Lihua duduk diam dengan patuh saat kedua tangan nya terluka dibalut, seusai perang tubuh nya banyak terdapat luka. Sesekali Lihua meringis saat Pangeran Zhen membebat luka nya agak kencang.
"Apa sakit?" Tanya Zhen dengan nada datar.
Lihua mencebik, lagi-lagi sifat pria ini kembali ke awal. "Sangat sakit."
"Ceroboh, para wanita yang kuketahui selalu menjaga tubuh nya tidak terluka agar bisa menikah dengan Kaisar."
Mendengar itu Lihua langsung menatap wajah Pangeran Zhen yang masih fokus membersihkan luka-luka diwajahnya. "Aku ... Sama sekali tidak menginginkan itu." kata Lihua dengan senyum. "Mungkin aku akan menikah dengan pria yang biasa saja. Bagaimana denganmu?"Lidah Lihua terasa pahit ketika mengatakan ini tetapi jika ia mengingat bagaimana pria ini sangat membenci nya di masalalu, Lihua tidak berani untuk memimpikan hubungan romantis dengan orang di depan nya ini.
"Bagaimana denganku...?" Ulang Pangeran Zhen, sejenak ia berhenti membersihkan luka Lihua sebelum melanjutkan lagi dengan gesture tidak peduli.
"Ya?"
"Kau ingin aku bagaimana?" Kini Pangeran Zhen menatap Lihua tepat dimatanya, membuat Lihua terdiam.
"Aku, tentu ingin kau bahagia." Lihua memaksakan senyum canggung. "Lagi pula dengan wajah tampan ini pastilah bisa memikat hati banyak gadis, apalagi dengan status bangsawan mu itu. Gadis yang kau pilih itu pasti sangat beruntung."
"Tidak semua..." Pangeran Zhen melepaskan tangan Lihua yang semula menyentuh wajahnya. "Jadi saat itu kau meninggalkanku, alasannya karena aku seorang Pangeran?"
"Zhen, apa yang sedang kau bicarakan?"
"Aku tahu kau mengerti."
"Kita ini teman kan..?"
Hening..
Udara disekitar mereka tiba-tiba terasa dingin dan sedikit sesak. Entah mengapa Lihua jadi sedikit takut melihat tatapan dingin yang diperlihatkan oleh Pangeran Zhen padanya.
"Kau tahu Lihua aku mulai lelah."
Lihua mendongak kedua matanya langsung bertatapan dengan mata hitam itu. "Kalau begitu beristirahatlah, perjalananmu kemari pasti memakan waktu dan tenaga."
Lihua meraih jubah sutra nya lalu keluar dari tenda. Ia harus meredakan detak jantung nya yang terus berdebar sebelum ia terkena serangan jantung dan mati konyol. Ia sudah pernah sekali merasakan nya dan tidak berniat untuk kembali merasakan sakit itu.
"Putri apa yang anda lakukan diluar?" Sapa Jenderal Do yang kebetulan lewat di depan tenda Lihua.
"Memang kenapa jika aku diluar?" Lihua menyipitkan matanya, merasa terganggu dengan tatapan menyelidik dari Jenderal itu.
Sebelah alis Jendral Do terangkat naik, "bukankah tunangan anda berada di dalam?"
"Lalu?"
"Kenapa tidak menemani nya?"
"Kau kira aku seorang Geisha?" Ucap Lihua blak-blakan, "dan tolong ingat jika dia adalah temanku, kami tidak memiliki ikatan apapun."
"Kalau begitu artinya aku memiliki kemungkinan untuk-"
Belum sempat Jendral Do menyelesaikan perkataannya Lihua telah lebih dulu menutup mulutnya. "Aku belum tertarik untuk memulai hubungan dengan siapapun. Jadi telan kembali apapun yang tadi ingin kau katakan" Lihua melepaskan tangan nya lalu berjalan menjauh dari tenda.
"Kau ingin kembali padanya?" Jenderal Do dengan keras kepala mengikuti langkah Lihua.
Lihua berjalan memasuki hutan, ia tidak menggubris pertanyaan Jendral Do karena sibuk menyingkirkan sulur-sulur yang menghalangi langkah nya. Dibalik semak-semak itu ternyata terdapat aliran sungai, pohon-pohon yang berada di sekliling nya menutupi keberadaan sungai ini. Tadi nya Lihua menduga-duga adakah aliran air disekitar perkemahan mereka, karena saat malam yang hening Lihua dapat mendengar suara gemericik air.
