Hari pertama Adeline di rumah Smith. Ia di perlakukan bagai putri raja di rumah itu, semua kebutuhan yang biasanya di kerjakan sendiri, disini bisa di kerjakan oleh para asisten rumah tangga.
Bahkan baju yang akan dia pakai saja di bantu di keluarkan oleh pegawai rumah itu, hal itu tentu saja membuat geram Sofia yang gak tahan melihat Adeline di sana.
"Sofia, tugaskan beberapa pegawai di dekat kamar Adeline agar dia tidak kesulitan saat membutuhkan sesuatu!" titah Smith.
Walau sedikit sakit hati, Sofia tetap mengangguk menjalankan tugasnya. Namun, ia merasa bahwa di dunia ini hanya dirinya lah yang paling dekat dengan Smith, hal itu membuat Sofia sedih karena Smith memiliki kekasih tanpa memberitahu nya selama ini. Dan kabarnya tentang pernikahan tentu saja membuatnya sangat kaget. Selama ini ia berfikir bahwa orang paling dekat Tuan Muda itu adalah dirinya, namun ekspektasi meruntuhkan kepercayaan dirinya itu.
Smith memanggil Adeline untuk ikut dengannya, ya ruangan baju yang akan ia gunakan setiap hari selama menjadi istrinya nanti. Betapa terkejut nya gadis itu, semua model baju terbaru yang dilihatnya sangat memanjakan mata, Adeline terpukau luar biasa dengan jumlah baju, sepatu bahkan tas yang sangat banyak dan tertata rapih.
"Apakah kamu memiliki pacar sebelum nya?" tanya Adeline polos, tapi dia buru-buru pura-pura tersenyum, ia tidak ingin menanyakan hal pribadi seperti itu.
"Kita memiliki beberapa batasan, ada yang bisa ku lakukan padamu namun tak bisa kau lakukan padaku!"
Adeline mengangguk, ia tahu pemegang kendali dari pernikahan ini adalah Smith.
Gadis itu berkeliling menikmati pemandangan yang di elu-elu kan para wanita, kini ia bisa mendapatkan nya dengan sangat mudah.
"Apakah ini benar-benar harganya?" tanya Adeline dengan mata terbelalak sembari memegang price tag baju itu.
Smith sedikit tersenyum melihat tingkah gadis itu, Sofia tampak sedikit kesal melihat lirikan Tuan mudanya.
"Sebelum kamu berangkat kemana pun, kamu akan di bantu dua asisten pribadi mu dan jika ada apa-apa atau butuh sesuatu kamu bisa memberitahu Sofia dia akan melakukan nya.
Adeline mengangguk paham, namun Sofia hanya diam dan mengikuti langkah mereka berdua di depannya.
"Malam ini aku akan membawa mu ke rumah orang tuaku, jadi pilih baju yang pantas mereka akan membantu mendandani mu"
"Ke rumah orang tua mu? hari ini?" Adeline tampak terkejut.
Adeline hanya mematung melihat semua barang yang digunakan sediakan oleh Smith di ruangan itu.
Dia mengekor kembali mengikuti lelaki yang akan menjadi suaminya, maksudnya suami kontrak!
Smith naik ke lantai dua menaiki tangga satu persatu sembari memainkan gadget nya, dan Adeline mengikuti dari belakang sembari memegangi pegangan tangga.
Matanya tak berhenti terpukau dengan keindahan rumah mewah yang akan di tempati nya itu.
Para pegawai tanpa terkejut melihat Adeline mengikuti Smith dari belakang dan naik ke atas, tak terkecuali Sofia yang juga tampak kaget.
Peraturan di rumah besar ini adalah, siapapun tidak boleh naik ke lantai dua jika Smith sedang ada di rumah! Lelaki semata wayang keluarga kaya raya itu ingin ketenangan setelah bekerja keras di kantor, dan menjadikan rumah sebagai tempat nyaman untuk istirahat dari penat nya pekerjaan.
Begitu ia akan masuk ke kamar dan menutup pintu, Smith kaget karena pintu yang ia pegang menabrak sesuatu.
"Aw!" lirih Adeline sembari memegangi kepalanya.
Smith amat sangat kaget. "Kenapa kamu kesini?"
"Aku kira kamu menyuruh ku naik, makannya aku ikut"
Smith menaikan sebelah alisnya, ia melihat Adeline tampak kesakitan.
"Ayo turun ikut aku!"
Smith menarik tangan gadis itu turun, dan pandangan semua pegawai nya langsung tertuju pada Adeline dan Smith.
