"Aku akan tetap mencintai kamu, Mas!" ucap Sofia. Wanita cantik berdarah Belanda yang Nico nikahi hampir tiga tahun dan telah memberikannya seorang putri yang sangat cantik sekali.
"Percayalah padaku, Sofia, setelah operasi ini dilakukan, aku pasti akan dapat melihat kamu dan putri kita lagi dan kita pasti akan hidup bahagia kembali." Nico menyakinkan Sofia. Nico sudah tidak sabar untuk melihat istri dan anaknya jika dirinya sudah dapat melihat nanti.
Wanita yang sedari tadi menggenggam erat tangan Nico itu mengecup punggung tangan suaminya. "Tentu saja, Mas!" ucap Sofia kemudian menempelkan punggung tangan Nico pada pipinya.
"Nona Sofia!" panggil suara barito yang sangat akrab sekali dengan indra pendengaran Nico.
"Mas, aku harus pergi dulu. Ada rapat dengan klien asing, jadi aku harus tiba di sana tepat waktu," ucap Sofie.
Tangan Nico meraba, menarik wajah Sofia lalu mengecup kecil pada pucuk kening istrinya. "Aku mencintai kamu, sayang!" ucap Nico menyungingkan ulasan senyuman.
"Semoga operasi Mas kali ini berhasil!" tutur Sofia perlahan melepaskan genggaman tangan Nico.
Wanita dengan setelan kerja itu bangkit. "Sebentar lagi Dokter Hans akan segera tiba. Tunggulah sebentar!" ucap Sofia dibalas dengan anggukan lembut oleh Nico.
"Hati-hati di jalan, sayang!" ujar Nico.
"Sam!" Panggil Nico pada sekertaris pribadinya.
Lelaki yang berdiri di ambang pintu itupun menjawab. "Iya, Tuan!"
"Jaga Sofia, hati-hati di jalan. Aku tidak ingin ada suatu yang buruk terjadi pada istriku," cetus Nico.
"Tuan tenang saja, saya akan menjaga Nona Sofia dengan baik," balas Sam melingkarkan tanganya pada pinggang ramping Sofia kemudian berlalu.
Semburat senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Nico. Perlahan lelaki itu membaringkan kembali tubuhnya pada ranjang pasien.
Dreg! Dreg!
Ponsel yang berada di atas nakas bergetar tanpa jeda. Nico meraba benda pipih yang berada di atas nakas di samping ujung ranjang, lalu menekan tombol hijau pada layar. Sengaja ponsel milik Nico memang dibuat khusus untuk penderita tunanetra. Sehingga memudahkan Nico untuk menggunakannya.
"Hallo!" sapa Nico pada seorang yang berada di balik telepon.
"Selamat siang, Tuan Nico, ini saya Sekertaris Aris. Tadi Dokter Hans menghubungi saya, beliau tidak bisa menangani operasi Tuan Nico hari ini. Jadi saya meminta pada Dokter lain untuk menangani operasi anda. Bagaimana, Tuan tidak keberatan, kan?" tanya lelaki yang berada di balik telepon.
"Tidak masalah, asalkan dia bisa bekerja dengan baik. Karena aku sudah tidak sabar ingin segera melihat anak dan istriku," ucap Nico.
"Baik, Tuan! Segera saya akan meminta pada Dokter dari RS Fatmawati untuk segera datang ke sana sekarang," balas Sekertaris yang bekerja di perusahaan Nico.
Tepatnya satu tahun yang lalu, saat Nico dan Sofia baru pulang merayakan pesta malam tahun baru di daerah puncak. Malam itu hujan turun dengan sangat lebat sekali, Nico yang terburu-buru pulang, setelah mendengar kabar jika putri mereka yang bernama Alisa demam membuat mobil yang lelaki itu kendarai menabrak pagar pembatas jalan. Kaca depan mobil Nico remuk, pecahan kaca itu masuk ke dalam kedua matanya dan membuat kerusakan hingga mengakibatkan kebutaan. Tiga kali Nico telah melakukan operasi dengan Dokter kepercayaan keluarganya, Dokter Hans. Tetapi, belum ada satupun perkembangan yang cukup signifikan yang dapat membuat Nico dapat kembali melihat. Lelaki itu hampir putus ada dan menyerah. Namun, demi Sofia dan Alisa, Nico akan melakukan apapun agar penglihatannya kembali.
"Selamat siang, Tuan!" sapa suara ramah yang menyadarkan Nico. Suara derap langkah kaki yang lebih dari satu orang mendekat ke arah ranjang pasien tempat Nico berada.
