"Awas!" teriakan seorang gadis yang berada tak jauh dari tangga eskalator.
Segera berlari menuju ke eskalator dan memegangi tubuh ibu-ibu yang nyaris saja terjungkal di tangga eskalator.
Beruntung gadis tersebut berhasil menangkap ibu-ibu paruh baya yang nyaris saja jatuh dari tangga eskalator.
"Ibu tidak apa-apa, 'kan?" tanya gadis tersebut dengan khawatir.
Banyak orang yang mengerumuni gadis dan ibu tersebut. Mereka hanya penasaran akan apa yang baru saja terjadi.
"Untung saja, mbaknya ini sigap, yah. Coba kalau enggak, ibu bisa jatuh guling-guling dari atas sana," komentar seorang wanita yang menyaksikan kejadian tadi. Berbicara dengan gaya angkuhnya.
Si Ibu yang nyaris jatuh tadi masih diam. Mungkin juga beliau shock. Setelah diberi sebotol air mineral dan meminumnya, barulah ibu itu bisa berbicara.
"Ibu tidak apa-apa, 'kan? Apa ada yang sakit? Atau mungkin terkilir?" tanya gadis tersebut cemas.
Si Ibu tersenyum lembut, di genggamnya tangan gadis yang telah menyelamatkan dirinya barusan. "Tidak kok. Ibu baik-baik saja. Terima kasih banyak, kamu sudah mau menolong ibu," ucapnya tulus berterima kasih.
"Iya, itu sudah seharusnya saya lakukan. Saya tidak mungkin akan diam saja, melihat orang yang akan terjatuh, tapi malah sibuk merekamnya," jawab gadis tersebut seraya tersenyum.
Orang-orang yang merasa tersindir pun segera membubarkan dirinya masing-masing. Sebab benar apa yang gadis itu katakan, bukannya menolong ibu tadi, mereka malah sibuk merekamnya. Memangnya orang jatuh itu adalah tontonan.
"Siapa nama kamu? Bagaimana kalau kita makan siang bersama? Anggap saja untuk ucapan terima kasih saya sama kamu," tawar ibu tersebut sambil tersenyum.
"Tidak usah, Bu. Terima kasih atas tawarannya, tapi saya masih harus bekerja. Ibu lebih berhati-hati lagi, yah. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit gadis tersebut yang ternyata adalah pegawai di mall tersebut.
"Iya, baiklah. Sekali lagi terima kasih," balas Ibu tersebut.
Gadis itu hanya mengangguk sopan dan berlalu pergi dari hadapan ibu itu. "Dia gadis yang baik," gumamnya masih memperhatikan kepergian gadis tersebut.
"Eh, dia lupa tidak memberitahu namanya padaku. Ya, sudahlah. Entah mengapa aku merasa kalau akan bertemu dengannya lagi," selorohnya yang segera menuju ke supermarket.
Sebab tujuan Bu. Ratna memang ingin berbelanja kebutuhan sehari-hari di rumah. Ponselnya berdering, tertera nama putra sulungnya di sana.
"Hallo, Rai. Kamu sudah sampai mana?" tanya Bu Ratna pada Raihan, anak lelaki pertamanya.
"Aku sudah di basemant, Ma. Mama ada di mana?" Raihan segera keluar dari mobilnya dan segera menuju ke tempat di mana wanita yang sangat dicintainya itu berada.
Siang ini, Mamanya menghubunginya dan memintanya untuk menemani belanja. Karena supir yang biasanya mengantarkan ke mall sedang cuti. Sementara papanya masih berada di Jakarta untuk mengunjungi saudaranya yang tinggal di sana.
"Oke. Mama tunggu aja di pintu masuknya. Raihan segera kesana. Jangan kemana-mana dulu, Ma. Nanti mama kesulitan bawa barang belanjaannya," pesan Raihan yang mengkhawatirkan Mamanya.
"Iya, kamu cepetan dong, Mama tunggu di dalam saja," putus Bu Ratna yang segera menuju ke arah sabun cuci.
Wanita paruh baya tersebut mulai mencari kebutuhannya sehari-hari. Mendorong troli belanja dan mulai memasukkan barang-barang yang dibutuhkannya ke dalam troli.
Hingga saat akan mengambil botol pembersih toilet. Bu Ratna kesulitan, selain karena itu terletak di tempat yang tinggi.
"Aduh, susah banget, sih," gerutu Bu Ratna karena tangannya tak sampai pada rak teratas.
Naura yang baru saja selesai menata barang di rak sebelahnya. Menghampiri Bu Ratna yang terlihat kesulitan untuk mengambil botol pembersih toilet tersebut.
"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Naura sopan.
Bu Ratna menoleh dan terkejut melihat siapa gadis manis yang datang ingin membantunya. "Kamu? Wah, kita bertemu lagi ya, manis. Iya, Ibu kesulitan mengambil botol pembersih toilet itu. Bisa tolong ambilkan?" jelas Bu Ratna sambil tersenyum hangat.
