"Ini semua karena wanita sial itu!" ucapnya, mendengar hal itu ibu Veni juga tiba-tiba diam menghentikan tangisnya, ia melihat nanar kearah ibu Surya karena perkataan itu, ia bingung dan terkejut mendengar bahkan kata sial terlontar dari mulut sang sahabat. Ia menghapus air matanya dan berlahan mendekati ibu Surya.
"Apa maksud kamu, Jeng?" tanyanya, ia bertanya maksud dari ibu Surya yang begitu garang terlihat dari tatapan kebenciannya ke suatu arah membayangkan kalau ia sedang menatap sang calon menantu yang sudah tinggal di rumahnya baru saja ia bawa dari kampung yang kecil dan penuh kesederhanaan. Ibu Surya menghentikan lamunannya dan tatapan garangnya berubah menjadi sangat bersedih melihat mata sahabatnya yang begitu terlihat sembab karena menangis terlalu lama. Ia langsung memegang bahu ibu Veni dan mencoba menenangkannya dengan sebuah kalimat yang sangat membingungkan. Kebingungan itu membuat ibu Veni tercengang untuk beberapa saat.
"Rania akan menjadi istri Ditto!" kalimat yang begitu pendek, tapi dengan arti yang begitu dalam dan akan sangat besar resiko begitu pun juga dengan akibatnya. Ibu Veni ingin menanyakan tentang hal itu, tapi tidak sempat karena pada saat itu dokter sudah keluar dari ruangannya dimana Rania ditangani. Suara dorongan pintu kaca itu membuat mereka melihat kearah ruangan itu, ibu Veni langsung berlari untuk menghampiri dokter menanyakan bagaimana keadaan anaknya saat itu.
"Dok, bagaimana keadaan anak saya? Apa dia baik-baik saja? Dia tidak apa-apa kan, Dok? Atau mungkin hal buruk telah terjadi pada anak saya!" ibu Veni mengajukan pertanyaan yang sangat banyak dalam satu kalimat.
"Ah, Ibu! Tidak perlu khawatir, pasien tidak apa-apa hanya sedikit jahitan karena terluka saja, Ibu! Dan sedikit sesak nafas karena jepitan itu, oleh karena itu ia langsung pingsan. Yang pasti dia tidak apa-apa dan sudah siuman!" jawab Dokter itu dengan tenang, ternyata Rania hanya terluka sedikit saja walau keadaan mobil yang ia kendarai hampir rusak keseluruhan dan hancur lebur. Ibu Veni langsung menghela nafas panjang dan langsung melirik bahagia kearah ibu Surya yang berada beberapa langsung di belakangnya.
"Jeng! Ayo kita masuk melihat Rania!" ia langsung mengajak ibu Surya untuk ikut masuk ke dalam ruangan itu untuk menemui Rania. Ibu Surya langsung mengangguk dan langsung mendekat pada ibu Veni. Mereka masuk dan yang pertama mereka lihat adalah Rania dengan begitu banyak air mata kekecewaan, air mata putus asa yang sangat lirih. Ibu Veni langsung mendekati Rania dan mengangis sambil memeluknya dengan erat.
"Nak, kamu gak papa kan Nak? Kamu jangan gitu lagi ya, Mama takut banget!" ujarnya sambil menasehati lembut sang putri yang terbaring lemah putus asa di tempat tidur. Ibu Surya hanya diam saja menatap dengan tatapan merasa bersalah.
"Aku gak mau hidup lagi, Mah!" teriak Rania sambil mencoba mencabut selang infus yang ada di tangannya, ibu Surya langsung berlari kecil menghalau keinginannya untuk mencabut selang infus tersebut.
"Sayang, jangan! Kamu akan menjadi istri Ditto apa pun yang terjadi!" jawabnya dengan tegas, entah apa yang ia fikirkan, apakah mungkin ia akan merelakan perusahaannya hancur atau mungkin ia berusaha untuk memisahkan Ditto dan Hana ketika mereka sudah mengambil hak Hana akan uang biaya hidup yang sudah disediakan sang ayah sebelum ia meninggal?
Rania dan ibu Veni terdiam tidak tau apa maksud dari ibu Surya, ia sudah ke dua kali mengucapkan kalimat pendek dengan arti yang membingungkan tersebut. Rania langsung mencoba untuk duduk dan menanyakan maksud dari lontaran kalimat ibu Surya. Wajahnya terlihat sangat bahagia, tidak peduli apa maksud dari ibu Surya yang akan ia jelaskan, yang pasti ia bahagia ketika mendengar ia akan menjadi istri Ditto.
"Maksud Tante apa? Aku akan menjadi istri Ditto!" tanya Rania dengan bibir yang tersenyum bahagia. Ibu Surya langsung membelai rambutnya, ia sangat bersemangat ingin mengatakan maksudnya tanpa memikirkan sang calon menantu yang akan merasa sangat hancur dengan keputusan ibu Surya.
"Sebuah wasiat yang sudah disetujui dari Ditto masih kecil tidak bisa dihindari, Nak! Tapi kamu bisa menjadi istrinya, namun untuk saat ini hanya bisa menjadi istri sirih. Bagaimana?" pernyataan yang sangat berani, itu sungguh adalah keputusan yang berat bagi ke dua belah pihak. Ibu Veni panik mengerutkan keningnya tidak setuju dengan keinginan ibu Surya itu. Tapi berbeda dengan Rania yang sangat setuju dengan hal itu, ia bahkan tidak peduli jika ia harus menjadi istri sirih dan harus di duakan oleh Ditto.
"Rania setuju, Tante!" dengan sangat cepat Rania menjawab berserta menunjukkan semangat yang begitu meronta-ronta bahagia.
"Tidak! Ini bukan keputusan yang baik, semuanya akan merasa sangat terpukul dengan keadaan ini!" tolak ibu Veni, tentu sebagai seorang ibu ia tidak rela jika anaknya harus menjadi istri sirih dan mengganggu kebahagiaan wanita lain.
"Kalau Mama tidak setuju berarti Mama lebih memilih aku untuk mati!" ujar Rania, ia malah mengancam ibunya yang menolak hal menjijikkan itu demi bisa menjadi istri Ditto, sungguh tidak punya hati sama sekali!
"Jangan, Nak! Mama tidak bisa hidup tanpa kamu. Kamu itu adalah satu-satunya harta Mama yang paling berharga!" ucapnya menyetujui hal itu dengan terpaksa karena rasa takut kehilangan sang putri. Rania bertambah bahagia mendengar persetujuan ibunya.