Keesokan harinya..
Duduk menghadap peta. Mempelajari daerah lawan yang mungkin saja memiliki cela untuk di bumi hanguskan. Konsep penyerangan masih menggunakan tak-tik licik Lihua, sejauh ini masih belum ada kabar apapun dari markas yang semalam Lihua susupi.
"Kalaupun racun itu tidak berkerja dengan baik seharusnya telah mematikan saraf penting mereka." Gumam Lihua memainkan bendera kecil ditangannya.
Suara gemerincing terdengar dari pergelangan tangan Lihua saat ia menggerak-gerakan tangan nya. Diperhatikan nya gelang pemberian Pangeran Zhen yang masih terpasang apik pada pergelangan tangan nya.
"Aku hampir lupa jika kau masih berada disana."
Bertepatan dengan itu tenda dibuka oleh seseorang, memunculkan Jendral Do yang datang dengan pakaian perang nya. "Kau sudah siap?" Tanya nya menyentuh busur Lihua yang diletakan diatas meja.
"Hari pembantaian, bagaimana mungkin aku tidak siap?" Lihua berbalik bertanya, ia merenggangkan otot jemari nya memberikan tatapan geli pada jendral muda itu.
Tak percuma selama ini Lihua mempelajari tentang senjata, kakek nya yang merupakan mantan anggota militer mengajari nya tentang semua benda itu, bahkan di usia nya yang masih belia Lihua telah memiliki pisau lipat yang selalu dibawanya kemanapun. Pemberian sang kakek, bukan hanya itu dikamar nya terpajang sebuah katana yang sebenarnya hanya koleksi tapi bisa digunakan semestinya.
Sejak dulu Lihua memang berasal dari keluarga yang agak kurang waras, mungkin karena didikan itulah yang memunculkan sifat psiko Lihua. Dan sekarang ia terjebak dilingkungan keluarga yang sangat kurang waras.
Ia tidak merasa asing dengan senjata sebaliknya Lihua merasa akrab dengan semua itu.
Srash!
Tenda terbuka menampilkan seorang prajurit yang terlihat berkeringat gugup, ia bersujud diatas tanah saat melihat tatapan dingin Lihua yang membekukan.
"Mohon ampun putri, Kasim ini ingin menyampaikan sebuah berita."
"Katakan."
"Setengah dari prajurit Qianlong telah mati secara mendadak pagi ini, dikabarkan jika mereka mati karena teracuni, hingga kini tidak diketahui dari mana racun ini berasal." Tutur sang kasim mengatakan hasil pengamatan nya disekitar markas Qianlong.
Mendengar itu Lihua tertawa, bukan jenis tawa yang lembut mungkin lebih terkesan mengejek. "Kalau begitu akan lebih mudah untuk kita."
Lihua menyilang kan tas busur dipunggung nya, meraih busur nya Lihua melangkah keluar dari tenda. "Ayo kita habisi mereka." Kata Lihua dengan kilatan dimatanya.
***
Ditempat lain..
Beberapa mil dari wilayah perang..
Terdengar suara nyaring yang dibawa oleh hembusan angin, pangeran Zhen mendongak untuk melihat kearah langit yang berwarna kelabu.
Terbiasa berada di dalam peperangan samar-samar Pangeran Zhen dan mencium aroma darah. Berpikiran sama dengan nya pangeran Lijiuan juga ikut menghentikan kuda nya, keduanya saling bertatapan.
"Sepertinya perang telah dimulai." gumam Pangeran Zhen saat burung-burung berterbangan di langit membuat suasana makin mencekam.
Pangeran Lijuan mengangguk. "Perkemahan pasti dijaga dengan ketat maka Lihua akan baik-baik saja."
Keduanya kembali memacu kuda nya kearah markas, tak ingin menghabiskan lebih banyak waktu yang pasti mereka harus segera bertemu dengan Lihua dan memastikan keadaan nya.
Namun sesampainya disana, seorang prajurit menghampiri mereka dengan tergesa. "Dimana putri Lihua? Mengapa adikku tidak datang menyambut?" Tanya pangeran lijuan setengah kesal karena berpikir jika Lihua tengah bersembunyi dari nya.
Prajurit itu terlihat gelisah menjawab dengan nada serak. "Putri pergi untuk memimpin perang bersama dengan Jendral yang lain."
"APA KAU BILANG?!" TERIAK Zhen menghempaskan lengan hanfu nya, terlihat sangat marah.
"Itu benar beberapa jam yang lalu pasukan telah berangkat."
***
Tanah itu terlihat basah dengan genangan darah dan mayat yang bertebaran.
Kobaran api menggelora di setiap sisi, sementara mereka berusaha membunuh satu sama lain.Diatas kuda nya Lihua memanah setiap orang dalam bidikan nya, beberapa orang mengelilingi Lihua menjaganya dari bahaya. Perang ini tidak akan selesai hingga salah satu dari mereka mati, dan Lihua bukanlah sosok orang yang begitu menghargai nyawa nya sendiri.
