Sudah beberapa hari Maya tidak dapat tidur nyenyak. Dia masih memikirkan Haris. Meskipun Haris sendiri masih menghubungi dirinya, nyatanya Maya belum juga lega. Dirinya merasa gelisah, sampai ibu dan ayahnya menanyakan perihal itu karena melihat Maya lebih banyak melamun sendiri dikamar.
"May, kamu sedang punya masalah?" tanya sang ibu.
"Nggak ada kok, Bu. Maya cuma nggak tahu kenapa beberapa hari ini mendadak cemas dan gelisah. Seperti ada yang tidak enak begitu di hati yang Maya sendiri nggak tahu itu apa." Cerita Maya kepada sang Ibu atas apa yang dia rasakan.
"Perasaan semacam itu wajar adanya, May. Ketika seorang perempuan sudah menjadi istri, dan jauh dari suaminya. Maka semua perasaan yang kamu rasakan tadi akan terjadi tanpa kita sadari. Namun ... ada hal yang mendasari itu semua."
"Apa itu, Bu?" tanya Maya penasaran.
"Kepercayaan yang sudah memudar. Itu adalah landasan dari semua apa yang kamu rasa tadi."
Maya berpikir, dia mencoba mencerna kata-kata yang terucap dari Ibunya.
"Bu, apa maksud Ibu Maya sudah tidak percaya lagi dengan mas Haris? Benarkah begitu?" tanya Maya lagi karena merasa belum menemukan jawaban.
"Jangan tanyakan itu sama Ibu, May. Karena semua kembali pada dirimu sendiri. Yang tahu jawabannya hanya kamu, jadi sebaiknya saran Ibu, kamu lebih banyak bertanya dengan diri kamu sendiri. Dan jawab dengan jujur!"
Maya benar-benar tidak bisa berkata apapun. Mulutnya terkunci. Dia tahu jika selama ini dia terus saja membohongi diri sendiri dengan berusaha tidak terjadi apa-apa dalam rumah tangganya bersama Haris.
Maya mulai berpikir jika apa yang telah disampaikan sang ibu benar adanya. Mungkin perasaan cemas dan gelisah itu hadir karena ia merasa cemburu dengan kehadiran Renata.
Terlebih sikap Renata yang selalu menjadikan dirinya ditiadakan dimata ibu mertuanya. Dia merasa jika Renata memang ingin mencari perhatian dari ibu Haris, terbukti dengan sikap yang ditunjukkan ibu mertuanya kepada dia dan Renata. Padahal jika dipikir-pikir, Renata bukanlah siapa-siapa terlepas dari hubungan mereka yang terjalin dulu.
Sementara Maya yang sebenarnya sudah menjadi keluarga inti dalam kehidupan ibu Haris, mengapa justru mendapat perlakuan layaknya orang asing yang ingin diasingkan karena tidak layak berada disana.
Maya yakin jika Haris begitu mencintainya dan tidak mungkin berpaling. Apalagi sampai mengkhianati janji suci pernikahan mereka. Tapi yang membuat dia takut adalah ... ibu mertuanya akan meminta mereka lebih dekat ketika dia tidak ada. Dan Haris tidak mungkin bisa menolak keinginan ibunya meski Haris ingin. Baktinya kepada sang ibu membuat Haris melupakan jika ada Maya yang juga harus dia pikirkan perasaannya. Apalagi dia tahu jika hubungan keduanya belum bisa harmonis.
Maya mencoba untuk menenangkan pikiran dan hatinya yang kacau. Dia terus berpikir positif tentang suaminya. Karena merasa perlu untuk meyakinkan hatinya jika apa yang ditakutkan salah. Maya pun memutuskan untuk menelpon Haris. Tak lama kemudian, Haris menjawab teleponnya.
["Halo sayang ... ada apa?"] tanya Haris.
["Emm ... enggak apa-apa, Mas. Aku cuma mau telepon kamu saja. Gimana kerjaan kamu? Lancar kan?"] Ucap Maya berbohong.
["Oh ... aku kira ada apa. Lancar kok semuanya. Selama kamu nggak ada, aku lebih memilih untuk berlama-lama dikantor. Percuma pulang cepat kamu nggak ada malah bikin kangen!"] terang Haris kepada Maya.
["Baiklah, Mas. Kamu jaga kesehatan, jangan lupa makan dan tidur tepat waktu. Padahal tinggal dua hari lagi kita bertemu, tapi berasa lama ketika jauh dari kamu, Mas...."]
