Chereads / Fons Cafe #2 / Chapter 14 - Episode 53

Chapter 14 - Episode 53

"Aku mohon, Om!! Izinkan aku pulang, Ayah batuk darah lagi Om!!" Pinta Eugene dengan sangat. "Aku tidak mungkin berada disini terus Om ketika Ayah mertuaku sedang sakit di rumah sana!!"

"Tenanglah, Eugene!" Seru Fritz, "Leo sudah dalam perjalanan pulang. Kakaknya tadi datang bersama dengan tunangannya untuk menjemput Leo. Jadi kau tenanglah disini, Eugene!"

Eugene menumpahkan air matanya, dia ingin sekali melihat Ayah.

Sreeet!!

Rolling door kamar Eugene terbuka. Sosok Ferdi pun muncul dari balik rolling door. "Presdir," sapa Fritz.

"Panggil saja namaku, Fritz. Kau tidak perlu memanggil Presdir!"

"Hahaha kau bisa saja Fer."

"Bagaimana keadaan anakku?" Tanya Ferdi sambil menepuk-nepuk pundak kiri Eugene. "Apa dia masih menolak makan juga?"

Fritz menggeleng. "Kabar baiknya, dia sudah makan pagi disuapi oleh suaminya. Dan kabar buruknya adalah, dia menolak makan siang, dan meminta untuk di pulangkan."

Ferdi menoleh ke arah anak perempuannya yang sudah memiliki suami, tapi masih bersikap seperti bocah.

"Eugene, kau ini kenapa keras kepala sekali?!"

"Dad sendiri juga keras kepala jika Mom sudah mengomel di rumah. Buktinya Dad seperti anak kecil yang sedang marah, dan memilih untuk tinggal di rumah sakit tiap kali bertengkar dengan Mom."

Skak!

"Astaga, anakmu benar sekali, Fer!!"

Ferdi mendengus sebal. "Fritz, bisa tinggalkan kami berdua dulu? Aku ingin berbicara sesuatu pada anakku."

Fritz mengangguk, lalu ia pun keluar dari ruangan perawatan Eugene. Ferdi akan memberitahukan sebuah berita yang cukup berat menurut Fritz, dan tentunya hal itu bisa membuat Eugene yang memiliki hati yang begitu lembut terluka.

"Dad, Ayah sakit lagi! Aku harus pulang dan menengoknya, Dad! Aku adalah menantunya Dad..."

Ferdi hanya tersenyum. "Tapi bagaimana jika Ayah sudah tidak ada lagi Eugene?"

Eugene mengernyitkan dahinya. Dia tidak dapat berpikir, bahkan ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Dad. "Maksud Dad apa? Ayah pasti baik-baik saja bukan? Leo pasti sudah menanganinya dengan cepat setelah batuk darah ta--"

Ferdi menggeleng.

Eugene menutup mulutnya, lalu dia pun mulai terisak. Dalam pikirannya teringat kembali saat terakhir dia keluar rumah, berpamitan dengan Ayah yang terlihat baik-baik saja. Eugene menangis sejadi-jadinya.

"Nggak! Ayah.. Ayah!!!"

Ferdi segera memeluk anaknya itu. Bukan hanya kepada pasiennya saja dia tidak sanggup untuk menyampaikan dead sentence. Apalagi terhadap anak semata wayang yang sangat di sayanginya itu. Mana mungkin Ferdi akan mengatakan secara gamblang kalau Ayah mertuanya sudah tiada.

-----

Di Fons, David dan Kris kembali duduk berdua di tengah malam yang sunyi, namun cukup ramai di Fons. "Hei, kau jangan mabuk disini lagi Vid!"

Pintu Fons terbuka, sosok dokter kelelahan yang masih dalam suasana berduka itupun menghampiri David dan Kris.

"Le.. jangan terlalu sedih, kau tahu bukan kalau Ayahmu pasti bahagia disana," kata Kris.

"Aku tahu ini klise, tapi ku yakin Ayahmu tidak akan senang jika kau sedih. Dari atas sana dia pun akan sedih," timpal David. Kemudian, David baru akan mengambil pesanan tequilanya ketika tangan Leo sudah lebih cepat menyabet tequila milik David tersebut.

Beruntung David memiliki jiwa pengertian yang baik. Sehingga David memberikannya tanpa protes.

"Minumlah sampai kau merasa lebih baik, Kawan. Biar aku yang bayar. Tapi kau juga harus ingat kalau istrimu pastinya tidak akan senang dengan kelakuanmu ini," kata David.

Leo baru sadar akan hal itu. Sejak dia mengurus soal Ayahnya, dia tidak ingat kepada Eugene. Bahkan, dia lebih memilih untuk menyibukkan diri di rumah sakit dengan pasien-pasiennya atau berbagai kertas kerja yang harus di buatnya.

Bahkan sudah hampir tiga minggu sejak Ayah pergi, tapi Leo hanya pulang seminggu sekali.

"Apa kabar dengan Eugene ya?"

Dengan kesal, David langsung memukul Leo. "DASAR BODOH! Dia istrimu! Kenapa kau tidak memerhatikannya huh?!"

Kris pun juga kesal dibuatnya. "Kau ini! Memangnya kau tidak tahu kemana saja istrimu, dan apa saja yang diperbuatnya? Dan kau menyebut dirimu sebagai suami?"

Leo terdiam.

Kalau di pikir-pikir dengan akal sehat, yang dikatakan oleh Kris dan David memang ada benarnya juga. Menelepon Eugene saja tidak, apalagi mengetahui kabarnya.

Leo mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetik pesan kepada Eugene via whatsapp.

Leonardo S.

Hei, apa kau sudah tidur?