Hembusan angin dingin menyentuh permukaan wajah Lihua, luka-lukanya terasa nyeri kemudian. Ia berbalik hanya untuk menatap wajah Jenderal Do. "Aku akan kembali jika semua ini telah usai. Aku tidak akan membiarkan nya menghilang seperti saat itu."
"Wanita dengan segala keegoisan nya." balas Jenderal Do sembari duduk di bebatuan.
"Memang terdengar egois." Lihua memalingkan wajah, menyisipkan helaian rambut kebelakang telinga nya. "Tapi aku takut kehilangan nya lagi."
"Tapi bagaimana ketika kau meminta untuk kembali tetapi ternyata ia telah menggenggam tangan wanita lain?"
"Aku sudah memperhitungkan itu. Maka aku akan mundur." Lihua menghela nafas bayangan dimana ia melihat Pangeran Zhen menggenggam tangan pengantin nya terasa begitu menyakitkan. "Disaat seperti ini aku jadi teringat tentang ramalan seorang biksu tua yang mengatakan jika aku hanya akan jatuh cinta sekali dalam seumur hidup pada orang yang sama."
"Apa kau percaya?"
Lihua mengangguk, "aku percaya, karena saat melihat nya, memikirkan jika suatu saat tak bertemu lagi membuatku terus jatuh cinta."
Dahulu Lihua sangat marah ketika mendengar ramalan mengerikan biksu yang seolah-olah tengah mengutuk nya, kehidupan nya selama ini dijalani tanpa perasaan bahkan nya hampir menyerah menjodohkan nya, tapi siapa sangka dikehidupan ini Lihua bisa dengan mudah nya ia jatuh cinta.
Lihua merendam tangan nya, ingin merasakan aliran dingin itu ketika menyentuh kulitnya. Lengan baju nya yang tersingkap membuat gelang di pergelangan tangan nya terlihat mencolok. Jenderal Do melihatnya dan langsung mengenali nya.
"Itu gelang mu? Siapa yang memberikan nya"
"Benar, Pangeran Zhen yang memberikan nya padaku." jawab Lihua jujur.
Kening Jendral Do membentuk kerut tipis ketika ia berpikir keras. "Kau yakin belum menikah dengan nya?"
"Kami dulu bertunangan lalu berpisah."
Apa gadis ini bodoh? Jelas-jelas sekali lihat Jendral Do langsung mengenalinya, tanda jika Lihua merupakan istri kekaisaran. Tanda kepemilikan dan ancaman untuk pria agar tidak mendekati nya. Ataukah Pangeran Zhen sendiri yang memilih bungkam agar Lihua tetap menjadi miliknya?
"Pria licik." Dengus Jendral Do serupa dengan bisikan.
Melihat raut wajah Lihua yang cerah saat membahas tentang salah satu Jenderal besar itu, ia menjadi mengerti. "Baik, aku akan mundur." ia berdiri dari duduk nya menghampiri Lihua lalu menepuk pundak gadis itu. "Jangan takut kehilangan nya karena seharusnya kau lebih takut tidak dapat lepas dari cengkeraman pria licik itu."
***
Sepeninggal Jenderal Do Lihua masih duduk disana merendam kedua kaki nya. Sedari tadi ada seseorang yang mengawasi nya Lihua tahu itu. "Aku tahu kau dibalik pohon itu jadi keluarlah dari persembunyian mu."
Tak lama seseorang berpakaian Kasim datang menghampiri Lihua, Pangeran Guangxi yang menyamar.
"Kali ini kau berhasil merusak rencanaku." sapa nya.
"Itu semua karena kau terlalu bodoh dalam mencari sekutu."
"Mulut mu masih sangat pedas seperti biasa, apa racun yang kuberikan padamu telah berpindah kelidahmu?'
Lihua mengingat kejadian itu, tersenyum samar. "Kau tidak akan tega untuk membunuhku walaupun kau ingin."
Pangeran Guanxi terkekeh, "kau mendapatkan kesimpulan dungu itu dari mana?"
"Karena setelahnya kau hanya akan menyesali semuanya." lanjut Lihua menatap tepat mata kecoklatan itu. "Bukankah kau yang membiarkan kakakku mengambil penawar racun, agar aku tidak mati."
"Terlalu mudah untukmu mati secepat itu."
Mendengar banyak penyangkalan dari bibir pangeran Guangxi, Lihua melengkungkan senyum. "Bukan itu alasannya. Semua itu kau lakukan karena kau mencintaiku,"
"Kau dengan segala ego pria mu, menyangkal semua yang kau rasakan. Berencana membunuhku tapi kau mengurungkan nya, semua itu kau lakukan semata-mata demi menarik perhatianku yang hanya tertuju pada Pangeran Zhen."