["Aku juga merasa begitu. Yasudah, kamu juga baik-baik disana. Aku lanjut kerja dulu. Bye sayang, aku mencintaimu selalu."]
["Aku juga mencintaimu, Mas."]
Percakapan mereka pun berakhir. Haris melanjutkan pekerjaannya di kantor, sementara Maya ... dia merasa lebih baik dari sebelumnya. "Ayo Maya ... jangan negatif tentang suamimu dulu!" ucap Maya pada dirinya sendiri sebelum beranjak dari ayunan.
* * *
Dikantor, Haris yang sebelumnya berkutat dengan segala macam dokumen terpaksa berhenti sejenak untuk menenangkan diri setelah menerima panggilan telepon dari Maya. Dia merasa bersalah saat mengingat kembali apa yang terjadi kemarin malam bersama Renata.
"Seharusnya itu tidak terjadi!" gerutunya sambil memijat kepalanya berulang kali.
Haris menyesal karena takut jika Maya suatu saat nanti akan mengetahuinya. Meskipun setelah kejadian itu, Haris sudah meminta tolong kepada Renata untuk tidak menceritakan hal itu kepada ibunya ataupun Maya. Tetap saja Haris tidak tenang. Dalam hati kecilnya ia ingin berkata jujur, tapi dia kembali berpikir bahwa itu adalah hal bodoh jika dia menceritakan kepada Maya.
Bukan hanya marah dan terluka. Tapi kecewa dan juga hilangnya kepercayaan yang selama ini Maya berikan kepadanya akan sirna sudah.
Untuk itu Haris lebih memilih untuk diam menyimpan semuanya demi keharmonisan rumah tangga mereka.
Saat jam makan siang telah tiba, Haris berencana untuk makan siang diluar. Ketika akan mengambil kunci mobil di laci meja kerjanya, tiba-tiba Renata datang dengan membawakan makanan, tentunya Haris terkejut melihat kedatangan Renata dikantor.
"Hai, Ris?" sapa Renata dengan mengulas senyum. Kemudian menaruh makanan itu di ruang tamu.
"Oh ... hai, Ren." jawab Haris kaku karena masih shock dengan kehadiran Renata.
"Makan siang yuk. Ini aku bawakan kamu steak yang biasanya kita sering beli dulu. Kebetulan tadi aku dari sana sama teman-teman dan pas banget nggak lagi ngantri, so ... aku mampir beli ini buat kamu." Renata menjelaskan sambil membuka makanan yang dia bawa untuk Haris dari dalam packing bag.
"Harusnya tidak perlu, Ren. Aku juga bisa makan diluar kok!" ucap Haris dengan nada sedikit tegas, membuat Renata menatap Haris tidak mengerti.
"Kamu kenapa sih, Ris? Apa aku salah bawain kamu makanan? Lagipula aku tahu istri kamu itu nggak ada dirumah, jadi aku cuma ingin bantuin dia menyiapkan kebutuhan kamu itu aja!" balas Renata tidak kalah tegas.
"Oke, terimakasih karena sudah berbaik hati memikirkan aku. Tapi please, stop! Jangan seperti ini lagi. Kejadian kemarin sejujurnya membuat aku takut, Ren! Aku merasa bersalah karena telah melakukan itu dibelakang Maya!" imbuhnya lagi.
"Ris, aku minta maaf jika kamu terganggu dengan perhatian aku ke kamu. Tapi aku peduli sama kamu, dan tentang kejadian itu ... kita sudah bahas ini kan? Aku nggak akan mengatakan apapun sama ibu kamu terlebih Maya.
"So ... jangan bersikap seperti ini sama aku ya?" Renata mencoba untuk menenangkan Haris yang tersulit emosi.
"Baiklah! Aku sendiri tidak ingin memikirkan hal itu langi sebenarnya, tapi nyatanya tetap terlintas di pikiranku. Maaf untuk sikapku yang menyinggung hati kamu."
"It's okay, sekarang kita makan siang bersama."
Akhirnya Haris menerima tawaran Renata. Sementara Renata yang melihat bagaimana reaksi Haris setelah kejadian malam itu, membuat ia memiliki ide baru untuk menyusun rencana. Tentunya rencana yang akan membuat Haris bertekuk lutut kepadanya.