Setelah setuju membina perasaan bersama mereka pun paham.
Keduanya memutuskan berkencan, Kania dengan perasaan tulusnya, dan Damar dengan perasaan yang entah seperti apa harus ia jelaskan, sejauh ini ia hanya ingin bertanggung jawab atas Kania dan Dimas karena insiden kecelakaan orang tuanya.
"Masih sakit?" tanya Damar kembali, Kania pun menggeleng.
"Aku pamit pulang sekarang Pak, kasian Dimas dirumah sendirian!"
"Aku akan mengantarmu," inisiatif Damar.
Kania tidak menolak, toh memang itu yang membuat perasaan nya tertata rapih.
Keduanya keluar setelah Damar mengganti baju, didalam lift menuju parkiran damar menanyakan sesuatu pada Kania. "Apa kamu merias wajahmu?" tanya Damar pelan.
Kania begitu malu, sampai memainkan poninya karena ketahuan berdandan. "Tidak, memang kenapa?"
"Terlihat jelas perona pipimu!" Lanjut Damar.
"Oh ini mungkin lebam tamparan tadi, jadi merah," Kania membela diri karena terlanjur malu.