Chereads / Malghavan - The Magic Shop / Chapter 7 - Panti Asuhan Perancis

Chapter 7 - Panti Asuhan Perancis

Dion dan Ega masuk saja ke dalam panti asuhan yang nampak sederhana itu. Bangunan cukup lawas dan nampak sedikit kerusakan di sana sini. Tapi suara riang tawa anak-anak terdengar di sisi samping bangunan. Hingga seorang suster berusia senja nampak menghadiri mereka.

"Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya sang suster.

"Ah iya selamat siang." Dion dan Ega memberi hormat.

"Perkenalkan saya Dion dan ini Ega. Kami bekerja di sebuah magic shop di sekitar sini. Kami ingin datang berkunjung untuk memberi kalian bingkisan yang kami bawa ini dan sedikit berdongeng untuk adik-adik disini." Ucap Dion.

"Magic shop?" Suster bertanya.

Setiap para Xander kehilangan alasan untuk berbohong mengenai siapa mereka sebenarnya atau dari mana mereka berasal. Mereka selalu mengatakan bahwa mereka bekerja di magic shop. Tempat misterius yang menyimpan banyak trik dan intrik didalamnya dengan satu tujuan yang sama yaitu memberi kebahagiaan. Tentu saja bangunan itu tak pernah ada karena magic shop mereka yang sebenarnya adalah Malghavan.

"Kebetulan sekali. Ada seorang juga yang datang hari ini. Sebenarnya dia donator tetap di panti asuhan kami. Silahkan ikut aku kebelakang." Ucap Suster yang bernama Maria itu.

Nampak seseorang sedang menari di depan anak-anak panti asuhan yang jumlahnya tak terlalu banyak hanya sekitar 20 anak berkisaran antara usia satu hingga 12 tahun. Dia seorang balerina dengan pakaian bewarna hitam. Melihat hiasan angsa di kepalanya, mereka tahu itu pasti kisah tentang Black Swan. Meskipun mereka juga tidak tahu banyak tentang seni seperti itu, tapi Black Swan memang salah satu yang cukup populer dan sebagian besar orang pasti mengetahuinya.

Dion dan Ega dipersilahkan duduk di barisan bangku paling belakang, menunggu sang balerina menyelesaikan tariannya. Mata mereka jelas tertuju pada sang balerina yang nampak cantik dengan kulit putih dan tubuh semampai juga bergerak sangat luwes dan anggun. Entah kenapa jantung mereka berdegup tak karuan saat melihat sang penari di hadapan mereka. Suster Maria yang bisa melihat kekaguman di mata kedua pria itu pun bicara.

"Namanya Emma, dia dulu juga penghuni panti asuhan ini. Tapi sekarang dia sudah menjadi balerina yang cukup sukses. Bahkan seringkali memberi untuk panti asuhan ini." Cerita Suster Maria.

"Jadi dia juga?" Dion menggantung ucapannya.

"Ya dia juga yatim piatu. Sebenarnya aku juga tidak tahu karena 23 tahun yang lalu ada seseorang yang meletakkan dia begitu saja di depan pintu. Entah mungkin dia masih memiliki orang tua atau mungkin juga sudah tak ada tapi hingga Emma dewasa belum ada yang pernah datang untuknya." Ucap Suster Maria.

"Tidak ada yang pernah mengadopsinya?" Tanya Ega entah kenapa lancang bertanya.

"Sekarang kita memang bisa melihat Emma tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Tapi dulu Emma tak begitu. Bahkan banyak yang menyebutnya itik buruk rupa karena dulu dia memang sangat dekil dan kucel. Itu kenapa tidak ada yang ingin mengadopsinya. Keadaan sempat berubah saat dia berusia 15 tahun dan memenangkan kompetisi balet di wilayah sini. Tiba-tiba banyak yang ingin mengadopsinya setelah dia memenangkan lomba itu tapi Emma menolaknya dan memilih tetap tinggal disini hingga lulus sekolah." Cerita Suster Maria.

