Tristan yang masih belum memahami situasi, hanya bisa menatap sekelilingnya dengan bingung. Tempat apa ini? Berbagai dugaan berputar di benak Tristan saat dia mencoba memahami hal-hal gila yang sedang terjadi.
Segala sesuatu yang terjadi sebelumnya terasa seperti berasal dari buku atau film fantasi yang biasa dia tonton. Namun, kini Tristan cukup tahu dan tidak naif menganggap hal-hal ini hanya fantasi.
Rasa sakit luar biasa yang dia rasakan di bahunya, yang telah dihancurkan oleh cengkeraman monster raksasa itu meyakinkannya bahwa ini bukan mimpi. Tristan sangat percaya bahwa jika dia salah bertindak, kematian akan datang dalam sekejap mata.
Tristan kemudian dilemparkan ke ruang bawah tanah yang gelap bersama dengan semua orang lain yang juga diseret. Jumlah mereka sekitar 40 orang dan sebagian besar menunjukkan wajah ketakutan sementara yang lain terlihat sangat terkejut.
Saat Tristan melihat Leyla, dia dengan cepat berlari ke arahnya.
"Tristan... monster sialan itu!! Mereka.. mereka membunuh semua orang.." kata Leyla panik.
"Ya. Aku tahu. Tenang, Leyla. Tenang."
Bahkan, Tristan sendiri juga merasa begitu sulit untuk menenangkan diri dalam situasi seperti itu. Namun, dia benar-benar perlu menjaga ketenangannya, terutama di depan Leyla.
Sesaat kemudian, sekelompok makhluk datang dengan sosok berambut putih.
"Baiklah.. Coba kulihat siapa di antara kalian yang akan beruntung." kata makhluk berambut putih itu sambil memainkan jarinya.
"Kau dan kau!"
Makhluk besar di sampingnya segera masuk ke dalam kandang dan mengambil dua orang yang ditunjuk. Mereka kemudian mengunci kandang lagi sebelum keluar.
"Apa yang mereka lakukan? Apa yang mereka inginkan dari kita?"
Tristan berusaha tenang dan memikirkan situasi mereka saat ini. Dia menyadari di antara 40 orang di dalam kandang, selain dia dan Leyla, ada beberapa orang lagi yang mengenakan pakaian familiar.
Tristan kemudian memutuskan untuk mendekati salah satu dari mereka. "Kau .. Apakah kau mengerti apa yang aku katakan?"
Seorang pria berusia empat puluhan yang tampak seperti seorang pengusaha dengan dasi dan setelan jas, dan seorang wanita cantik berusia tiga puluhan, keduanya mengangguk.
"Apakah ada di antara kalian yang mengerti apa yang terjadi di sini?"
"Tidak.. tidak.. Kami tidak tahu apa-apa."
Tristan menggelengkan kepalanya. Keduanya jelas tampak ketakutan, sehingga tidak bisa diajak bekerja sama.
Tidak lama kemudian, kelompok itu mendengar teriakan. Wajah mereka menjadi lebih pucat dari sebelumnya karena mereka semua bisa menebak bahwa teriakan itu berasal dari orang-orang yang diambil sebelumnya.
Beberapa menit setelah jeritan memekik, sekelompok makhluk hijau kembali lagi. Tapi kali ini tanpa pemimpin mereka.
Ketika mereka masuk ke dalam ruangan, sebagian besar orang di dalam sudah mengerti bahwa mereka datang untuk mengambil lebih banyak orang, entah untuk apa. Empat puluh orang yang tersisa menjadi semakin ketakutan, sehingga kebanyakan dari mereka berlari minggir ke sudut ruangan.
Anehnya, Tristan melihat pemuda seusianya berdiri di depan. Seperti yang diharapkan, makhluk itu dengan cepat membawanya sebagai orang yang mereka pilih. Setelah itu, makhluk itu berjalan masuk lebih dalam ke ruangan, mencoba mengambil lebih banyak orang. Sayangnya, mereka berjalan menuju Tristan dan rombongan dari pesawat.
Tristan dengan cepat melangkah mendekati Leyla untuk melindunginya. Namun, ketika makhluk itu beberapa langkah di depan mereka, dia terkejut merasakan seseorang mendorongnya dari belakang. Melirik ke belakang, Tristan melihat pengusaha paruh baya itu menyembunyikan tangannya ke belakang.
Makhluk hijau itu dengan cepat menangkap Tristan dengan cengkeraman yang kuat dan ia hanya bisa melihat adiknya berteriak memanggilnya, tetapi tidak bisa berbuat apapun.