Sofia sedikit menyeringai melihat kejadian itu, Sofia berpikir Smith mengamuk pada Adeline.
"Sofia, bawakan aku air dingin di baskom dan lap kecil" Smith mengucapkan itu sembari menyuruh Adeline duduk di kursi.
Sofia segera kembali dengan membawa sebuah baskom berisi air dingin dengan banyak es batu, ia tersenyum menyeringai dan berpikir bahwa Smith akan menyiramkan itu pada Adeline karena telah lancang naik ke lantai dia mengikuti nya.
"Duduk tegak, aku akan mengompres lebam nya"
Adeline duduk dan menatap wajah Smith. "Apa sangat sakit?" tanya nya.
Adeline mengangguk, merasakan dingin handuk kecil yang menyentuh kulit keningnya.
Sofia dan para asisten rumah tangga lainnya menyapa hal itu. Tuan muda nya yang amat sangat sensitif itu sedang memberikan perhatian pada seorang gadis, hal itu membuat para pegawai sangat cemburu sekaligus senang.
Sofia yang melihat itu, ia tak bisa menyembunyikan raut wajahnya. "Tuan, apakah anda perlu bantuan?" tanya Sofia.
"Tidak, aku akan melakukan nya sendiri, lagi pula ini tidak merepotkan"
Mendengar jawaban Smith membuat Sofia semakin geram dan cemburu, karena lelaki itu duduk sangat dekat dengan wanita yang akan di jadikan istrinya itu.
"Maafkan aku, aku juga tidak bertanya sebelum nya jadi aku mengikuti mu"
"Tidak apa-apa, kita akan segera menikah dan kamu akan segera beradaptasi di rumah ini" lanjut Smith, membuat badan Adeline mematung dan dadanya berdetak lebih kencang. Bagaimana tidak, lelaki itu mengucapkan nya dengan lantang seperti sudah terbiasa.
Menyadari tingkah gadis itu, Smith segera menyuruh Sofia dan pegawai lainnya meninggalkan mereka.
Setelah sepi dan tersisa hanya mereka berdua, Smith mendekat kan wajahnya pada Adeline.
"Hei, bersikap lah terbiasa seperti pasangan lainnya yang berkencan lagi pula kamu akan menjadi istriku jangan sampai para pegawai ku curiga"
Tubuh Smith yang terlalu dekat justru malah membuat Adeline kaku dan canggung. "Aku tidak pernah berpacaran sebelum nya, jadi aku tidak tahu caranya" jawab Adeline sembari memalingkan wajahnya ke sembarangan arah.
Mendengar itu Smith membelalakkan matanya. "Apakah ini First?"
Adeline mengangguk. Namun ia tidak malu sama sekali, baginya itu adalah hal wajar karena ia adalah mahasiswi kedokteran.
"Kalau begitu kamu harus bekerja keras, aku tidak mau kamu terlihat canggung aku ingin semuanya berjalan sempurna" Smith menegaskan dengan jelas, ia menganggap ini juga sebuah pekerjaan.
Mendengar ucapan Smith yang seperti otoriter membuat Adeline sedikit sesak nafas, namun jika ia mengingat semua fasilitas yang di dapatkan nya ia memilih melupakan sikap Tuan Muda yang dingin itu.
Mereka mengobrol cukup lama, dan juga membicarakan tentang acara makan nanti malam bersama keluarga Smith.
Ia tidak ingin terlihat canggung, dan mengingatkan Adeline untuk bersikap normal di depan Ayahnya.
"Katakan Sayang, kamu bisa memanggilku seperti itu jika di depan orang lain"
"Sa, Sa? sayang?" Adeline terbata-bata.
"Atau kamu bisa memanggilku My Love, atau My honey" lanjut Smith.
"Apakah ini kali pertama kamu berpacaran juga?" tanya Adeline.
Smith langsung mengangkat wajahnya dan menatap gadis itu. "Apa maksud mu?"
"Bagaimana seseorang bisa memanggilku dengan sebutan seperti itu di depan orang tuanya, itu terdengar seperti lelucon"
"Benarkah, ah sudahlah terserah kamu akan memanggilku apa yang penting jangan sampai Ayahku curiga" Smith kemudian berdiri dan pergi ke lantai dua.
Malam hari tiba waktunya untuk makan malam, Adeline sudah mandi dan memakai gaun yang ia pilih sendiri, gaun yang panjang menutupi kakinya yang jenjang, bahkan dengan lengan panjang tapi membentuk tubuh indahnya.
Smith melirik ke arah gadis itu, ia langsung membelalakkan matanya, seperti melihat orang lain di diri Adeline.