Prisya sekarang tengah berada di Gudang dengan tangan yang dipegangi oleh kedua teman James. James adalah pacarnya Nayla. Prisya lebih ke arah diam dan menerima keadaan sebab dirinya tidak ingin buang tenaga, karena apa? Karena sekarang jumlahnya juga beda jauh.
"Apa yang ingin lo lakukan?" tanya Prisya sambil menatap Nayla dengan tatapan yang begitu tercermin kalau Prisya itu tidak suka pada Nayla.
Bagaimana Prisya bisa suka pada Nayla setelah dirinya mendapatkan sebuah perlakuan yang tidak pantas dari Nayla? Hanya orang bodoh yang bisa suka dengan sikap Nayla yang seperti ini dan Prisya bukan orang bodoh. Jadi, cukup tidak mungkin kalau Prisya akan menatap Nayla dengan sebuah tatapan yang penuh dengan kekaguman.
"Gue mau memberikan sebuah peringatan kecil kepada orang yang sudah berani menentang apa yang sudah gue ucapkan," jawab Nayla sambil tersenyum dengan sebuah kepuasan yang ada.
Nayla memang merasa puas, karena akhirnya dia bisa berada di posisi di mana dirinya bisa memberikan sebuah peringatan yang dia sebut kecil kepada orang yang sudah benar-beraninya menginjak sepatu miliknya serta membentak-bentak dirinya, padahal banyak orang yang begitu menghormatinya.
Memang kalau orang yang sudah terbiasa dengan semua hal yang di atas, saat ada orang yang membawanya ke sisi yang rendah akan tidak terima, apalagi kalau sampai orang itu merendahkan posisinya. Sudah pasti akan jauh lebih tidak terima.
"Udah dapet?" tanya Nayla saat melihat Lula dan juga Nana yang baru saja kembali.
Lula mengangkat satu kotak yang merupakan tempat pembuangan sampai di kelas. "Nih, di dalamnya ada debu kelas sama kertas. Gue sama Nana udah kumpulin ini dari satu kelas," jelas Lula sambil memperhatikan apa yang sudah dia bawa.
Betapa terkejutnya saat Prisya mendengar jawaban yang sudah Lula ucapkan. Sebelumnya Prisya tidak pernah mengira kalau semula Nayla berbisik pada Lula itu untuk membawakan sampah-sampah yang dia duga nantinya akan menjadi sebuah sarana untuk menyalurkan kekesalan yang sedang Nayla rasakan padanya.
Dengan begitu ringan, Nayla menginjakkan kakinya di atas rok Prisya. "Andai lo tadi dengan mudah melakukan apa yang sudah gue ucapkan, yaitu membersihkan sepatu gue, mungkin lo gak akan berakhir di sini." Nayla terus tersenyum sambil membersihkan sepatunya yang padahal sama sekali tidak kotor dengan rok Prisya.
Prisya belum membuka mulut, dirinya sudah merasa begitu malas kalau sekarang dirinya harus kembali berbicara dengan seorang cewek yang mau menang sendiri dan juga tidak sadar dengan apa yang sudah dirinya lakukan dan juga ucapkan itu hanya benar menurutnya saja.
Brupkhh pyuhhh srhh
Berbagai debu, kertas, serta sisa-sisa sampai di kelas jatuh tepat di atas kepala Prisya yang dengan seketika membuat Prisya memejamkan matanya, seragamnya sekarang sudah kotor dengan debu-debu serta sampai yang beberapanya menempel di atas kelas Prisya.
Tidak ada sebuah sampai yang basah dalam tong sampah ini, tapi tetap saja hal itu masih membuat dirinya kotor. Prisya mengepalkan tangannya dengan penuh emosi, tapi dirinya masih berusaha untuk menahan dirinya agar tidak kepancing sekarang.
Saat Prisya yang meluapkan emosinya sekarang, bukan tidak mungkin jika dirinya malah mendapatkan sebuah perlakuan yang jauh lebih buruk dari ini. Untuk sekarang Prisya akan mengikuti ke mana pola permainan Nayla, Prisya akan membiarkan Nayla puas dengan semuanya.
"Ups, cocok banget buang sampai di lo." Nayla tertawa dengan begitu senang sambil menatap wajah cewek yaang semula sudah berani-beraninya menantang dirinya, bahkan sudah berani melawan dirinya.
Teman-temannya juga ikut menertawakan Prisya dan begitu juga dengan teman-teman cowoknya. Mereka sudah seolah satu geng. Geng yang suka membully orang lain. Nayla benar-benar puas dengan hal ini.
