Nico dapat mendengar dengan jelas lelaki yang sedang membuka perban pada netranya bukanlah Dokter yang kemarin mengoperasinya. Kali ini yang melakukan hal itu adalah Dokter Hans.
"Tuan Nico, silahkan buka mata anda!" tutur Dokter Hans terdengar ramah.
Perlahan Nico membuka matanya. Seberkas cahaya putih masuk dalam indera penglihatannya. Hanya nampak bayangan-bayangan hitam yang berdiri di sekitar ranjang tempat Nico berada.
"Bagiamana, apa yang Tuan rasakan? Apakah Tuan dapat melihat sesuatu?" tanya lelaki yang berdiri tepat di samping Nico. Tubuh besar dan berisi hanya terlihat seperti bayangan.
Nico tidak bergeming, ia bisa melihat beberapa bayangan orang yang berada di ruang itu. Namun, ia belum bisa melihat dengan jelas siapa saja yang berada di ruangan berpendingin tempatnya berbaring selama beberapa hari terakhir.
Dokter Hans mengerakan telapak tangannya di depan wajah Nico. Lelaki itu dapat melihat sesuatu yang di gerakan di depan wajahnya.
"Mas, apakah Mas dapat melihat sesuatu?" tanya Sofia dengan nada suara bergetar. Wanita dengan dress berwarna merah marun itu menatap lekat pada iris coklat Nico. Satu tangannya memenangi pergelangan tangan Nico.
Nico menggeleng lembut. "Aku tidak dapat melihat apapun, Dokter Hans," sahut Nico.
Semburat senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Sofia dan Sam yang juga sedang berada di ruangan itu. Sesaat Sofia menatap puas pada Dokter Hans.
"Kenapa, kenapa hanya nampak cahaya saja. Apakah opersi ini benar-benar gagal," batin Nico kian berkecamuk. "Tidak, aku harus bisa melihat."
"Mas!" Sofia menjatuhkan tubuhnya memeluk Nico. Bahunya bergerak naik turun membersamai isakan. Ia harus berpura-pura sedih atas kegagalan operasi Nico.
"Sabar Nona, kita lihat saja beberapa hari ke depan. Mungkin ini hanya tahap awal pasca operasi, semoga saja beberapa hari kedepan ada perkembangan yang jauh lebih baik," tutur Dokter Hans.
"Apakah itu berarti jika operasi Tuan Nico kali ini juga mengalami kegagalan, Dok?" tanya Hans.
"Saya tidak bisa mengatakan jika operasi ini gagal atau tidak. Tetapi, melihat Tuan Nico sama sekali tidak dapat melihat apapun itu berarti jika operasi ini sepertinya memang gagal."
Sofia semakin terisak memeluk erat tubuh Nico yang terdiam. "Mas, huhu ...!" isak Sofia menangis tersedu.
"Jadi jika aku melihat cahaya ada kemungkinan jika operasi ini berhasil," batin Nico terus menerka.
_____
Nico hampir hafal betul dengan semua letak benda yang berada di rumahnya. Hampir setahun lelaki itu mengalami kebutaan membuatnya hampir terbiasa hidup dalam gelap.
Seperti biasa Nico mengunakan tongkatnya untuk mengukur jarak antar satu tempat dengan tempat yang lainnya. Agar memudahkannya untuk sempai ke tempat yang akan ia tuju. Ia pun melekat benda-benda penting miliknya di tempat yang sama, agar saat Nico membutuhkam benda itu, ia dapat menemukannya dengan mudah. Apalagi saat Sofia sedang berada di kantor, Nico harus melakukan semua pekerjaannya sendiri. Lelaki perfeksionis itu tidak suka ada yang membantunya jika bukan Sofia istri yang sangat ia cintai itu. Ia lebih memilih mengerjakan semua sendiri.
Dengan menggunakan kacamata hitam, Nico dapat melihat dengan jelas siapa saja yang ada di sekelilingnya. Pantulan cahaya yang tidak terlalu menyilaukan membuat minimnya cahaya yang masuk dalam indra penglihatan Nico.