"Eh? Ibu yang tadi, yah? Iya saya akan mengambil pijakannya dulu, karena memang tinggi sekali," jawab Naura yang secepatnya mencari pijakan yang memang digunakan untuk dipijak oleh kaki agar lebih memudahkan mengambil barang yang berada di tempat tinggi.
"Nah, ibu ingin yang mana itu botolnya?" tanya Naura yang sudah berada di posisinya.
"Oh, itu yang botol warna hijau, terima kasih, yah. Kamu sepertinya di kirimkan Tuhan untuk selalu membantu ibu, yah," gurau Bu Ratna seraya terkekeh.
Naura hanya tersenyum tipis. "Iya, Bu sama-sama. Sudah menjadi tugas saya juga untuk membantu pelanggan," jawab Naura sopan.
Saat kaki Naura akan melangkah mundur, untuk turun dari pijakan yang berbentuk seperti anak tangga. Kaki Naura terpeleset dan,
"Awas," seru Bu Ratna yang kaget melihat Naura akan terjatuh.
"Argh," pekik Naura terkejut. Dalam hatinya ia yakin sekali bahwa ia akan jatuh.
GREP
Namun yang terjadi adalah, Naura tidak terjatuh ke lantai. Melainkan ke pelukan seseorang yang nyaris saja terlambat menolongnya.
"Astaga! Hampir saja. Untung kamu cepat bertindak, Rai." Bu Ratna tersenyum lega melihat gadis yang telah menolongnya tidak terjatuh.
"Mau sampai kapan kamu berada dalam pelukan saya, nona?" bisik Raihan tepat di telinga Naura.
Melihat mata Naura yang masih saja terpejam. Raihan menahan tawanya dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Sesaat ia terpesona akan wajah manis dan imut dari gadis yang di tolongnya barusan.
Mendengar ucapan seseorang. Naura membuka matanya perlahan. Betapa terkejutnya dia, jika sejak tadi ia berada dalam dekapan seorang pria.
Merasa malu karena merasa nyaman dalam pelukannya. Hingga ia lupa, jika ini bukanlah di alam mimpi. Naura segera memperbaiki posisinya dan berdiri tegak.
"Aduh," ringisnya saat merasakan kakinya sakit.
"Eh? Ada yang sakit, yah? Sepertinya kaki kamu terkilir, manis?" tanya Bu Ratna khawatir.
"Tidak apa-apa kok, Bu. Nanti juga akan baik sendiri. Terima kasih untuk bantuannya, Mas," ujar Naura pada Raihan yang terlihat ramah dan lembut.
"Tunggu dulu, sebaiknya di obati dulu. Itu nanti bisa bengkak dan kamu akan kesulitan berjalan. Sebentar, ibu belikan obat dulu, kamu duduk dulu di sana," Bu Ratna segera pergi sebelum Naura sempat melarangnya.
"Bu, tidak usah," seru Naura tapi tak di hiraukan oleh Bu Ratna.
"Sudahlah. Mama tidak akan menerima penolakan. Lebih baik kamu ikuti saja yang mama katakan. Duduklah!" ajak Raihan sambil memapah Naura yang masih sangat malu berdekatan dengan pria tersebut.
"Sini, naikkan kaki kamu. Maaf bukan saya tidak sopan. Tapi ini jika tidak di obati akan semakin lama sembuhnya," pinta Raihan seraya berlutut di depan Naura yang duduk di kursi plastik, berada di pojok ruangan.
"Eh, nggak usah mas. Beneran nggak apa-apa kok," sergah Naura yang malu kakinya di pijat oleh seorang pria bahkan di letakkan di pahanya.
"Tidak apa-apa. Saya hanya berniat untuk membantu kok. Nggak ada maksud jahat," jawabnya dengan senyum lembutnya.
"Tapi rasanya tidak sopan jika pelanggan memijit kaki seorang pegawai rendah seperti saya," tolak Naura lagi.
Raihan hanya tersenyum dan mulai memijat kaki Naura dengan perlahan. Naura tentu saja menahan suaranya agar tak berteriak di sini sekarang. Ia meringis sakit saat tangan Raihan memijatnya. Sementara Raihan hanya diam menahan tawanya. Melihat Naura berusaha untuk tidak berteriak.
"Nah, sudah selesai. Silahkan coba untuk berdiri! Pasti tidak akan terasa sakit lagi," anjurnya sambil membantu Naura berdiri.
"Oh, iya. Tidak sesakit tadi. Terima kasih sekali lagi, Mas," ujarnya yang berhenti karena tak tahu siapa nama pria baik hati yang dua kali sudah membantunya.
"Raihan. Itu namaku, semoga cepat sembuh, yah. Aku akan mencari mamaku dulu dan terima kasih atas bantuanmu pada mamaku," tuturnya tulus.
Setelahnya Raihan segera pergi untuk mencari Bu Ratna sambil membawa troli belanjaan mamanya.
Tak lama kemudian, Bu Ratna datang dan memberikan obat untuk kaki Naura yang terkilir. Lalu pamit pulang.