"Hm, baiklah." Kata Damian mengangguk.
"Tuan, apakah sebaiknya kita membangunkannya?" Tanya pelayan itu.
"Tidak perlu. Aku akan menunggunya di sini, kamu sebaiknya beristirahatlah." Kata Damian dengan santai.
"Tuan..." Kata pelayan itu dengan ragu.
"Aku sudah memutuskannya, aku akan membiarkannya pergi. Itu satu-satunya cara untuk menebus kesalahanku dan membayarnya." Kata Damian dengan tegas. Dia telah membulatkan tekadnya untuk membebaskan Rey dari belenggu di istana yang telah dia jaga selama ratusan tahun ini.
Harmoni lagu menari dengan kesedihan dan emosi yang tertinggal dalam ruangan itu.
Pelayan itu merasa sedih. Jika orang itu pergi, bagaimana dengan tuan kami?
Dia berangsur mundur ke pintu. Sebelum menutupnya, pelayan itu bertanya dengan pelan.
"Tuan, apakah anda tidak akan menyesalinya?" Tanya pelayan itu untuk meyakinkan tuannya dalam keputusan yang telah tuannya buat tersebut.
'Menyesal...?' Damian menatap petir yang menyambar melintasi langit malam, menyorotkan bayangan dirinya ke dinding.
Tidak masalah jika itu adalah dirinya yang berwujud manusia serigala, atau berwujud manusia, siapa pun yang mendekatinya pada akhirnya hanyalah bayangan.
"Apalagi yang bisa aku harapkan..." Jawabnya dengan pelan.
~~~~
Rey merasa seperti dia sudah tertidur dalam jangka waktu yang sangat lama.
Sejak dia meninggalkan Wolfie, ini adalah pertama kalinya dia tidur dengan damai dan tenang.
Karena Wolfie, Rey percaya bahwa apapun yang terjadi di masa depan, dia akan bisa melaluinya.
Untuk sesaat, sepasang mata berwarna abu-abu terang yang dipenuhi degan rasa sedih muncul dipikirannya.
Rey merasa tubuhnya menjadi kaku karena ingatan itu.
Perasaan yang dimilikinya kepada pria itu... sangatlah rumit. Dia tidak bisa menjelaskannya lagi dengan kata-kata.
Mungkin perilaku kejam yang ditujukan oleh manusia serigala itu dikarenakan takdirnya sebagai seorang manusia serigala. Mungkin juga dikarenakan masa lalunya yang membebani, dan mungkin itu adalah permohonan dari pelayan tua yang sesungguhnya membangunkannya. Rey merasa bahwa dia tidak bisa membenci pria itu.
Tapi tetap saja, dia adalah orang asing di mata Rey.
Dunia di luar jendela adalah kegelapan yang sangat pekat yang disertai dengan guntur dan petir yang sesekali muncul. Rey seketika merasa lapar saat ini, jadi dia turun dari tempat tidurnya dan memutuskan untuk mencari ruang makan di dalam istana agar bisa memenuhi rasa laparnya.
Rey tidak menyadari kalau istana itu sangat lah besar sehingga akhirnya dia tersesat juga di dalam istana tersebut.
Dia lalu menuruni tangga kemudian dengan samar-samar mendengar sesuatu bergema melalui dinding-dinding di sekitarnya.
Turun melalui lorong yang gelap, Rey mengikuti dari mana asal suara itu. Kemudian suara itu menjadi lebih jelas dari sebelumnya dan Rey menyadari jika suara itu dipenuhi dengan kepiluan dan kesedihan.
Beberapa saat kemudian, Rey sampai di depan sebuah ruangan; suara sedih dan pilu itu berasal dari dalam ruangan itu.
Saat dia dengan ragu-ragu akan mengetuk pintunya atau tidak, pintu itu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya.
Damian berdiri di pintu masuk, berpakaian berwarna biru safir. Damian menekan desakan emosinya jauh di dalam hatinya lalu dia dengan diam memperhatikan Rey. Dan pada akhirnya, dia menyingkir untuk membiarkan Rey masuk, "Masuklah." Katanya dengan lembut.
"Besok pagi, aku akan membiarkanmu pergi dari sini, tapi sebelum itu..." Damian menarik napas dalam-dalam lalu dia menatap Rey dengan serius, "Sebelum itu, maukah kamu menemaniku untuk semalaman ini?"
