"Tuan?" panggil bi Minah dari balik pintu.
Aku langsung menghampiri bi Minah.
"ya ada apa bi?" tanya ku.
"ada tamu untuk tuan" bi Minah sambil tersenyum.
Aku tak mengerti maksud dari senyum bi Minah. Tapi yang jelas itu adalah pertanda baik.
"siapa bi?"
"tuan turunlah dan lihat sendiri"
"baiklah setelah mandi aku akan turun" jawab ku.
Bi Minah pun langsung pergi meninggalkan ku.
Setelah selesai mengajar aku memang langsung pulang. Entah mengapa setelah melihat jas yang diberikan Sunny aku menjadi tidak bersemangat. Aku bahkan tak menghiraukan ajakan Louis. Lalu sekarang entah siapa tamu yang dimaksud bi Minah, tapi setidaknya aku bisa tenang setelah melihat senyum bi Minah.
Saat menuruni tangga aku bisa mendengar suara seorang perempuan. Suara itu bukan milik bi Minah.
"apakah tamunya perempuan?" tanya ku dalam hati.
Aku menyegerakan langkah ku menuju ruang tamu untuk melihat siapa tamu yang dimaksud bi Minah.
Setelah sampai aku melihat sosok wanita dengan paras cantik dan senyum yang hangat. Hanya dengan sekali lihat aku bisa tahu kalau tamu yang di maksud bi Minah adalah Hana.
Hana adalah satu-satunya teman perempuan yang ku miliki sejak SMA. Hana memang gadis yang tak banyak bicara, dia sangat pendiam saat pertama kali aku bertemu dengannya. Walaupun Hana sangat pendiam tetapi dia cukup populer saat kami masih SMA, tak hanya cantik tetapi dia juga sangat pintar sangat wajar bila dia menjadi pujaan satu sekolah.
Pada saat itu aku tak menyangka akan berteman dengan Hana. Dia memang tidak banyak bicara namun dia sangat selektif dalam memilih teman, lebih tepatnya orang yang ingin dia ajak berteman.
Saat itu aku tengah belajar di perpustakaan sekolah, dan tanpa basa-basi Hana duduk didepan ku dan mengajak ku berkenalan. Pada saat itu ku pikir dia akan sangat berisik tetapi ternyata setelah kami berkenalan dia hanya duduk dan membaca bukunya. Sejak saat itu entah mengapa hubungan kami menjadi sangat dekat, walaupun setiap bertemu tak banyak hal yang aku dan Hana bicarakan bahkan kami lebih banyak menghabiskan membaca buku bersama-sama dibandingkan dengan berbicara. Tetapi Hana selalu bisa mengerti maksud dari diam ku. Dia seperti bi Minah selalu bisa mengerti tanpa perlu aku menjelaskan apa-apa. Menghabiskan waktu bersama Hana adalah hal terbaik yang ku alami saat menjadi anak SMA.
Namun kebersamaan kami tak begitu lama. Sesaat setelah lulus Hana pergi ke Jepang untuk melanjutkan studinya dan setelah hari aku mengantarnya kebandara aku tak pernah lagi mendengar kabar darinya.
Dan sekarang dia datang tanpa aba-aba seperti saat pertama kali dia mengajak ku berkenalan.
"Hana?" panggil ku.
Dia pun menoleh. Hana sama sekali tidak berubah dia masih saja cantik seperti saat SMA dulu. Tak banyak hal berubah darinya bahkah setelah 10 tahun kami tidak bertemu dia masih tetap Hana yang ku kenal saat masih SMA.
"Ryu" wajah Hana tampak begitu cerah.
Dia menghampir ku dan langsung memeluk ku. Sepersekian detik aku terkejut karena Hana tiba-tiba memeluk. Mungkin aku sudah salah beberapa hal tak lagi sama saat kami bertemu 10 tahun yang lalu dan Hana tentu saja berubah.
Aku tak membalas pelukannya. Tubuh ku seketika mematung sesaat setelah di peluk Hana.
"ahh.. maaf aku kelewatan" ucap Hana setelah melepaskan pelukannya.
Dia masih canggung seperti dulu. Hana memang hampir tak pernah mengekspresi apa yang dia rasakan. Bahkan saat marah pun dia akan terlihat begitu tenang.
"tidak apa-apa" jawab ku santai.
"kalian mengobrollah bibi akan kebelakang" ucap bi Minah sekaligus memberi kode agar aku mengajak Hana duduk.
"Hana duduklah"
Setelah 10 tahun tidak bertemu aku sama sekali tidak tahu harus menanyakan apa kepada Hana. Rasanya sangat canggung.
"bagaimana kabar mu Ryu" tanya Hana.
"ahh aku baik-baik saja" aku tersenyum kikuk.
"kau sendiri bagaimana Hana?" aku bertanya balik untuk memecahkan kecanggungan.
"aku baik-baik saja" seperti biasa Hana selalu bisa tenang.
Setelah basa-basi tak berarti itu, aku hanya bisa terdiam seperti orang bodoh. Aku berusaha memutar otak untuk mencari topik pembicaraan.