"Selamat siang!" balas Nico memasang indra pendengarannya dengan kuat. Hingga suara terkecilpun dapat ia rasakan.
"Saya adalah Dokter yang akan menangani operasi anda hari ini. Perkenalan nama saya Dokter Firman," tutur lelaki muda itu dengan nada ramah.
"Baik!" balas Nico melemparkan senyuman kecil.
"Bagaimana keadaan Tuan, apakah Tuan sudah siap untuk melakukan operasi?" tanya Dokter Firman.
"Tentu saja, saya sudah tidak sabar ingin kembali dapat melihat dunia!" tegas Nico senang.
"Ya sudah, biarkan perawat mengecek semua keadaan Tuan terlebih dulu. Saya akan menyiapkan ruang operasi untuk Tuan Nico," tutur Dokter Firman. Sesaat kemudian terdengar suara sepatunya semakin menjauh.
"Kita cek kondisi Tuan dulu, ya!" ucap suara seorang wanita yang terdengar sangat lembut sekali.
"Baik!" balas Nico.
Seorang perawat mulai mengecek keadaan Nico mulai dari tekanan darah dan semua laporan yang akan dibutuhkan oleh Dokter Firman di meja operasi nantinya.
Beberapa saat kemudian setelah perawat selesai mengecek keadaan Nico. Nico siap dibawa ke ruang prosesi. Udara dingin menyambut kedatangan Nico di dalam ruangan beraroma khas itu. Suara alat-alat medis yang saling beradu terdengar ngilu masuk dalam indra pendengaran Nico.
'Sofia, Alisa, sebentar lagi Papa akan dapat melihat kalian lagi.'
"Tuan Nico, kita mulai sekarang ya operasinya?" ucap Dokter Firman dibalas dengan anggukan lembut oleh Nico.
Terasa sebuah jarum suntik menusuk pada bahu Nico. Diikuti dengan suntikan suntikan pada tubuh Nico yang lainnya. Tidak menunggu waktu lama, Nico merasakan tubuhnya tiba-tiba merasa sangat mengantuk sekali dan kemudian semua terasa menjadi gelap.
_____
"Bod*h!"
Suara hardikan itu sayup-sayup terdengar masuk ke dalam indra pendengaran Nico. Sepertinya efek obat bius yang Dokter Firman suntikan sudah mulai menghilang dari tubuhnya.
"Siapa yang nyuruh kalian mengganti Dokter Hans dengan Dokter lain?" desis suara Sofia terdengar kesal.
Ingin sekali Nico berucap dan menanyakan kepada Sofia apa yang sebenernya telah terjadi hingga membuat wanita itu murka. Namun, Nico mengurungkan niatnya saat mendengar suara lelaki lain di ruangan itu.
"Tenang sayang, tenang!" ucap suara yang tidak asing itu seketika membuat Nico terkejut. 'Sayang?'
"Bagaimana aku bisa tenang, dia seenaknya saja mengganti Dokter keluarga kita dengan orang lain," cetus Sofia geram pada perawat yang ada di hadapannya.
"Maaf, Bu, saya benar-benar tidak tahu!" lirih suara perawat itu terdengar bergetar.
"Tenang Sofia, jika kamu berteriak-teriak seperti ini terus, bagaimana jika Nico terbangun."
"Apa yang sebenarnya telah terjadi selama aku buta?" batin Nico kian berkecamuk. Lelaki itu tetap diam dan berpura-pura tidak sadarkan diri di atas ranjang.
"Sam, bagaimana aku tidak kesal, kalau saja penglihatan Nico kembali, semua rencana kita pasti akan gagal," debat Sofia memelankan nada suaranya.
"Tenanglah, sayang! Tenang!"
Lagi, hati Nico semakin terasa diremas-remas mendengar sekretaris pribadinya memanggil dengan sebutan sayang pada istrinya.
"Kita kan belum tau, apakah Nico akan dapat melihat lagi atau tidak. Kamu kan tahu sendiri, kemungkinan Nico bisa melihat itu sangat kecil sekali. Sudahlah, kita tunggu saja hasilnya seperti apa!" Sam mencoba menenangkan Sofia.
Wanita itu melipat kedua tangannya dengan bibir mengerucut.
"Baiklah, sayangku. Kita lihat, permainan apa yang sudah kalian sembunyikan dariku selama aku buta!" monolog Nico dalam hati.
_____
Bersambung ....