Aku baru pulang kerumah setelah aku asyik main di Time Zone bersama temanku dan teman cewek itu, aku tak menyangka kalau mereka berdua sudah pacaran sejak kelas XI
Sesampainya dirumah aku masuk kedalam rumah dan mencari papaku, aku terkejut melihat papaku tiduran dilantai, aku mencoba menyadarkan papaku
"pa, bangun pa" aku berusaha membangunkan papaku tapi papaku tidak bangun juga, aku membawa papaku yang pingsan ke kamarnya dan membaringkannya diranjang. Aku lalu mengambil balsem dan aku gosokkan ke kepala, leher dan hidung papaku, tak lama kemudian papaku sadar dari pingsannya
"pa ada apa pa, kenapa papa bisa pingsan" aku khawatir
"ayahmu, ayahmu Adit ayahmu meninggal" papaku berduka
"apa yang papa, katakan, ayah meninggal" aku tidak percaya
"iya nak, ayahmu meninggal karena kecelakaan" papaku terisak
aku shock, kaget, terkejut, aku merasa seperti mengalami dejavu, untuk kedua kalinya aku kehilangan keluargaku. Badanku terasa lemas aku lalu berlutut dilantai dengan kedua lengan yang memegang tepi ranjang
beberapa jam kemudian setelah aku pulih dari keadaanku, aku memutuskan menelepon cewek itu
"yah halo" sapa cewe itu di telpon
"Bella, ini Adit" sapa aku ditelpon
"yah ada apa Adit" tanya cewe itu
"ayah Bella, ayah kita..." suaraku terputus
"ayah kita kenapa" cewe itu penasaran
"ayah kita meninggal" aku menangis ditelpon
"nggak, nggak kamu pasti bercandakan" cewek itu sangsi
"nggak mungkin ayah meninggalkan" cewe itu tak percaya
"kalau loe nggak percaya loe bisa datang ke rumah sakit Setia Budi, gue dan papa gue sedang menuju kesana" aku kesel
setelah beberapa jam menempuh perjalanan akhirnya sampai juga aku dan papaku kerumah sakit Setia Budi. Kini kami sudah berada didalam rumah sakit
"permisi sus" kata aku
"yah ada yang bisa saya bantu" tanya perawat itu
"apa benar ada korban kecelakaan yang tadi dibawa kemari, namanya Arthur" kataku
"yah benar belum lama ada pasien yang dibawa kemari" Perawat itu membenarkan
"maaf apa mas keluarganya" tanya perawat itu lagi
"iya saya Aditya anaknya dan ini papa saya Arlan suaminya" kata aku memperkenalkan
"apa mas bisa menunjukkan kartu identitas mas" kata perawat itu
"oh iya" lalu aku mengambil kartu identitas milikku dari dompet dan memberikannya ke perawat itu
"baik tunggu sebentar" kata perawat pamit
tidak lama kemudian perawat itu datang bersama seorang petugas
"Apa anda keluarganya bapak Arthur" kata petugas itu
"yah saya anaknya dan ini papa saya" aku memperkenalkan diri lagi
"Kalau begitu mas dan bapak bisa ikut saya" penjaga itu mengajak mereka
"mas ini kartu identitas mas" perawat itu memberikan kartu identitas itu kepadaku
"terima kasih" kata aku
Lalu aku dan papaku mengikuti petugas itu sampai kesebuah ruangan sesampainya diruangan itu sudah ada dokter yang menunggu mereka
"tok, tok" petugas itu mengetuk pintu yang ada diruangan itu
"yah masuk" suara dari dalam
"tunggu sebentar" perintah petugas itu kepadaku dan papaku
petugas itu masuk kedalam ruangan itu dan menutup pintunya. Sementara aku dan papaku menunggu diluar. Tak lama kemudian pintu itu terbuka dan petugas tersebut keluar dari ruangan itu
"silahkan masuk" kata petugas itu
lalu aku dan papaku masuk keruangan itu, setelah berada didalam petugas itu menutup pintu dari luar. Aku dan papaku menengok sebentar lalu kembali melihat orang yang ada didepan kami
"silahkan duduk" kata dokter itu
aku dan papaku duduk dikursi yang sudah disediakan
"keluarganya bapak Arthur" kata dokter itu
"iya saya Adit anaknya dan ini papa saya Arlan suaminya" lagi-lagi aku memperkenalkan diri
"maaf saya dokter Lukas yang waktu itu mengobati bapak Arthur" dokter itu mengingatkan
"dokter Lukas, dokter di Rumah Sakit Bintang Mulia itukan" papaku ingat
"iya benar" dokter itu membenarkan
"dok apa betul suami saya meninggal karena kecelakaan" tanya papaku
"iya betul beliau meninggal ditempat kejadian sambil memeluk dan merangkul seorang anak kecil" kata dokter itu
"anak kecil" kata papaku dan aku bersamaan
kami berdua saling berpandangan
"Ade" bisik aku
"dok apa anak itu namanya Adelin" tanya aku
"maaf saya tidak tahu namanya karena anak itu tidak ada kartu identitasnya" dokter itu tak tau
"apa saya bisa melihat anak itu dok" aku minta izin
"maaf, kami belum bisa mengijinkan orang lain untuk menjenguknya" dokter itu melarang
"kalau begitu apa kami bisa melihat jenasah mas Arthur" kali ini papaku minta izin
"iya kalian bisa melihatnya dia ada ruang jenazah sekalian saya ingin meminta izin dari kalian sebagai keluarganya untuk mengotopsi bapak Arthur" dokter itu meminta izin
aku dan papaku saling berpandangan meminta jawaban
"pa apa lebih baik ayah diotopsi saja?" tanya aku
"nak lebih baik ayahmu tidak usah diotopsi, papa tidak tahan melihat ayahmu disiksa lagi meskipun sudah meninggal" papaku tidak tega
"maaf dokter kami tidak mengizinkan mas Arthur untuk diotopsi" papaku yakin
"mmm... baiklah kalau itu yang sudah menjadi keputusan keluarga anda, saya menghargainya" kata dokter itu
"ini formulir yang kalian bisa isi nanti dan setelah diisi harap dikembalikan kepada saya" dokter itu memberi formulir itu kepada aku
"kalau begitu mas Adit dan pak Arlan bisa ikut dengan saya kekamar jenazah sekarang" mari dokter itu
aku dan papaku mengikuti dokter itu sampai ke kamar jenazah sesampainya mereka disana, mereka melihat sebuah ranjang yang tertutup kain putih, dokter itu lalu membuka penutup kain itu. Aku dan papaku melihat apa yang ada dibalik kain itu kami terkejut, kaget, shock
"mas Arthur" papaku menangis tersedu-sedu
"ayah" aku berbisik
"mas bangun, mas bangun ini suamimu mas" papaku berusaha membangunkan suaminya tapi tidak berhasil
"pa, jangan ganggu, ayah lagi tidur" kata aku
setelah aku dan papaku mengembalikan formulir yang sudah kami isi ke dokter itu, kami pergi ke bagian administrasi untuk melengkapi berkas-berkas milik ayah tiriku dan membayar biaya admin agar jenazah ayah tiriku bisa dibawa pulang kerumah kami