Terlihat Yani sedang memasak di dapur, kemaluannya masih gatal akan hubungan badan yang tidak mencapai klimaks baginya. Beberapa kali dia harus menahan birahi yang terus menyerangnya, sampai dia melihat terong ungu yang akan di masak di pagi itu.
Tiba-tiba saja pikirannya membayangkan akan kemaluan Bagas yang besar dan panjang, dia ambil terong ungu tersebut dan dengan nekad Yani memasukkan terong tersebut ke dalam rok yang dia pakai, kemudian dia masukkan ke dalam celana dalam dan menyelipkannya di tengah-tengah kemaluannya.
Dingin rasanya karena terong tersebut baru saja di ambil dari kulkas, bulu kemaluannya memang sangat lebat disana juga dia mulai merasa tidak nyaman akan bulu kemaluannya yang dirasa sudah terlalu lebat.
"Kamu lagi masak apa dek?" tanya Iwan yang tiba-tiba ada di sampingnya.
Yani kaget bukan maen, pasalnya terong ungu masih dia selipkan di celah lubang kemaluannya, dia tidak berani memasukkan benda tersebut karena ukurannya yang jumbo.
"Masak balado terong ungu, mas." jawab Yani.
"Masa cuma satu biji, memang cukup ya?" tanya Iwan.
Yani seolah tidak punya jawaban akan hal yang ditanyakan oleh Iwan, karena porsi 2 buah terong ungu memang cukup untuk mereka berdua.
"Nanti aku cari di kulkas mas, perasaan tadi aku sudah bawa dua buah kok." ujar Yani.
Yani segera menuju kulkas yang ada di rumah tengah dan depan hati-hati dia keluarkan terong ungu yang ada di dalam celana dalamnya.
Tak lama berselang Yani kembali ke dapur dan membawa satu buah terong ungu.
"Nah itu masih ada." ujar Iwan dengan senyuman.
Ketika Yani meletakan terong ungu tersebut, tiba-tiba saja Iwan mengambilnya dan tidak biasanya Iwan mengendus terong ungu tersebut.
"Kok baunya gini ya?" tanya Iwan.
Iwan segera mengambil terong yang satunya dan mengendus juga terong tersebut, dia merasakan baunya berbeda jauh.
"Emang bau gimana sih mas?" tanya Yani.
"hmmm... bau terong yang ini kayang bau pesing, buang saja masa mas makan terong busuk!" seru Iwan sambil berlalu.
Yani segera membuang terong tersebut, tapi dia penasaran akan bau pesing yang diberitahu oleh Iwan, ketika dia mencium terong tersebut rasanya birahinya langsung memuncak, aroma pesing di terong tersebut seolah menyihir Yani yang butuh orgasme.
"Dek, masak telor ceplok saja. Mas sudah kelaparan." teriak Iwan.
Yani tersadar dari lamunannya dan segera membuang terong ungu tersebut.
"Iya mas, tunggu sebentar." jawab Yani.
Tak membutuhkan waktu yang lama untuk memasak telur ceplok tersebut, Iwan dengan lahap segar memakannya dibarengi nasi yang telah matang. Sementara Yani masih belum bisa untuk berhenti akan birahi yang terus melandanya.
"Aku mau kerja."
Tiba-tiba saja terdengar suara teriakan dari arah rumah kontrakan Wahyu dan Rani, rupanya disana terlihat Rani yang hendak pergi untuk mencari kerja.
Yani dan Iwan yang melihat itu tak tega melihat Wahyu yang ditinggalkan Rani untuk bekerja.
"Mbak Rani mau kemana?" tanya Yani.
"Saya mau cari kerja, kalau saya gak kerja gimana saya bayar kontrakan." jawab Rani.
"Terus mas Wahyu gimana?" tanyakan Yani.
Rani tidak menjawab dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua disana, Yani dan Iwan yang khawatir akan kondisi Wahyu segera menghampiri Wahyu yang sedang sendiri.
"Rani... Rani... jangan tinggalkan mas." ujar Wahyu.
Iwan dan Yani langsung masuk dan melihat kondisi Wahyu yang tidak di urus oleh Rani.
"Mas Wahyu, mbak Rani tadi pergi buat cari kerja katanya. Kalau ada apa-apa bilang sama kita saja mas." ujar Iwan.
"Terimakasih kasih mas." jawab Wahyu.
Sekitar jam 11 siang suara perut Wahyu terdengar oleh Iwan dan Yani yang daritadi menemaninya.
"Mas Wahyu lapar?" tanya Yani.
Wahyu hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum kecil, Yani segera bergegas menuju dapur milik Rani dan Wahyu. Terlihat tidak ada bahan masakan yang bisa di masak pada saat itu.
