Chereads / The Chapter / Chapter 18 - Ryu ( part 11 )

Chapter 18 - Ryu ( part 11 )

"Ting" Handphone ku berdering.

Louis mengirimi ku pesan dan mengingatkan ku bahwa besok aku harus bersiap untuk acara yang di gelar anak himpunan seni. Aku hanya bisa menarik napas panjang. Aku bahkan tak tahu apa yang akan ku bicarakan besok. Terlebih bila Sunny juga ikut. Aku tak tahu bagaimana menghadapinya.

Kepala ku dipenuhi oleh awan mendung. Rasanya untuk mengeluh pun aku sudah tidak bisa. Sekarang tak hanya Sunny, tetapi aku juga harus berhadapan dengan Hana yang tiba-tiba muncul kembali didalam hidup ku.

"Tuk..tuk..tuk" pintuk kamar ku di ketuk.

Dengan sisa tenaga yang ada aku beranjak membuka pintu. Ternyata sosok yang mengetuk pintu ku adalah Bi Minah.

"Boleh bibi masuk?" tanya Bi Minah sambil memegang secangkir susu almond hangat.

Aku tak menjawab dan memberi ruang bagi bi Minah untuk masuk.

"Kemarilah Ryu" panggil Bi Minah mengajak ku duduk di samping jendela kamar yang menghadap langsung ke taman.

Aku pun menuruti perintah Bi Minah dan duduk di depannya.

"Kali ini bibi tak berperan sebagai orang yang mengurus rumah ini tetapi sebagai ibu mu" Bi Minah meletakkan gelas putih berisi susu hangat tepat di hadapan ku.

Suara Bi Minah selalu bisa menenangkan ku, setelah mendengar suaranya setengah beban di pundak ku rasanya menghilang begitu saja seperti tertiup angin.

"Apa kau ingin membaginya dengan ibu mu ini?" Bi minah sambil menggenggam tangan ku.

Jauh didalam lubuk hati ku, aku tak ingin menceritakannya kepada Bi Minah karena aku tak ingin dia khawatir kepada ku. Tetapi sentuhan tangannya yang lembut melunakkan segalanya.

"Aku tak tahu apa yang terjadi kepada ku? Aku menyukainya tetapi entah mengapa aku selalu saja menyakitinya. Rasa suka ku terhadapnya begitu besar, sehingga terkadang aku tak bisa mengendalikan diri ku, setiap berada di dekatnya aku selalu merasa tubuh ku terus ditarik untuk semakin masuk dan masuk lebih dalam kepada gadis itu. Aku selalu berusaha mengendalikan perasaan ku karena aku tahu gadis itu tidak menyukai ku, tetapi hasilnya aku malah menyakitinya. Bahkan setiap kali bertemu kami berdua selalu saja bertengkar, terus bertengkar sampai akhirnya aku hilang kendali dan membuat gadis yang ku sukai menangis dan ini yang kedua kalinya aku membuat gadis itu menangis. Setiap kali mendengar tangisannya hati ku bagaikan tersayat-sayat dan dada ku terasa begitu sesak. Dan sekarang aku sudah tidak tahu bagaimana memperbaiki ini semua."

"apa tidak ada yang bisa ku lakukan bu?" ucap ku pelan.

Bi Minah semakin erat menggenggam tangan ku.

"apa gadis itu Sunny?"

Aku membelalak kaget mendengar nama itu di sebut oleh Bi Minah, karena aku sama sekali belum menceritakan apa pun kepada Bi Minah.

"Kau tak perlu kaget seperti itu, paman mu menceritakan semuanya kepada ku."

"Sudah ku duga paman memang tak bisa di percaya" gumam ku dalam hati.

"Kau tahu Ryu aku tak pernah melihat mu sefrustasi ini menghadapi wanita. Kau selalu tenang dalam menghadapi masalah mu bahkan kau jarang sekali mengeluh tapi untuk pertama kali kau mengeluh mengenai seorang wanita." Bi Minah tersenyum.

"Apa kau pernah berbicara dengan gadis itu?."

"Tidak pernah, karena jika kami bertemu yang ada hanya pertengkaran yang tidak ada habisnya bahkan dia selalu menghindari ku."

