Ratna tersenyum lembut, "Dia anak Tante yang bungsu. Adiknya Raihan, namanya Rico. Ganteng, yah?" goda wanita tersebut seraya mengedipkan sebelah matanya.
Sementara Naura merasa sangat terkejut mendengar fakta baru yang tak pernah ia duga. Kenyataan bahwa ia telah masuk ke dalam rumah cowok yang ada di masa lalunya.
Namun Naura tidak yakin apakah orang tersebut temannya saat masih SMA atau berbeda orang? Dan hanya mirip saja. Itulah yang harus dia cari tahu.
"Kamu kenapa? Kok kayaknya kamu pucat?" tanya Ratna khawatir melihat perubahan wajah Naura.
Naura tersadar setelah mendengar pertanyaan dari Ratna. Segera Naura mengubah wajah terkejutnya agar wanita tersebut tidak curiga.
"Oh, nggak kok, Tante. Naura nggak apa-apa. Oh, jadi itu adiknya Mas Raihan. Kok kayak nggak mirip, sih, Tante?" canda Naura untuk menghilangkan keterkejutannya.
Ratna tergelak, "Iya, memang banyak yang bilang begitu. Karena Rico mirip sama Almarhum kakeknya, Ayah Tante. Makanya nggak mirip sama Raihan yang mirip sama Papanya," jelasnya masih tertawa kecil.
Naura juga ikut tertawa, meski terpaksa. "Oh, jadi gitu ya, Tante," sahutnya yang menoleh kembali ke foto yang tergantung di atasnya.
Mengamati wajah seseorang yang menurutnya banyak berubah. Namun satu yang pasti, tatapan matanya masih sama seperti dulu. Tajam dan terlihat meremehkan, tengil.
"Ayo, langsung ke dapur, aja! Bantuin Tante buat makan siang. Kata Raihan kamu jago masak," ajak Ratna yang langsung menggandeng lembut tangan Naura. Menuju ke dapur.
"Enggak, kok. Aku nggak bisa masak seenak punya Tante. Mas Raihan bercanda, aja," elak Naura seraya menggelengkan kepalanya pelan.
"Masa, sih? Terus siapa yang cerita kalau abis makan di rumah kamu sampai nambah dua kali," goda Ratna sambil terkekeh geli.
"Eh? Mas Raihan cerita seperti itu, Tante?" tanya Naura yang tergelak. Serta tak percaya Raihan akan mengatakan hal tersebut kepada Mamanya.
"Iya, dong. Siapa lagi? Rico kan, masih di New York dan akan pulang minggu depan," sahut Ratna yang lagi-lagi membuat Naura terkesiap.
Satu fakta baru, bahwa selama ini Rico berada di luar negeri. "Oh, lagi di luar negeri. Kuliah di sana, Tante?" tanyanya yang ikut menata sayuran yang akan di masak.
"Iya, dia sekolah SMA di Jakarta, ikut Pamannya. Lalu lanjut kuliah di sana, karena dapat beasiswa juga di sana. Sebenarnya, sih, Tante nggak setuju, tapi dia yang keukeuh ingin kuliah di sana dan mewujudkan cita-citanya. Tante sebagai orang tua, hanya bisa mendukung dan mendoakan aja, bukan?" ungkap Ratna yang terlihat sendu.
Naura merangkul bahu wanita paruh baya di sebelahnya, tahu perasaan Ratna sebagai seorang Ibu yang pastinya berat berpisah dengan putranya untuk waktu yang lama.
"Iya, Tante. Semoga dia bisa mewujudkan cita-citanya dan bisa membanggakan kedua orang tuanya yang selalu mendukungnya seperti ini," harapnya yang di angguki oleh Ratna sambil tersenyum tipis.
"Kamu memang gadis yang tak hanya manis tapi juga baik, Na. Orang tuamu pasti sangat bangga bisa memiliki anak gadis semanis dan sebaik kamu," puji Ratna tulus yang membuat Naura tersipu malu.
"Naura kan, nggak ada apa-apanya Tante, kalau di bandingkan anak-anak Tante yang hebat-hebat," sanggahnya dengan senyuman tipis.
"Nggak kok, siapa bilang? Kan Tante yang menilai. Semua orang tua pasti bangga atas pencapaian anak-anaknya. Karena setiap anak memiliki jalannya masing-masing. Sudah, ayo masak! Nanti nggak selesai-selesai kalau ngerumpi terus," canda Ratna sambil terkekeh yang membuat Naura juga tergelak.
Sedangkan di balik dinding, Raihan yang tadi berniat untuk menyapa kedua perempuan tersebut mengurungkan niatnya. Dan memilih untuk mendengarkan obrolan mereka.
Ia kembali ke rumah untuk mengambil berkas milik Papanya yang tertinggal. Namun, mendengar obrolan antara Naura dan Mamanya, ia tersenyum tipis.