"apa kau canggung Ryu?" Hana seperti biasa selalu bisa menebak isi hati ku.
"apa aku terlihat begitu?"
"sedikit" ucap Hana sambil tersenyum kecil.
"wajar saja jika kau sangat canggung ini pertemuan pertama kita setelah 10 tahun. Kau tak perlu memaksakan dirimu, pelan-pelan saja kita bisa memulai semuanya seperti saat kita SMA dulu"
Mendengar perkataan Hana entah mengapa rasanya tenggorokan ku terasa begitu pahit.
"ini sudah 10 tahun Hana, aku sudah berubah begitu pula dengan mu. Apa yang sudah berakhir tak mungkin bisa kembali seperti dulu" aku tak tahu kenapa mulut ku bisa mengeluarkan kata-kata sejahat itu kepada perempuan yang baru ku temui setelah 10 tahun.
Aku semakin memperparah suasana. Setelah mendengar perkataan ku barusan Hana tak menjawab apa pun. Dia hanya tertunduk diam. Selalu seperti itu. Aku tak pernah bisa tahu apa isi pikirannya. Bahkan saat itu pun dia hanya tertunduk diam tepat seperti ini.
"apa kau lapar Hana?" aku hanya menanyakan apa yang terlintas di kepala ku.
Hana tak menjawab apa pun dan hanya mengangguk sambil tersenyum.
"baiklah kita makan diluar saja, aku tak ingin merepotkan bi Minah"
"kata-kata mu selalu menusuk hati Ryu, seperti biasa dan tak berubah walau sudah 10 tahun" Hana tertawa kecil.
Melihat Hana tertawa, membuat ku cukup tenang. Setidaknya aku tahu bahwa kata-kata ku barusan tak terlalu menyakitinya, walaupun bisa jadi sebaliknya. Namun gadis ini adalah Hana dia selalu bisa menyembunyikannya. Aku bahkan sudah lelah untuk mencari tahu apa isi hatinya. 10 tahun sudah sangat melelahkan bagi ku.
Aku sebenarnya tak tahu ingin membawa Hana kemana. Aku juga tak tahu apa makanan kesukaannya, karena dia selalu bisa memakan apa pun.
"kau ingin makan apa?" tanya ku.
"apa saja" jawab Hana singkat.
"ayolah Hana kita sudah 10 tahun tidak bertemu setidaknya beritahu aku kau ingin makan apa"
Mendengar perkataan ku Hana tertawa lepas dan tanpa sadar aku juga ikut tertawa. Mobil ini dipenuhi suara tawa Hana. Aku tak begitu ingat apakah dulu kami pernah tertawa lepas seperti sekarang ini. Rasanya aku sedikit merindukan masa-masa ketika hanya ada aku dan Hana.
"aku ingin makan nasi goreng, tak perlu jauh mencari yang enak. Di depan sana sepertinya ada gerobak nasi goreng. Aku ingin makan disitu saja" ucap Hana.
Aku tak menjawab apa-apa dan terus memacu kendaraan ku menuju gerobak nasi goreng yang ditunjuk Hana. Tapi sepertinya daerah ini tidak asing bagi ku. Setelah berkali-kali memastikan aku akhirnya yakin bahwa tempat ini adalah lokasi apartemen Sunny dan gerobak nasi goreng yang di tunjuk Hana tepat di bawah apartemen Sunny.
Aku berharap-harap cemas, semoga aku tidak bertemu dengan anak menyebalkan itu. Aku tak ingin bertengkar dengannya di depan Hana.
Hana turun lebih dulu dan aku mengikutinya dari belakang. Dan apa yang aku takuti akhirnya terjadi, Sunny juga ada ditempat itu. Aku sangat terkejut ketika melihatnya ditambah anak itu sepertinya tidak mengeringkan rambutnya dengan benar, sungguh menyebalkan. Bagaimana jika dia masuk angin.
Seketika aku sadar kenapa aku harus peduli dengan keadaan anak itu. Sekarang yang harus ku lakukan adalah mengabaikan kehadirannya, karena Hana sedang bersama dengan ku.
Tapi entah mengapa anak itu terus memperhatikan ku dengan Hana. Sesekali dia mengarahkan pandanganya kearah jalan tapi tak lama kemudian dia kembali menoleh kearah ku.
"ahhh… anak ini sungguh membuat ku tak nyaman" gumam ku geram.
Aku pun berbalik menoleh kearahnya. Mata kami sempat bertemu beberapa detik dan dia sepertinya sadar lalu kembali mengalihkan pandangannya.
Aku tak tahu apa yang salah dengan Sunny malam ini. Setelah aku menatapnya dia bertingkah aneh sekali. Bahkan sekarang dia menjatuhkan air minumnya sendiri.
"ceroboh sekali" gumam ku.
Dia terus berusaha untuk mengelap tumpahan air yang ada dibajunya. Untuk pertama kali aku melihat anak itu sangat panik, padahal biasanya dia hanya bisa marah-marah dan sangat keras kepala.