"Ryu apakah kau pernah berbicara lembut dengan gadis itu? Pernahkah kau berusaha untuk tidak menjawab omongannya? Pernahkah kau berusaha untuk tidak terpancing amarahnya?."

Jawaban dari pertanyaan bi Minah tak perlu ku cari susah payah, karena dengan sekali mengingat saja aku sudah tahu.

"Tidak pernah …. " aku tertunduk diam.

"Aku tak tahu persis seperti apa gadis yang bernama Sunny itu tetapi mendengar cerita paman mu dan juga dirimu aku bisa sedikit menebak bahwa Sunny adalah gadis dengan cangkang yang sangat keras. Kau tahu kenapa dia seperti itu?"

Aku menggeleng pelan, karena aku sama sekali tidak paham apa yang di maksud oleh Bi Minah. Cangkang yang keras, apa maksudnya?.

Bi Minah tersenyum kecil dan mengusap rambut ku sebelum melanjutkan perkataannya.

"Seperti halnya kerang yang ada dilaut. Kau pasti tahu bahwa mereka memiliki cangkang yang keras namun tubuh mereka sangat lembut dan lunak bahkan sama sekali tidak memiliki tulang. Kerang-kerang itu sadar bahwa dengan tubuh yang lunak dan lembut itu mereka tidak bisa melindungi dirinya sendiri, oleh karena itulah mereka menciptakan cangkang yang keras sehingga walaupun terbenturan karang-karang yang ada dilaut tubuh mereka tidak akan terluka. Seperti kerang yang ada dilaut begitulah penampakan ku mengenai gadis bernama Sunny itu, dia membuat cangkang yang sangat keras untuk melindungi dirinya sangat keras bahkan dia sendiri tidak sadar bahwa cangkang yang dibuat sudah terlalu keras. Dia seperti itu hanya untuk melindungi sesuatu yang ada didalam dirinya, tidak ada yang salah dengan itu karena kita tidak tahu derita apa yang sudah dilalui oleh gadis itu sampai memaksanya untuk membuat cangkang sekeras itu."

"Gadis seperti Sunny adalah gadis yang penuh kasih dan untuk mendapatkan hatinya kau harus bersikap lembut kepadanya, karena apabila kau menuruti emosi mu maka cangkang gadis itu akan semakin keras sampai kau tak mampu untuk menghancurkannya. Tak perlu terburu-buru waktu akan memberi mu semua jawaban yang bahkan tak kau duga-duga." Bi Minah menaruh kembali tangan ku dengan lembut.

Kini tangannya menyentuh pipi ku. Sentuhan tangan Bi Minah memberi kehangatan dalam diri ku.

Aku tersenyum hangat kepada Bi Minah. "Terimakasih bu."

"Habiskan susu mu, setelah itu tidurlah. Kau butuh banyak tenaga untuk menghadapi masalah hati mu." Setelah mengatakan itu Bi Minah beranjak bangun dan meninggalkan kecupan hangat diatas dahi ku sebelum dia pergi.

Sesuai perintah bi Minah aku menghabiskan susu almond hangat yang sedari tadi hanya menjadi pajangan ditengah percakapan ku dengan bi Minah dan sejujurnya susu ini sudah tidak lagi hangat.

"Enak …. " ucapku pelan.

Setelah tegukan terakhir aku membersihkan tubuh ku dan bersiap untuk tidur. Membiarkan tubuh ku istirahat setelah seluruh energi ku terkuras habis.

***

"Apa aku harus menggunakan jas ini?." Aku mematung di depan cermin dengan jas mawar buatan Sunny.

Aku menimang-nimang kembali jas buatan Sunny dengan jas yang biasa ku kenakan. "Apa setelah melihat ku menggunakan jas ini Sunny akan senang?."