"Wah, wah, wah.. sepertinya sudah ada yang rindu pula dengan istrinya!" seru David. "Leo, lebih baik kau pulang saja daripada kau hanya menanyakan kabarnya lewat benda mati seperti itu!"

Kris tersenyum ringan, dia mengerti kalau perasaan Leo memang masih kacau sejak Ayahnya meninggal tiga minggu lalu. Bahkan, Lea pun menikah dalam suasana berkabung. Leo sendiri tidak menampakkan senyum selama acara pernikahan kakak satu-satunya itu di gelar. Kalau bukan karena Eugene dan David yang menyeret Leo keluar dari ruang kerjanya di rumah sakit, sudah di pastikan Leo tidak akan menampakkan batang hidungnya di pernikahan Lea.

"Sudahlah, Vid, kau jangan ganggu Leo. dia masih membutuhkan waktu untuk menata dirinya."

Leo menenggak segelas tequila lagi, lalu ponselnya bergetar.

You have 1 new message.

Leo segera menyentuh layar ponselnya beberapa kali lalu membukanya. Seperti yang diharapkannya, Eugene adalah pengirim dari pesan singkat itu.

Eugene

Belum. Aku baru saja selesai membersihkan dapur dan masuk ke kamar.

Sekarang aku sedang membaca buku.

Apa kau akan pulang hari ini?

Pertanyaan Eugene itu sukses membuat Leo ingin mengatakan 'ya, aku akan pulang.' Tapi, sayangnya di detik berikutnya, Leo langsung teringat akan wajah Ayah yang kembali muncul di benaknya, sehingga hal tersebut membuatnya ingin menulis 'tidak, aku masih harus lembur di rumah sakit.'

Eugene

Aku merindukanmu.

Eugene menambahkan pesan terakhirnya sebelum Leo mau menulis kata tidak di dalam message field-nya.

Leo merasakan seolah ada panggilan yang menyuruhnya untuk segera pulang, berhambur ke kamarnya, lalu segera memeluk tubuh Eugene ke dalam pelukannya. Eugene tersenyum memandangnya dan mencium bibirnya. Astaga, pandangan itu membuat Leo benar-benar ingin segera pulang ke rumah dan menemui Eugenenya.

Leonardo S.

I'll be home in 30 minutes. Make sure you're awake to greet me.

Leo meminum gelas tequilanya yang terakhir, lalu dia beranjak dari tempat duduknya. "Aku pulang dulu ya. Eugene sudah menungguku di rumah. Terima kasih atas tequilanya, Vid. Ternyata tequila tak seburuk yang aku pikirkan. Lain kali kau harus mentraktirku lagi!"

Belum sempat David membalasnya Leo sudah menghilang di balik pintu Fons, dan menancapkan gas mobilnya lalu pergi di tengah kegelapan malam. "Sama-sama, kawan."

"Leo benar-benar berubah Vid sejak mengenal Eugene," balas Kris, "Dia jadi ingin pulang ke rumah dengan cepat seperti itu ketika Eugene yang membalas pesannya. Coba saja kau ingat dulu, mana pernah seorang Leonardo Shibasaki akan pulang jika yang menelepon Lea, Bibi Linda atau pun Ayahnya?"

"Tepat sekali! Tapi aku ingin merindukan Leo yang dulu Kris!!" David mulai merengek lagi.

"Ya Tuhan!! David kau jangan mulai lagi!!"

-----

Leo memarkir mobilnya di depan rumah, bersebelahan dengan mobil milik Eugene. Dengan cepat, Leo segera membuka pintu rumah, dan naik ke atas, menuju kamarnya. Sesampainya dia di dalam kamarnya, dia mendapati Eugene yang sudah tertidur, dengan buku tertutup di atas perutnya. Leo menghampiri Eugene, kemudian dia membelai lembut rambut Eugene.

"Padahal aku sudah menyuruhmu untuk menungguku, dan kau malah tidur," dengus Leo.

Leo menghampiri bibir pucat Eugene yang tidak menggunakan lipstik sama sekali itu. Istrinya memang manis, dan pipi tembamnya membuatnya gemas. Leo menciumnya untuk beberapa saat. Setelahnya Leo berdiri dan membuka bajunya.

"Kurang lama Le!!!" seru Eugene sambil cengengesan. "Kenapa kau hanya menciumku sebentar saja? Padahal kau dengan jahatnya selalu tidur di rumah sakit selama tiga minggu terakhir! Kau pikir aku tidak merindukan suamiku?"

Leo yang baru membuka dua kancing teratas kemejanya langsung menghampiri kembali Eugene dan memeluknya erat. Ia pun menghirup harum shampoo yang digunakan Eugene.

"Maaf. Aku masih belum bisa memaafkan diriku sendiri karena kepergian Ayah."

"Kau memiliki aku, Le. Dan jika Ayah pergi, itu juga bukanlah kesalahanmu," balas Eugene.

"Hei, kau kurus sekali!" keluh Leo, "Ayolah, kau harus makan."

"Aku sudah makan. Tapi aku memang malas makan jika aku memasaknya sendiri. Kau tahu? Orang yang memasak makanannya sendiri adalah orang yang paling malas untuk memakannya juga."

Leo tersenyum dan memandang Eugene, masih dalam keadaan berpelukan. "Baiklah. Kalau begitu biar aku yang memasak untukmu lain kali. Mengerti?"

"Hmm... Tidak meyakinkan!"

"Hei, aku pernah menang lomba memasak sewaktu SMA lho! Kau jangan meremehkanku!"

Eugene tertawa senang. "Baiklah, kalau begitu kita lihat keahlianmu nanti!" Mereka berdua tertawa senang dan mengobrol hingga dini hari lalu tidur.