Dion dan Ega hanya mengangguk saja tanda mengerti. Senyuman sang ballerina nampak sangat manis dan serasa menghipnotis. Bagaimana mungkin ada seseorang yang tega membuang bayi yang dulunya pasti sangat menggemaskan dan pasti tidak berdosa itu. Kenapa juga manusia selalu menilai semuanya dari tampilan luar semata. Tapi itulah manusia seringkali hanya mementingkan egonya sendiri. Cukup lama hingga Emma menyelesaikan tariannya.

Seorang suster lainnya maju dan mencoba mengendalikan anak-anak itu sementara Suster Maria menyambut Emma dengan senyuman bangga.

"Suster." Sapa Emma ramah.

"Kau selalu mengagumkan Emma." Ucap Suster Emma.

"Terima kasih suster." Ucap Emma tersipu malu.

"Ah ini kenalkan, mereka dari magic shop sekitar sini katanya. Dion dan Ega. Mereka ingin membacakan cerita untuk anak-anak." Ucap Suster Maria.

Mereka pun saling berjabat tangan mengenalkan diri masing-masing.

"Mereka juga membawa makanan dan minuman untuk anak-anak." Ucap Suster Maria.

"Terima kasih banyak sudah menyempatkan datang. Aku senang masih ada orang yang perhatian dengan kondisi anak-anak di pantu asuhan ini. Tapi magic shop? Aku tidak pernah melihat magic shop di sekitar sini." Emma jadi bertanya-tanya.

"Ah hahaha itu. Usaha semacam kami memang tidak terlalu populer. Hanya terkenal di kalangan sendiri saja." Ucap Dion asal.

"Ah ya benar juga." Ucap Emma kemudian.

"Kalau boleh tahu, dimana kau sering tampil?" Ega tak bisa tak bertanya.

"Ah ya, aku sering tampil di Gedung Kesenian Perancis. Kalian tentu bisa datang kalau berkenan." Tutup Emma lagi dan Ega hanya mengangguk saja.

"Kita pasti akan datang kapan-kapan." Senyum Ega mengembang sempurna.

Suster Maria maju ke depan dan mempersilahkan Dion dan Ega gantian untuk bicara. Tawa dan sorak anak-anak panti asuhan terdengar. Mereka nampak bahagia hanya dengan melihat senyum keduanya juga wajah tampan mereka tentu saja.

"Ah paman yang tampan." Seru seorang gadis kecil berambut pirang.

"Kau terlalu genit Brunette." Ucap seorang pria kecil disana.

"Hai adik semua. Perkenalkan dulu ya, saya Mr. Dion dan ini Mr. Ega. Kami saudara kandung. Kami datang hari ini untuk mendongeng dan memberi sedikit oleh-oleh untuk kalian." Ega mulai membagikan camilan dan juga Urgos pada setiap orang disana tak terkecuali Suster Maria dan Emma yang ikut duduk disana.

"Karena baru saja kita melihat penampilan yang sempurna dari Miss Emma, aku dan kakakku disini jadi ingin bercerita sedikit tentang kisah seorang balerina muda bernama Felicie. Tapi sebelum itu, aku ingin bertemu dengan seorang gadis cantik bernama Angelina." Ega ganti berbicara.

Nampak namanya disebut, seorang gadis kecil berusia sembilan tahun berdiri dan berjingkrak kecil tanda bahagia. Rambut coklatnya di kuncir dua. Terlihat sangat normal sebenarnya kecuali memang kemampuan komunikasinya yang nampaknya tidak berkembang sempurna.

"Angelina, maukah kau duduk di depan sini bersama kami?" Ajak Dion yang tentu dibalas dengan anggukan dan senyum semangat oleh gadis kecil.

"Aku juga ingin duduk di depan." Ucap seorang anak bertubuh gempal merajuk.

"Tempatnya tak akan muat untukmu." Timpal seorang gadis yang memang kurus berambut hitam sebahu.

"Jangan lupa, kalian bisa dengarkan cerita kami sambil menikmati makanan dan minuman yang kita

bawa ya. Tenang saja semua makanan minuman itu pasti enak karena kita menyiapkannya sendiri." Ucap Ega juga dengan senyum.

"Baiklah, karena Angelina sudah siap di sini dan semuanya juga sudah terlihat tidak sabar, saya akan mulai ceritanya ya." Ucap Dion saat Angelina berada di tengahnya dan Ega.