Sekarang Hana bahkan sadar akan keberadaannya dan mencoba menolongnya dengan memberikan sapu tangannya. Sejak dulu Hana memang selalu baik kepada siapapun terkadang dia lebih mendahulukan orang lain dari pada dirinya. Kali ini aku tak sempat menghentikan Hana. Tiba-tiba saja dia sudah berdiri di dekat Sunny. Entah Sunny sadar atau tidak sedari tadi Hana terus menerus memanggilnya, namun sama sekali tak di gubris oleh Sunny. Sudah ku duga anak itu memang selalu keras kepala bahkan di saat sedang kesulitan pun dia tetap mempertahankan harga dirinya.
Aku pun berdiri untuk mencoba menghentikan Hana, namun belum sempat aku melakukannya Sunny dengan ringannya menepis tangan Hana yang mencoba memberikannya sapu tangan. Sapu tangan itu pun jatuh ke atas tanah. Melihat hal itu emosi ku menjadi tak tertahankan.
"hey! Apa yang kamu lakukan?" teriak ku kepada Sunny.
"dia hanya ingin menolong, tapi kamu dengan keangkuhan mu malah menepis tangannya"
"kamu memang tidak punya hati Sunny!"
Aku seperti kehilangan kendali. Tanpa sadar aku meninggikan suara ku dihadapan Sunny.
Sunny yang dari tadi menunduk tiba-tiba mengangkat kepalanya kearah ku. Dia terus menatap ku dan tidak mengatakan apa-apa. Lalu air mata perlahan mengalir di pipinya.
Aku tak bisa membohongi diriku bahwa saat melihat Sunny mengeluarkan air matanya aku seketika menjadi panik. Rasanya saat itu juga aku ingin memeluknya. Namun aku tak mampu menggerakan tubuh ku. Belum sempat aku menariknya, Sunny sudah berlari dengan sangat cepat meninggalkan ku.
Aku seperti kehilangan arah.
"apa yang harus ku lakukan?" ucap ku.
Lalu tanpa sadar aku berlari mengejar Sunny. Aku bahkan lupa bahwa Hana sedang bersama ku. Sunny berlari dengan sangat cepat aku tak bisa mengejar.
Dan entah sejak kapan aku sudah sampai didepan pintu kamarnya.
Aku bisa mendengar tangisan Sunny dari luar. Untuk kedua kalinya aku membuat gadis itu menangis. Lebih parahnya kali ini aku tak bisa berbuat apa-apa. Betapa tak bergunanya diriku.
Sunny terus menangis, semakin lama tangisannya terdengar semakin keras. Aku tak bisa bergerak sama sekali kaki ku terasa sangat lemas. Aku duduk didepan pintunya. Berharap suara tangis itu segera berhenti. Aku sungguh tak sanggup jika terus mendengarnya menangis.
"maafkan aku Sunny" ucap ku pelan.
Aku tak tahu sudah berapa lama aku menunggunya berhenti menangis. Aku juga tak tahu sudah berapa lama aku duduk disini. Dan sepertinya Sunny sudah berhenti menangis.
"maafkan aku" kalimat itu bahkan tak bisa menembus pintu kamar ini tapi bodohnya aku masih berharap Sunny mendengar permintaan maaf ku.
"aku tak bisa menemani mu kali ini, jadi ku harap kau baik-baik saja. Aku akan menebus kesalahan ku. Aku janji"
Setelah mengatakan itu aku segera turun kebawah. Hana pasti sudah menunggu.
Tepat seperti dugaan ku Hana sudah menunggu sejak tadi.
"maafkan aku" ucap ku pelan.
"tak apa" Hana sambil tersenyum.
"apa gadis itu sudah berhenti menangis?"
Aku hanya mengangguk pelan dan tak menjawab apa-apa.
"alamat mu dimana, aku akan mengantar mu pulang"
"tidak perlu, kau pasti sangat lelah. Kau pulanglah duluan aku sudah meminta supir ku untuk menjemput"
Aku tahu Hana pasti terkejut melihat ku tiba-tiba berlari meninggalkannya. Tapi dia masih saja memikirkan diri ku daripada dirinya sendiri.
"kau yakin?" aku mencoba untuk memastikan.
"tenang saja Ryu" Hana kembali tersenyum.
Aku tahu Hana hanya ingin membuat ku tenang dengan menambahkan senyuman di wajahnya.
"baiklah aku akan pulang saat supir mu datang"
Hana hanya mengangguk.
10 menit kemudian supir Hana datang. Dia langsung masuk tanpa menoleh sedikit pun kearah ku. Aku tak menyalahkan Hana, karena hal yang wajar jika dia marah pada ku. Terlebih aku meninggalkannya sendiri tanpa penjelasan apa-apa.
Hari ini tidak ada hal yang berjalan sesuai keinginan ku. Rasanya seluruh energi ku terkuras habis.
Aku masuk kedalam mobil dan segera mengarahkan mobil ku menuju rumah.