Setelah pertemuan antara kedua keluarga malam itu. Mereka memutuskan tepatnya Mery dan Amita yang memutuskan,bahwa dua minggu lagi Aaram dan Sandra akan melangsungkan pernikahan. Sandra dan Aaram sempat menolak karena itu terlalu cepat bagi mereka berdua. Tapi, mau dikata apa lagi mereka juga merasa akan percuma dengan perdebatan tentang itu. Akhirnya,mereka menerima keputusan kedua orang tua mereka.
Diruang kerja Sandra termenung dengan menatap keluar jendela. Ia bingung harus bagaimana memberi tahukan soal pria yang akan dijodohkan olehnya ke pada Dira. Walaupun ia tahu Dira tidak akan marah,tapi ia takut Dira akan menganggap dirinya sebagai pecundang juga. Cukup lama Sandra bergelut dengan rasa ragu,akhirnya ia menghubungi sahabatnya itu.
Tut... Tut...
"Assalamu'alaikum," salam Dira diseberang telpon
"Wa'alaikumsalam,Ra," jawab Sandra
"Ada apa,San? Apa ada masalah di restauran? Kalau ada masalah biar aku yang kesana."
"Ti-tidak,Ra,kamu jangan kuatir dengan restauran. Sejauh ini tidak ada masalah apa pun."
"Oh,terus ada apa kamu telpon aku?
"Nanti malam boleh aku menemui mu dirumah?"
"Baiklah aku akan menunggu mu dirumah. Oh,ya bagaimana acara makan malamnya? Apakah calon suami mu itu tampan?"
"Itu salah satu yang aku ingin bicarakan ke kamu ,Ra. Aku dan pria itu sudah saling kenal,bahkan kamu pun juga mengenalnya."
"What?aku mengenal dengan pria yang akan menjadi calon suami mu?"
"Iya"
"Siapa pria itu,San?"
Sebelum Sandra menjawab pertanyaan Dira,terdengar suara ketukan di balik pintu dan menampilkan asisten Sandra. Ia mengangkat satu tangannya ke arah asistennya itu memberi isyarat agar menunggunya sebentar.
"Ra,maaf telponnya aku tutup dulu ya. Nanti malam aku akan kerumah mu."
"Oke,aku tunggu"
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam"
Sandra mengakhiri sambungan telpon tersebut,lalu ia beralih menatap asistennya itu.
"Ada apa,Nia?" tanya Sandra
"Diluar ada yang ingin bertemu dengan mu,Kak." jawab Nia
"Siapa?"
"Tuan Aaram."
Sandra yang sedang mencolokkan charger ke ponselnya yang lowbat langsung mendongak menatap Nia. Sejenak Sandra terdiam dengan pikirannya,untuk apa Aaram datang menemuinya. Sedang asik dengan pikirannya Sandra dikagetkan dengan sentuhan di lengannya.
"Kak,kok malahan melamun?" tanya Nia
"Bagaimana dengan tuan Aaram?" Nia masih bertanya karena dari tadi ia hanya melihat Sandra melamun tanpa memberi keputusan.
"Oh,suruh saja dia masuk." titah Sandra
Tak lama Nia keluar dari ruangan Sandra pintu kembali diketuk dari luar.
"Masuk"
Orang yang ditunggu Sandra pun akhirnya masuk kedalam,Aaram tetap menampilkan senyumnya. Sedangkan Sandra jangan ditanyakan lagi tentu ia tetap memasang wajah dinginnya itu.
"Silahkan duduk," ucap Sandra dingin
"Maaf aku tidak mengabari mu kalau ingin bertemu dengan mu."
"Langsung saja apa tujuanmu datang kesini?" Sandra masih berucap dingin terhadap Aaram
"Aku kira kamu sudah mengerti apa yang mau aku bicarakan dengan mu."
Aaram melemparkan pandangannya ke seluruh ruangan dan terhenti disebuah foto berbingkai gold. Disana terpampang jelas senyum orang yang pernah mengisi hatinya. Ya,disana terdapat foto Dira bersama dengan Sandra sedang dalam pose tersenyum tulus dari wajah mereka. Sandra mengetahui apa yang dilihat Aaram hanya diam dan menunggu Aaram melanjutkan kalimatnya.
"Kita melakukan pernikahan ini hanyalah formalitas saja,kamu dan aku sama-sama tidak punya pilihan," lanjut Aaram
Sandra menghela napas pelan,untuk hal itu Sandra sudah tahu meski pun tidak diucapkan
"Kita lakukan saja seperti seharusnya. Setelah prosesinya kita laksanakan,kita hanya suami istri di atas kertas. Aku tidak akan melarang kamu melakukan apa pun,begitu pun sebaliknya." Aaram mengalihkan pandangan sebentar ke wajah Sandra
"Kamu mengerti kan?" pertanyaan Aaram seperti sembilu,Sandra menatap jengah ke arah Aaram.
"Kamu tidak perlu kuatir,aku akan ada di depan penghulu bersama mu dan tersenyum bahagia di hari resepsi pernikahan kita untuk menyenangkan semua orang. Apakah itu cukup membuatmu puas?" Sandra bertanya dengan nada yang masih dingin,tapi tangannya mengepal kuat. Ia berusaha menahan amarahnya terhadap pria yang yang akan menjadi calon suami nya itu. Tak lama kemudian,Aaram berdiri dari duduknya.