Ketika waktunya hampir tepat Lihua mengangkat tangan nya ke atas langsung membuat prajurit nya mundur kearah selatan membuat prajurit lawan kebingungan. Lihua meraih kantung yang terikat di pinggang nya diikuti oleh anak buah nya lalu melempar nya ke udara, sedetik kemudian ia menarik busur nya kuat lalu berteriak.
"Bidik!"
Hujan panah membuat kantung kain itu terkoyak membubarkan isi serbuk nya, seperti yang sudah diperkirakan oleh Lihua angin selatan membawa serbuk itu kearah prajurit musuh.
Terjadi kekacauan di ujung sana setelah menyadari jika itu merupakan serbuk racun mematikan, satu persatu prajurit musuh berjatuhan dengan muntah darah dan langsung mati begitu saja.
Lihua untuk menutup hidung mereka menggunakan kain yang telah dipersiapkan sebelumnya.
"Selesai sudah." turun dari atas kuda nya dibantu oleh Jenderal Do yang selalu berada disampingnya.
"Kau sudah memperhitungkan ini sebelum nya?" Jenderal Do memasukan pedang nya ke dalam sarung. Ada banyak bekas luka berdarah ditubuhnya tapi seolah tidak terasa pria ini lebih tertarik untuk menganggu Lihua dibandingkan menyembuhkan luka-luka nya.
Pertanyaan nya dibalas dengan tatapan lugu dari Lihua. "Yang mana? Banyak nya Korban atau tingkat keberhasilan?'
"Kedua-duanya."
"Mungkin saja, aku sudah memperhitungkan semuanya dari awal."
"Untuk apa semua ini kau lakukan?"
"Kau ingin tahu?"
"Kenapa tidak? Aku cukup penasaran dengan alasanmu menjadi begitu sadis seperti ini."
"Karena aku harus segera menyelesaikan semua ini agar bisa bersamanya." ujar Lihua disambut dengan hembusan angin yang menerbangkan untaian rambut nya yang terlepas dari ikatan.
Ah jadi ini alasan nya?
Jenderal Do tersenyum lalu mengangguk-angguk, "jika sampai saat itu tiba dan kaulah yang tidak kembali, lalu bagaimana?"
"Kalau begitu aku akan mencari nya dikehidupan kedua."
Lihua menunduk memeriksa apakah gelang nya rusak atau tidak. Sama sekali tidak menyadari tatapan Jendral Do yang memperhatikan nya. Sama sekali tidak peduli meski tubuh nya tertoreh banyak luka, berusaha mati-matian hanya demi bisa bersama dengan pria yang dicintai, Jendral Do tidak tahu apakah Lihua sangat naif atau malah terlalu bodoh.
"Yang seharusnya berkorban itu pria, tugas wanita hanyalah mencintai." Kata Jenderal Do baru akan ditanggapi oleh Lihua sampai sebuah suara menarik eksistensi nya.
Tepat dihadapan nya Pangeran Zhen turun dari atas kuda, terlihat sangat kacau dan gelisah. Lihua terpatung kaku bagaimana bisa Zhen berada disini? Sebuah pelukan menyentak Lihua pada kenyataan, kehangatan ini, aroma ini adalah yang paling dirindukan oleh Lihua.
Padahal ia telah melepaskan semua nya untuk pria ini, padahal ia telah berusaha untuk melupakan semuanya dan kembali ke dunia nya.
Tapi kenapa dengan tega nya pria ini membuat nya ragu kembali, semalam ia telah memikirkan semuanya. Lihua akan kembali untuk beberapa saat sebelum mencari cara untuk keluar dari kisah ini.
"Syukurlah, syukurlah." suara ini terus berbisik seolah-olah benar-benar takut kehilangan nya. Pelukan pangeran Zhen meluruh hingga Lihua terpaksa menegakkan tubuh nya diatas lutut.
Perlahan Lihua melepaskan pelukan nya. "Aku baik-baik saja, jangan khawatir." dengan gemetar Lihua menyentuh sisi wajah Zhen menggunakan tangan kanan nya yang masih kotor oleh darah, Lihua meringis tampak nya telunjuk kira nya terluka oelh sayatan sepanjang ruas jari karena mata panah tanpa ia sadari.
Zhen menyadarinya mengambil tangan Lihua untuk melihat nya lebih jelas, ekspresinya sangat muram. "Mengapa setiap kali aku menemukammu kau selalu terlibat dengan kematian?" Tegur Zhen hanya ditanggapi dengan cengiran dari Lihua, pria itu mengetuk kening Lihua pelan. "Berhentilah membuatku khawatir."
***
"Dikehidupan kedua mari kita bertemu kembali"