Rey memandangi seisi ruangan itu, ruangan itu sepertinya kamar tidur milik Damian. Rey lalu mengulang dengan ragu-ragu; "Menemanimu... untuk semalam?"
Rey menundukkan kepalanya dengan badannya yang menegang. 'Jangan bilang, kalau dia masih mau...'
Damian yang melihat Rey menegang karena kata-katanya, bergerak dengan tenang ke arah Rey dan meraih tangan Rey, "Bagaimana kalau kita..."
Tapi Rey menepis tangan Damian seketika itu juga dan memotong kalimatnya, "Tidak mau!"
"... makan." Damian yang terkejut karena tangannya ditepis oleh Rey, hanya bisa menyelesaikan kalimatnya dengan pelan.
Rey mendengar kata terakhir dari kalimat Damian, merasa tidak percaya dengan hal yang baru saja dia dengar. Seketika suasana ruangan itu berubah menjadi canggung.
Rey menampilkan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan saat dia bertanya, "Apa kamu bilang, ehm, makan?"
Damian kemudian berbalik untuk membakar kayu di perapian, menghangatkan seluruh ruangan.
Dia lalu melangkah ke depan meja panjang dan menarik kursi saat dia menunggu Rey untuk menghampirinya.
"Yah..." Meja itu dipenuhi dengan makanan yang mewah dan mahal. Di kedua ujung meja terdapat gelas wine dan peralatan makan yang indah di atasnya. Rey menatap kosong pada pemandangan itu lalu dia mendekat untuk duduk di kursi yang di sediakan Damian. Damian yang melihat Rey duduk di kursi yang ditariknya lalu lanjut untuk membalutkan serbet makan di sekitar dada Rey.
Ketika jarinya dengan tidak sengaja menyentuh leher Rey, Rey yang terperanjat langsung menghindari tangan Damian. Melihat itu, Damian hanya bisa memaklumi respon yang di berikan oleh Rey.
"... Apakah anggur merah oke untukmu?" Kata Damian dengan lembut. Di tangannya terdapat botol anggur dengan desain klasik. Rey yang melihat itu merasa yakin kalau anggur itu pasti sudah berumur tua dan rasanya pasti tidak akan mengecewakan, meskipun Rey adalah tipe orang yang jarang minum anggur melihat botolnya saja pasti semua orang paham hal ini.
Rey mengangguk dengan datar. Rey melihat cairan berwarna merah mengalir dari botol yang dipegang oleh Damian ke gelas yang berada di hadapannya.
Aroma manis anggur merah yang dituangkan ke dalam gelas Rey memenuhi seluruh ruangan.
Kemudian, Damian duduk di meja yang berseberangan dengan Rey. Mereka makan dengan tenang dan saling mencuri pandang satu sama lain tanpa berkata apa pun.
Rey merasa kesulitan untuk menelan makanannya karena Damian terus-terusan menatapnya tanpa mengucapkan satu kata pun. Ketika pria berambut abu-abu itu melihat ekspresi gelisahnya Rey, dia mengeratkan genggamannya pada sendoknya, mencoba dengan kuat untuk mengendalikan hatinya yang sakit. Bagi Damian, sikap gelisah Rey menandakan kalau Rey tidak nyaman berada di dekatnya, bahkan meskipun sudah terpisah jauh seperti ini.
"Umm..." Karena tidak nyaman dengan suasana seperti ini, Damian akhirnya memecah kesunyian, "Apakah rasa makanannya... tidak pas untukmu?"
"Oh tidak, makanannya enak. Sungguh." Rey merasa sangat canggung karena pertanyaan Damian. Dia menyadari kalau sikapnya mungkin yang membuat suasana ruangan ini begitu tegang. Tapi apalah yang bisa dia lakukan, tubuhnya bereaksi lebih cepat dari pada pikirannya.
"Apa kamu bisa memainkan permainan papan catur?" Damian mencoba untuk mengubah topik pembicaraan untuk mencairkan suasana tegang yang telah lama menyiksanya ini.
"Ha?" Rey mengangkat kepalanya dan memiringkannya dengan bingung sembari menatap langsung ke arah Damian.