"Baiklah kalau begitu,kamu hanya perlu datang di acaranya dan untuk urusan lain biarkan orang tua ku yang mengurusnya bersama orang kepercayaannya."
Sandra diam ditempat duduknya,ia enggan untuk berdiri. Sandra kehilangan minatnya untuk mengantarkan Aaram ke pintu,suara pintu dibuka kemudian ditutup,meyakinkan Sandra bahwa Aaram sudah meninggalkan ruangannya.
Sepeninggalnya Aaram,tak bisa Sandra bendung lagi rasa kesal dan air matanya. Sandra menangis tanpa suara dengan wajah yang ia tutup dengan kedua telapak tangannya. Pernikahan macam apa yang akan ia jalankan nanti,apakah ia sanggup menjalaninya?
**
Malam hari sepulang dari restauran Sandra langsung melajukan mobilnya kerumah Kendra dan Dira. Disinilah Sandra saat ini di taman belakang rumah Dira.
"Are u ok,San?" tanya Dira ragu karena dari datang sampai saat ini ia melihat raut wajah sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja.
"Haahh,aku baik-baik saja,Ra," ucap Sandra meyakinkan Dira
"Hei,aku sangat mengenal kamu katakanlah ada apa?"
Sandra menatap Dira dan rasa ragu untuk menceritakan semuanya pun kembali muncul. Tapi,jika tidak diceritakan akan menimbulkan ke salah pahaman diantara mereka. Terdengar helaan nafas kasar keluar dari bibir Sandra,lalu ia memulai ceritanya dari pertemuan makan malam bersama orang tua Aaram sampai kejadian Aaram datang menemuinya di restauran. Dira mendengarkan setia kata yang keluar dari bibir Sandra,Dira hanya mampu beristighfar. Ia tak menyangka kalau tante Mery yang dibicarakan Sandra selama ini adalah mamahnya Aaram,pantas saja ia merasa tak asing dengan nama itu.
"Jadi tante Mery yang kamu maksud adalah mamahnya Aaram?" tanya Dira dengan menatap sendu ke arah Sandra. Sandra hanya menganggukkan kepalanya,ia tak sanggup menatap Dira.
Sejenak Dira terdiam dan kemudian ia menyentuh bahu Sandra yang hanya menundukkan kepalanya dan akhirnya Sandra menatap wajah sahabatnya itu dan memeluk Dira dengan erat.
"Maaf," lirih Sandra yang masih menahan tangisnya,Dira segera melepaskan pelukan itu dan menyentuh wajah Sandra.
"Kalau mau nangis.... Nangis aja jangan ditahan-tahan. Lalu, kenapa kamu minta maaf padaku,San?"
"Ka-karena Aaram akan menjadi suamiku dan aku takut menyakitimu,Ra. Bagaimana pun kalian pernah bersama cukup lama."
Ucap Sandra seraya menundukkan kepalanya kembali,Dira hanya tersenyum,ia paham maksud sahabatnya ini.
"Hei,dengarkan aku,San,aku dan Aaram memang dulu pernah bersama,tapi itu dulu sebelum aku menikah dengan mas Kendra. Lagi pula aku sudah melupakan masa lalu,di hati aku sekarang ini hanya ada nama mas Kendra seorang. Bagaimana bisa kamu berfikir seperti itu? Kaya anak kecil aja kamu tuh,justru aku yang merasa takut sama kamu,San. Aku takut kamu tak bisa menerima Aaram di hati kamu."
Apa yang dikatakan Dira benar,apakah Sandra bisa menerima Aaram didalam hidupnya bahkan hatinya,apakah ia bisa??
*****
Aaram pov
Aku langsung masuk kedalam mobil yang terparkir diseberang restauran Dira. Aku kesana karena ingin bertemu dan berbicara dengan Sandra mengenai pernikahan kami. Semua adegan dan percakapan diruang kerja Sandra tadi seperti sebuah film di kepala ku. Aku kesal dengan diriku sendiri,kenapa aku tadi berucap tentang status pernikahan di atas kertas.
"Aaarrrgggg ,bodoh...bodoh...bodoh... Kenapa tadi aku ngomong gitu,sih?" (terus memukul setir mobil)
"Ini mulut benar-benar gak bisa di kontrol,"
(geramnya sambil memukul pelan bibirnya berkali-kali)
Haaahhhh
"Semoga Sandra tidak memikirkan kata-kataku tadi,sehingga dia gak sakit hati sama ucapan ku."
Sejenak aku mengingat kembali foto Sandra yang sedang bersama Dira. Difoto itu Sandra terlihat sangat cantik dengan senyum yang begitu manis dan sangat tulus. Wajah Sandra sebenarnya cukup cantik,dengan bibir tipis hidung mancung dan mata yang berkilau serta rambutnya yang panjang. Entah kenapa ketika melihat Sandra bahkan mendengar suaranya saja jantungku langsung berjoget ria. Astaga,bahkan Sandra selalu berbicara dengan nada dinginnya,tapi aku menyukai suaranya.
Aku bingung dengan diriku sendiri,sebenarnya apa yang terjadi pada ku? Tiba-tiba aku teringat dengan si biji karet itu Rico,nama itu seketika muncul di pikiranku. Segera aku menghubunginya,dan bertemu dengannya.