Tristan dan pemuda sebelumnya kemudian diseret dan dibawa ke ruangan yang berbeda. Mata Tristan terus melihat sekeliling saat dia diseret ke sebuah ruangan. Samar-samar dia bisa melihat tempat itu tampak seperti laboratorium. Ruangan yang diisi dengan mesin aneh dan tabung raksasa berisi cairan merah.
'Apakah itu darah?' pikir Tristan saat dia melihat tabung raksasa tersebut.
Dia dimasukkan ke dalam sangkar logam di sudut ruangan bersama dengan orang-orang lain yang dibawa kesini bersamanya. Karena Tristan masih marah karena didorong oleh si pria paruh baya, dia segera waspada ketika dia melihat pria lain berjalan mendekatinya. Pria itu mengamati tubuh Tristan dari ujung kaki hingga ujung kepala seolah sedang mencoba menilainya.
Pria itu kemudian berbisik kepada Tristan, "Kau bisa mengerti kata-kataku, kan?"
Setelah mendengar itu, Tristan menoleh dan menatap pria itu. Meskipun dia cukup lega karena pria itu bisa berbicara dalam bahasanya, Tristan dengan cepat menjadi curiga karena pria itu mengenakan pakaian hitam unik yang terlihat seperti seragam.
Naluri yang diasah sejak di penjara memperingatkannya bahwa pria ini bukan dari pesawat yang ia naiki. Bahkan mungkin bukan dari Bumi.
"Siapa kau? Bagaimana kau bisa berbicara dalam bahasaku?" tanya Tristan.
Pria itu menunjukkan simbol lingkaran aneh di tangan kirinya. Tetapi ketika pria itu melihat tatapan bingung Tristan, dia dengan cepat menjelaskan, "Ini adalah simbol sihir. Simbol ini dapat membantuku menerjemahkan kata-kataku ke bahasa apa pun."
"Sihir!" Tristan hanya bisa menerima penjelasan pria itu. Setelah kejadian gila dan aneh yang terjadi sebelumnya, sihir mungkin hanya salah satu dari realitas baru yang perlu dia terima.
Pria itu kemudian melanjutkan, "Katakan padaku. Apakah kamu melihat badai ungu sebelum kamu tiba di sini?"
Tristan teringat badai ungu yang terjadi di langit yang dia lihat dari seberang jendela pesawat sebelum dia tiba di tempat ini.
"Ya, aku memang melihatnya. Apakah kau tahu apa sebenarnya badai itu?"
"Itu pasti salah satu mantra sihir terlarang terbesar. Pemimpin mereka pasti bukan goblin biasa." gumam pria itu.
Tristan bingung saat mendengar kata-kata pria itu. Itu karena dia tidak bisa mengerti sebagian dari apa yang pria itu dikatakan.
"Goblin?" tanya Tristan, bingung dengan kata yang tidak dikenalnya.
Goblin adalah makhluk yang hanya disebutkan dalam buku fantasi atau film Hollywood. Apalagi, jika dia membandingkan makhluk di depannya itu dengan 'goblin' yang dia kenal, meskipun mereka memiliki bentuk yang kurang lebih sama, mereka memiliki warna kulit dan wajah yang berbeda.
Melihat ekspresi bingung di wajah Tristan, pria itu tiba-tiba menampar kepalanya setelah sadar. "Kamu pasti diambil dari dunia yang lebih rendah." kata pria itu dengan santai. Dia tidak menyadari betapa bingungnya Tristan ketika mendengar penjelasannya ini.
Sebelum Tristan sempat bertanya apa yang dimaksud dengan 'dunia yang lebih rendah', pria itu melanjutkan bicaranya. "Kau tidak tahu apa-apa tentang perang antara ras manusia dan elf, kan? Goblin dan orc adalah makhluk yang diciptakan oleh elf, untuk berperan sebagai pasukan untuk melawan manusia."
Ekspresi Tristan semakin terganggu semakin dia mendengar kata-kata dari pria ini.
Tidak peduli dengan keadaan Tristan, pria itu bertanya. "Bisakah kamu bertarung? Bisakah kamu menggunakan senjata? Kamu harus setidaknya bisa bertarung jika ingin bertahan hidup."
Masih terkejut dengan penjelasan bahwa orc dan elf itu nyata, jawab Tristan, meski tertunda. "Ya, aku bisa."
"Bagus." kata pria itu. "Nanti, kau harus mengikuti petunjukku dan kita mungkin bisa selamat dari ini. Ngomong-ngomong, panggil aku Desmond."
Tristan terdiam sesaat sebelum dia membuka mulutnya.
"Aku Tristan," jawabnya.
"Oke Tristan, kau akan membantuku keluar dari lubang neraka ini."