"KAMU!"
"Ngapain kamu disini, mana Vanesa, ha!" teriak mas Raihan kepadaku. Aku yang mendengar teriakan mas Raihan hanya bisa menunduk dan menangis. Aku tidak mampu menjawab pertanyaannya, karena akupun tidak tau dimana mba Vanesa.
"Kamu dengar tidak, aku tanya sekali lagi sama kamu dimana Vanesa?" tanya mas Raihan, mencengkram daguku, agar aku mendongak melihatnya. Dapat aku lihat wajahnya yang memarah padam, menandakan bahwa dia sedang marah besar.
"Aku tidak tau mas?" jawabku, menatapnya dengan air mata yang terus menetes di pipi ku.
"Bagaimana bisa kamu tidak tau, kamu pasti mencelakai Vanesa, agar kamu bisa menikah dengan saya. Supaya derajat kamu di angkat, yang tadi anak pembatu menjadi tuan putri. Jangan mimpi kamu" ucap mas menuduhku dan melepaskan cengkramannya di dagu dengan kuat, hingga aku terduduk di lantai.