"Mel, barusan kak Miller nelpon, dia mau bantu-bantu. Kita ketemuan di Mall aja." Lapor Mingke begitu melihat Mela keluar dari kamar mandi.
" Terserah kamu lah, aku sih oke aja." Angguk Mela.
" Nih juga, aku pake baju kamu ya." Mingke nyengir.
" Pake aja, biasanya juga gitu." Balas Mela dengan senyum menggoda.
" He he he...." Mingke makin nyengir.
" Mel, kak Miller belum datang nih, masih dijalan. Kita belanja dulu deh, nyari baju atau tas yuk."
Mereka sampai di Mall yang disepakati.
" Kamu mau beli wallpaper dinding, kan? Mending nyari itu dulu. Nggak usah belanja yang lain dulu." Mela cepat membantah Mingke.
" Kita bisa nyari wallpaper kalau ka Miller udah datang."
" Jangan buang banyak waktu. Kita bisa nyari wallpaper sambil nunggu ka Miller. Setelah mereka datang, kita langsung makan siang terus nyari furniture."
" Iya deh." Mingke mengalah meski muka manyun. Mela hanya menahan geli melihat keterpaksaan Mingke.
" Lain waktu kita bisa shopping bareng deh." Bujuk Mela.
" Bener tuh, udah lama banget kita nggak jalan bareng."
" Situ sibuk Mulu."
" Mau gimana lagi, emang banyak praktek kemarin-kemarin."
Keduanya asyik memilih warna dan motif wallpaper ketika ponsel Mingke berdering.
" Mel, kak Miller nelpon mungkin udah nyampe disini." Mingke memperlihatkan panggilan Miller.
" Suruh aja nyari tempat makan, ntar kita nyamperin mereka selesai beli wallpaper."
" Kamu mau makan apa?." Tanya Mingke yang juga lagi mengobrol dengan Miller di telpon.
" Terserah aja. Aku nggak pilih-pilih kok."
Mingke berdiskusi sebentar dengan Miller kemudian kembali memilih barang.
" Mingke, kok beli banyak banget sih?." Mela melirik troli Mingke yang nyaris penuh.
" Lampu belajar mau pake berapa?ambil satu ajalah."
" Buat cadangan."
" Cadangan?nanti juga kalau lampunya rusak bakal ada model baru, mungkin kamu nggak suka model ini lagi."
" Engga apa-apalah."
" Kamu tuh boros." Mingke hanya nyengir dengar Omelan Mela.
Keduanya cepat menemui Miller di resto mall setelah menyelesaikan pembelian kebutuhan.
" Kupikir kalian masih lama belanjanya." Sambut Miller.
" Cuma beli wallpaper aja." Kata Mingke mengambil posisi di depan kakaknya.
" Tidak belanja yang lain?biasanya kamu akan kalap kalau sudah di mall."
" Tadinya sih mau tapi nona yang satu itu nggak bolehin. Takutnya bikin kakak nunggu lama dan nggak punya waktu cukup renov kamar." Mingke sedikit ngedumel.
" Selain ibu, kamu juga ternyata bisa jadi pawang Mingke. Nggak ada lho yang bisa ngelarang dia kalau udah urusan shopping." Miller menunjukkan jempolnya pada Mela.
" Kadang-kadang aja sih dia nurut,biasanya juga bandel." Kata Mela
" Mau gimana lagi, adek harus nurut
Sama kakak, kan?!."
" Kita ini seumuran." Mela membantahMingke.
" Kamu masih lebih tua." Mingke tidak mau kalah.
" Itu cuma beberapa hari."
" Tua ya tua aja."
Miller tertawa melihat mereka berdebat.
" Kalian sudah lama berteman?." John yang ikut dengan Miller bertanya penasaran. Saat ini, tidak banyak gadis yang bisa berteman layaknya saudara.
" Mereka berteman sejak orok." Miller
Menjawab.
" Ini kak John ternyata."Mingke cepat menyapa, dia lupa pada teman kakaknya saat mengeluh tadi.
" Kamu berharap siapa?."
" Ya...kupikir... Kak Miller akan membawa pacarnya." Mingke mendelik kearah Kakaknya.
" Tidak ada hal seperti itu." Potong Miller cepat.
" Kak Miller tidak pernah pacaran?." Mela ikut bertanya.
" Dulu ada." Pandangan Miller menyapu wajah Miller yang tenang.
" Teman satu kampus tapi udah selesai sejak lama."
" Kenapa?." Kejar Mingke penasaran.
" Tidak ada. Mereka bubar baik-baik. Masing-masing mau mengejar karir." Kata John yang jadi juru bicara.
" Berhenti membicarakan hal yang tidak guna. Kalian juga masih muda, sebaiknya fokus belajar dulu Jangan mikirin pacaran." Sergah Miller sambil menasehati.
Mingke mencibir." Kami masih muda?!apa kabar anak SD yang udah mami papi."
Keempatnya tertawa.
" Iya juga ya. Kita mah kalah ma bocil sekarang." Ucap John terkekeh.
Setelah makan siang, mereka membeli furniture dan kembali ke apartemen untuk bekerja.
" Kalau kamu ganti tempat tidurnya, ini Mau disimpan dimana? Kan, aku udah bilang nggak usah sok cauple segala, boros." Mela mengomel karena Mingke membeli furniture couple yang mengharuskan furniture lama Mela harus disingkirkan.
" Kita bisa bikin kamar tamu."
" Mau pake kamar yang mana?."
" Tuh gudang dijadikan kamar tamu, gudangnya dipindahin di kamar kecil di loteng itu.
" Kali ada tamu yang mau datang."
" Mama bisa aja nginap lho."
" Iya, kalau Tante nginap, ku bisa tidur bareng aku dan dia tidur di tempatmu."
" Aku tau Naufal bisa aja nginap, nggak ada salahnya punya kamar tamu." Sela Miller membuat Mela sepakat menambah satu kamar lagi di apartemennya.
" Kakak nginap nggak?." Tanya Mingke begitu semuanya sudah beres.
" Kami masih punya janji jam sembilan nanti."
" Jadi, makan malamnya diluar atau disini?."
" Boleh deh makan malam disini."
" Mau makan apa nih? Aku pesanin."
" Kirain kamu mau masak." Seloroh Miller.
" Boleh sih, masak mie."
" Kamu bisanya cuma masak mie."
" Gimana dengan hot pot, tadi aku kebetulan beli bahan hot pot." Usul Mela.
" Boleh." Miller dan John sepakat.
Mereka berempat memilih makan di balkon apartemen sambil menikmati suasana malam di kota M.
" Miller...." John dan Miller sedang dalam perjalanan kembali.
" Aku ingat kamu dulu tidak menyukai Imelda. Waktu kalian jadian, kupikir karena Imelda berhasil meluluhkanmu."
" Berhenti membicarakan sesuatu yang sudah lewat."
Tanpa menghiraukan Miller, John terus berceloteh.
" Imelda juga memiliki panggilan Imel,tapi kamu lebih suka memanggilnya Melda dengan singkatan Mel." John menyentuh dagunya." Mel...Melda.Mel....Mela."
" Kamu jadian dengan Imelda Karena dia mirip Mela, kan?!."
" Mengetahui banyak hal bisa mengancam nyawa."
John tergelak.
" Tebakanku benar."
" Ya ..tertawa sampai mati sana!." Kata Miller geram.
****