Setiap kata yang keluar dari mulutnya terdengar begitu berwarna.
Sunny menoleh kearah ku menandakan sekarang giliran ku.
"Saya Aoi Ryu. Dosen menyebalkan yang selalu membuat Sunny marah. Saya juga seorang pelukis walaupun hanya sekedar hobi dan saya sangat suka warna putih."
Seketika kami berdua saling menoleh satu sama lain. Dan tanpa aba-aba tawa kami pecah begitu saja.
Aku tak bisa menggambarkan betapa bahagianya aku sekarang. Seakan-akan ini adalah momen paling bahagia dalam hidup ku. Bisa melihat mu tertawa dan tersenyum bersama dengan ku membuat dunia ini semakin cerah.
Aku akan terus membuat mu tersenyum seperti ini Sunny. Mulai sekarang adalah babak baru bagi kita. Aku dan kamu. Hanya kita berdua.