Tak menyangka jika gadis itu mampu mengambil hati Mamanya yang bahkan dulu mantan kekasihnya saja tak bisa melakukannya. Bahkan Mamanya sempat tidak setuju ia menikah dengan perempuan tersebut, yang pada akhirnya semua kekhawatiran Mamanya terbukti. Ia di tinggalkan begitu saja olehnya.
Raihan semakin kagum akan sosok Naura. Segera ia pergi karena tak ingin mengganggu waktu dua perempuan berbeda usia tersebut di dapur.
Ia akan kembali nanti saat jam makan siang. Tak sabar rasanya untuk mencicipi hasil masakan Naura yang selalu pas di lidahnya. Dan membuatnya ketagihan.
***
Raihan dan Papanya pulang tepat pada jam makan siang. Dan kebetulan pula masakan Ratna yang di bantu oleh Naura juga telah matang. Hingga mereka akhirnya makan siang bersama.
"Pa, ini kenalkan, Naura. Gadis yang waktu Mama ceritakan. Gadis manis yang sudah baik mau menolong Mama saat di Mall," ujar Ratna yang memperkenalkan Naura kepada suaminya. Kala gadis tersebut membantunya menata makanan di atas meja.
"Oh, iya, Papa ingat. Terima kasih, kamu sudah menolong istri saya." Adi mengangguk singkat ke arah Naura yang juga mengangguk sambil tersenyum tipis.
"Na, Ayo, duduk! Semuanya sudah di keluarkan kok," perintah Ratna yang menarik kursi dan duduk di sebelah suaminya.
Raihan memberi isyarat kepada gadis tersebut dengan dagunya untuk duduk di sampingnya. Naura menurut dan duduk di sana dengan perasaan gugup. Seperti bertemu dengan calon mertua. Terlebih lagi, Adi yang terlihat sangat tegas dan dingin. Semakin membuat gadis tersebut canggung dan takut membuat kesalahan.
"Cobain deh, Pa! Ini masakannya Naura, lho, yang katanya Raihan sangat enak itu. Sampai buat dia nambah dua kali makannya," celetuk Ratna yang membuat Naura tersenyum simpul. Malu tentunya.
"Mama apa, sih? Naura malu, tuh. Mama godain terus," bela Raihan sembari menahan tawanya melihat gadis di sebelahnya melotot galak ke arahnya.
"Ya, kan Mama cuman kasih tahu Papa kamu. Apa salahnya, sih? Cie, yang belain sebelahnya!" goda Ratna yang membuat pipi gadis tersebut bersemu merah saking malunya.
"Mama?" protes Raihan sebal. Seraya melirik Naura yang menunduk malu.
"Na, jangan di tanggepin kata-kata Mama, yah? Anggap aja nggak ada yang ngomong," bisik Raihan yang masih bisa di dengar oleh Adi dan Ratna.
Membuat Ratna mendengus kesal. "Memangnya kamu kira Mama makhluk gaib, gitu?" sindirnya.
Raihan tergelak, sementara Naura tersenyum tipis. Dan Adi hanya menggelengkan kepalanya pelan. Melihat perdebatan antara istri dan anaknya.
"Sudah, kalian ini. Nggak malu apa sama Naura. Ini meja makan," tegas Adi yang membuat Ratna dan Raihan menghentikan perdebatan keduanya.
"Itu, Pa. Anak kesayangan Papa yang ngeselin. Awas saja kalau besok anak kesayangan Mama pulang. Pasti Mama ada yang belain," gerutu Ratna membuat Adi hanya bisa menghela napasnya pelan.
Akhirnya Ratna mengambilkan suaminya makanan. Sedangkan Naura yang melayani Raihan untuk mengambilkan pria tersebut nasi beserta lauknya.
Membuat Adi menoleh ke arah istrinya yang mengangguk sambil terkekeh. Lantas melanjutkan makannya.
Melihat sikap Naura yang perhatian kepada Raihan. Adi yakin jika putranya akan bisa jatuh cinta kembali dengan gadis tersebut. Terlebih lagi, sikapnya yang juga sangat lembut kepada gadis tersebut.
"Jadi, gadis ini yang Mama ceritakan waktu itu?" tanya Adi sambil berbisik pada istrinya.
"Iya, Pa. Bagaimana menurut Papa? Cantik, kan? Pintar masak pula, dan lagi dia anak yang sangat baik juga lembut. Mama yakin Raihan akan bisa mencintainya. Atau mungkin sudah?" tebak Ratna yang juga berbisik.
"Biarkan saja mereka berdua yang menjalaninya lebih dulu, Ma. Kita lihat saja ke depannya akan seperti apa. Papa hanya tidak ingin Raihan kembali terluka," harap Adi sambil menatap dua orang di depannya yang saling mengobrol santai.
"Iya, Pa. Semoga saja dia gadis yang tepat buat anak kita," imbuh Ratna yang juga ikut menatap wajah bahagia anaknya saat mengobrol dengan Naura.