Perasaan ku dipenuhi dilemma tak berkesudahan. Di satu sisi aku ingin memperbaiki kesalahan ku dengan mengenakan jas yang Sunny buatkan untuk ku walaupun aku tahu jas ini tak di buat sepenuh hati olehnya, dan di lain sisi akan sangat memalukan jika aku menggunakan jas ini terlebih aku memang tidak pernah menggunakan baju dengan warna dan corak mencolok seperti jas ini. Seharusnya jas ini Louis diberikan kepada Louis. Pria nyentrik itu pasti akan sangat senang jika mendapatkan jas dengan motif kesukaannya, yaitu mawar merah.

Setelah hampir 15 menit berdiri mematung di depan kaca akhirnya aku memutuskan menggunakan jas buatan Sunny. Tekad ku sudah bulat untuk mengenakan jas ini, walaupun aku tahu apa yang akan menanti ku didepan. Tapi jika ini satu-satunya cara yang tersisa untuk ku memperbaiki kesalahan ku maka aku tak akan ragu.

Aku sudah sepenuhnya siap. Tapi kaki ku terasa sangat berat untuk melangkah keluar pintur kamar ini. Aku tahu betul alasan kaki ini terasa sangat berat untuk melangkah keluar, penyebabnya adalah Pak Yuma. Dia pasti akan menertawakan ku habis-habisan karena menggunakan jas dengan motif mencolok seperti ini, dan tak habis disitu setelahnya aku akan menjadi bulan-bulannya selama seminggu penuh. Dia akan terus menceritkan itu diatas meja makan.

Tapi jika aku tak berangkat sekarang maka aku akan sangat terlambat. Tak ada pilihan lain, aku memang harus turun dan berlari sekencang mungkin demi menghindari Pak Yuma. Bak pelari olimpiade aku mengambil ancang-ancang sebelum akhirnya aku melesat dengan kecepatan penuh.

"Sayang … apakah barusan itu Ryu?."

"Dimana aku tak melihat siapa pun lewat."

"Aku yakin sekali yang barusan lewat adalah Ryu, tetapi kenapa dia mengenakan baju bunga-bunga."

"Kau sudah tua sayang, mata mu pasti salah mengira itu adalah Ryu sangat tidak mungkin anak itu menggunakan motif dengan corak bunga. Kau tau sendiri bagaimana dia berpakaian sejak kecil."

"Tapi aku yakin sekali bahwa itu Ryu."

"Apa kau sadar sekarang kau sedang tidak menggunakan kacamata mu."

"Ahh ... kau benar." Menyentuh wajahnya untuk memeriksa apakah dia menggunakan kacamata atau tidak.

"Sudahlah habiskan kopi mu dan segera mandi sana."

"Apa kau tak ingin mandi bersama ku?." Tersenyum nakal kepada Bi Minah.

"Kau sudah lupa umur Yuma? Jangan bertingkah seperti anak muda." Bi Minah geram namun tersipu malu.

"Ayolah ... bukan anak muda saja yang bisa bermesra-mesraan, walaupun sudah tua kita masih tetap harus romantis." Gerutu Pak Yuma.

Bi Minah menghela napas panjang.

"Kau memang tidak pernah berubah." Bi Minah tersenyum tipis.

"Kemarilah." panggil Bi Minah

Pak Yuma beranjak mendekati Bi Minah dengan ekpresi cemberutnya yang khas. Bi Minah menatap laki-laki yang sudah bersamanya lebih dari 20 tahun itu dengan penuh cinta. Dan sebuah kecupan lembut mengarah tepat di pipi kanan Pak Yuma. Ekspresi cemberut itu seketika berubah menjadi senyuman manis yang terbingkai di wajah Pak Yuma.

"Sekarang mandilah, setelah itu aku akan menemani bermain catur." Bisik Bi Minah halus di telinga Pak Yuma.

Tanpa perlu di ulangi Pak Yuma segera melangkah menuju kamar mandi. Bi Minah hanya bisa tersenyum kecil melihat tingkah Pak Yuma yang seperti anak kecil.

***

Untunglah Bi Minah berhasil mengecoh Pak Yuma. Aku tak tahu pasti apa yang mereka bicarakan tetapi jelas sekali terlihat bahwa Pak Yuma percaya dengan ucapan Bi Minah. Aku akhirnya bisa tenang dan segera memacu mobil ku menuju aula kampus dimana acara tersebut diselenggarakan.