Senyuman sinis tersungging dari kedua sudut bibir Nico saat melihat mobil Sofia masuk ke halaman rumah berlantai tiga miliknya. Dari atas jendela kamarnya, Nico dapat mengawasi dengan jelas wanita yang keluar dari dalam mobil diikuti oleh lelaki butuh tegap yang berjalan mengekorinya. Mereka berjalan sangat romantis layaknya seorang suami istri.
"Tuan!"
Hampir saja Nico terkejut saat suara pembantu rumahnya mengagetkannya.
"Iya, Bik!" balas Nico mengarahkan tongkatnya pada wanita yang mematung di ambang pintu.
"Makan siang sudah siap, Taun! Nyonya Sofia juga sudah tiba, beliau menunggu Tuan di meja makan," tutur pembantu rumah tangga Nico.
"Baik, Bik! Saya akan segera turun," balas Nico.
"Oh, iya Bik, Nyonya Sofia datang dengan siapa?" tanya Nico.
"Ehm, Nyonya Sofia pulang sendirian, Tuan!" balas wanita paruh baya itu dengan wajah gugup. Sayangnya, Nico dapat melihat dengan jelas kegugupan wanita paruh baya itu.
"Baiklah, aku akan segera turun!" balas Nico. Dari balik kacamata hitam yang ia kenakan, Nico memperhatikan kepergian pembantu rumah tangganya.
"Tenyata tidak hanya Sofia yang berkhianat. Bibik pun sama," decih Nico tersenyum sinis.
__
Nico melangkahkan kakinya menuju ruangan yang terletak tiga belas langkah dari anak tangga. Bersebelahan dengan dapur tanpa ruang penyekat.
Wanita yang sudah duduk di bangku meja makan itu segera bangkit, menghampiri kedatangan Nico.
"Sayang, maaf ya, aku terlambat, tadi ada meeting mendadak," tutur Sofia dengan nada manja. Sesaat ia menjatuhkan kecupan kecil pada kening paripurna Nico.
"Tidak apa-apa, aku tahu kamu pasti sangat sibuk sekali mengurus perusahaan sebesar itu sendirian," ucap Nico menyungingkan senyuman.
Sofia menuntun Nico duduk pada bangku meja makan. Tapi kali ini mereka tidak sedang makan berdua, ada Sam juga sebagai orang ketiga, tanpa sepengetahuan Nico.
"Sayang, hari ini Bibik masak apa saja?" tanya Nico pada Sofia. Dari balik kaca mata hitam yang Nico kenakan saat ini, ia sedang melemparkan tatapan tajam pada Sam yang sedang duduk di samping Sofia, tanpa sepengetahuan lelaki itu.
"Hari ini ada rendang, sayur sop, cumi balado sama udang sambal kecap manis," tutur Sofia.
"Sofia, siapa di rumah ini yang akan makan seafood itu? Bukankah kamu juga alergi dengan makanan laut," seloroh Nico seketika membuat Sofia terkesiap.
Wanita cantik bertubuh semampai itu semakin gugup. Sementara Sam terlihat meradang menatap pada Nico. Sofia meletakan jari telunjuknya ke dekat bibir agar lelaki yang duduk di sampingnya tidak berulah dan menimbulkan suara.
"Oh, Iya, aku juga tidak tau, Mas! Apa mungkin Bibik lupa ya kalau di keluarga kita tidak ada yang makan seafood," tutur Sofia mencoba berkilah.
"Ya sudah, tidak apa-apa, sayang, kita makan yang ada saja!" balas Nico menyungingkan ulasan senyuman.
Acara makan siang itu berlangsung cukup tenang. Hanya dentingan suara sendok yang terdengar beradu.
"Dasar penghianat! Jadi selama ini aku melewati acara makan siangku tidak sendiri. Ternyata ada orang lain yang menyelinap," monolog Nico dalam hati.
Sam mengambil udang besar yang sedari tadi menggodanya dari atas piring. Bumbu merahnya membuat udang itu terlihat lezat sekali.
"Jangan ambil udang itu?" sela Nico seketika membuat Sam terkejut, gerakan tangan yang sedang mengambil udang pun terhenti. Sorot matanya menatap penuh keterkejutan pada Nico.
Sam dan Sofia dibuat tercekat olah Nico. Wajah mereka seketika berubah menjadi pias dan saling bersitatap.
____
Bersambung ....