Tiba-tiba saja mata Yani tertuju pada pakaian kotor yang menumpuk di suatu wadah, bau keringat dari baju-baju tersebut tercium jelas oleh Yani.
Ketika dia melihat dengan dekat disana terlihat hanya ada pakaian Wahyu yang kotor, sementara pakaian Rani tidak ada sama sekali. Disana dia beranggapan kalau Rani tidak pernah mencuci pakaian Wahyu selaku suaminya.
Matanya terbelalak ketika ada celana dalam milik Wahyu yang kotor dan aromanya sudah tidak enak untuk dicium. Tapi Yani penasaran akan hal itu, maka dia ambil celana dalam tersebut dan di mencium bagian dimana ujung kemaluan Wahyu sering berada disana.
Pikirannya melayang seketika pada saat itu, karena pada bagian itu tercium bau pesing yang super menyengat. Hal itu disebabkan oleh Wahyu yang tidak suka mencuci kemaluannya setelah kencing.
"Astaga, apa yang sudah aku lakukan? Apa aku tidak malu akan kerudung yang aku pakai ini." ujar Yani dalam hati.
Batinnya berkecamuk antara lanjutkan atau harus berhenti dan kembali menjadi orang seperti dulu.
"Dek kamu lagi apa?" tiba-tiba Iwan memergoki Yani yang sedang memegang celana dalam milik Wahyu.
"A..aku.." Yani tidak bisa menjawab pada saat itu.
"Kalau mau mencuci baju mas Wahyu sekalian semuanya saja, kayanya mbak Rani gak pernah nyuci baju mas Wahyu." ujar Iwan.
"Maksud mas Iwan?" tanya Yani.
"Lihat baju kotor disini, hampir semuanya punya mas Wahyu. Kalau mas pikir ya, mbak Rani gak bakalan pulang malam ini juga." ujar Iwan.
"Terus kita gimana mas?" tanya Yani.
"Kita tanya mas Bagas sama mas Rudi, siapa tahu mereka punya solusi akan hal ini." ujar Iwan dengan bijaknya.
Yani menghela nafas sekaligus tersenyum senang akan hal itu, disisi lain dia gembira karena Iwan tidak mengetahui perbuatannya terhadap celana dalam milik Wahyu.
Jam tiga sore warga kontrakan sudah berkumpul semuanya, benar saja kalau Rani tidak datang sampai sore itu.
Iwan langsung mengutarakan akan apa yang dialami oleh Wahyu dan bagaimana cara untuk membantunya, Rudi langsung tidak setuju untuk karena dia beralasan kalau dirinya juga sudah tidak terurus. Ketika mengatakan hal itu Laras langsung menatap tajam Rudi yang mempermalukan dirinya.
"Kalau saya setuju buat membantu Maas Wahyu, tapi mau sampai kapan? Terus bagaimana cara kita membantunya?" tanya Bagas.
Semua terdiam ketika Bagas bertanya seperti itu, sampai akhirnya Yani mengatakan sesuatu yang membuat semua orang tidak percaya mendengarnya.
"Mbak, jangan gila dengan apa yang mbak katakan. Jadi istri kita disuruh gantian buat bantu Wahyu sampai dia sembuh?" tanya Rudi.
"Saya setuju dengan usulan istri saya, kemudian kita sebagai kepala keluarga bagaimana kalau patungan selama tiga bulan untuk membayar kontrakan mas Wahyu." ujar Iwan.
"Saya setuju, saya akan jual perhiasan saya kalau mas Rudi tidak mau membantu mas Wahyu." tegas Laras.
Rudi terlihat emosi akan apa yang dikatakan oleh Laras, demi orang lain Laras menjual perhiasan yang di belikan untuknya.
"Jangan khawatir mas, perhiasan ini bukan dari mas Rudi. Ini hasil dari usaha aku jahit baju orang." ujar Laras.
Rudi tambah emosi mendengar apa yang dikatakan oleh Laras, terlihat matanya penuh kebencian kepada Laras. Tapi tidak pernah terlintas dalam pikiran Rudi untuk menceraikan Laras.
"Gimana kalau mas Bagas sama mbak Sukma?" tanya Iwan.
"Kalau saya terserah mas Bagas saja, hanya saja mungkin saya hanya bisa di hari Jum'at dan Sabtu saja." ujar Sukma.
"Ya sudah kita tentukan saja harinya, mbak Yani hari Senin dan Selasa, mbak Laras hari Rabu dan kamis. Nah kalau hari Minggu kita bareng-bareng saja." ujar Bagas.
Tiba-tiba saja Rudi masuk ke kontrakan dan membanting pintu, dia merasa tidak ada yang sependapat dengannya terutama Laras istrinya.
"Nampaknya kamu harus diberi pelajaran." ujar Rudi.
Bersambung