"Inget ya! Ini hanya sebuah peringatan kecil dari gue, anggap aja sebagai hadiah pertemuan kita. Baik kan gue udah ngasih lo hadiah?" tanya Nayla sambil memasang ekspresi yang sama sekali tidak terlihat seperti orang yang merasa bersalah dengan apa yang sudah dia lakukan.
Melihat Prisya yang menatapnya dengan tatapan yang penuh dengan kekesalan malah membuat sebuah rasa senang dan juga puas yang ada dalam dirinya menjadi bertambah. "Lo gak mau kasih hadiah kah buat gue?" tanya Nayla mengingat kalau dirinya sudah memberikan Prisya sebuah hadiah.
Hadiah yang disukai oleh dirinya, tapi sama sekali tidak disukai oleh Prisya, bahkan sangat tidak disukai oleh Prisya. Benar-benar tidak ingin berbicara, Prisya sampai sekarang tidak ingin membuka mulutnya. Prisya hanya mendengarkan dan juga menatap Nayla dengan dipenuhi oleh sebuah rasa kesal.
"Ya udah guys, sekarang kita cabut," ajak Nayla.
"Yuks." "Ya ayok kita cabut." Kedua teman Nayla menjawab dengan begitu bersemangat.
Sebelum memutuskan untuk pergi, Nayla menatap Prisya terlebih dahulu. Kedua bola mata milik Prisya dan juga Nayla tengah saling memperhatikan satu sama lain dengan sebuah perasaan dan juga kesan yang terkandung sangat berbeda.
"Oh ya, buat lo. Sekarang pulang, terus bersihin diri lo ya." Suara tawa Nayla begitu pecah setelah dirinya bersikap seolah peduli pada Prisya, padahal dirinya berniat untuk meledek Prisya.
Tidak berbasa-basi lagi dengan Prisya, Nayla langsung melangkahkan kakinya keluar dari Gudang ini bersama dengan mereka semua. Terdengar tawaan dan juga kalimat yang mengandung sebuah kepuasan saat mereka tengah melangkahkan kaki mereka meninggalkan Prisya.
"Sialan!" teriak Prisya dengan nada yang begitu tinggi. "Arhh!" teriak Prisya lagi yang kemudian mengacak-ngacak rambutnya dan merasakan sesuatu yang kasar di atasnya. Itu adalah beberapa debu serta kotoran yang ada di kelas yang bercampur antara tanah serta aspal.
Prisya bangkit dari kursi dan langsung melangkahkan kakinya keluar dari Gudang ini. Tujuan Prisya sekarang tidak langsung menuju ke tempat parkirkan, melainkan menuju ke Toilet untuk mencuci mukanya terlebih dahulu yang dia rasa sudah kotor.
Sepanjang perjalanan, Prisya hanya memikirkan berbagai kejadian yang sudah Nayla lakukan padanya yang akan dia simpan dalam ingatannya dan bukan sebuah hal yang tidak mungkin kalau Prisya akan membalas perbuatan Nayla di waktu yang tepat.
Dengan penuh rasa emosi, Prisya membuang beberapa sampah yang menempel di dirinya sampai akhirnya Prisya mencuci mukanya. Prisya menatap bayangan dirinya di cermin, memperhatikan ekspresinya yang sekarang tengah dipenuhi oleh sebuah perasaan kesal.
Saat sedang merasa kesal, Prisa mendadak teringat akan sebuah hal. Prisya mengingat bagaimana James menahan tangannya saat dirinya akan menampar Nayla, ada sebuah pertanyaan yang mendadak muncul dalam dirinya.
"Apakah nanti gue akan menemukan cowok yang bisa melindungi gue? Bersikap layaknya seorang cowok yang mempunyai tanggung jawab untuk melindungi gue dari berbagai hal?" tanya Prisya sambil menatap cermin. Pertanyaan ini dia tujukan pada dirinya sendiri.
Mengingat masalah melindungi, mata Prisya dengan seketika mendadak berkaca-kaca saat dirinya teringat akan sosok seseorang yang cukup berarti dalam hidupnya. Sosok yang saat dia ada selalu melindunginya. Prisya menarik napasnya dengan begitu dalam.
Prisya mencoba untuk membuat dirinya tegar, Prisya tidak ingin kalau sekarang dirinya ahrus menitikan air mata. Prisya harus kuat dan mencoba untuk tegar dengan keadaan, karena bagaimana pun juga hal itu tidak bisa diubah.