Meskipun cahaya matahari yang seakan tanpa ada habisnya, tetapi ia tetap punya masa untuk mengalihkan peranya. Ada pengganti di setiap waktu yang sudah di tetapkan menurut jatah masing-masing. Tapi terik yang surut itu sama sekali tidak menandakan kemiripan pada diri May dan Vino, mereka tidak pernah surut apalagi menyerah.
Di teras tempat mereka menunggu itu, Vino dan May hanya duduk bersila tanpa alas, lalu menyandarkan tubuhnya ke tembok sambil sibuk menutup uapan yang berkali-kali tumpah sebagai tanda rasa kantuknya datang.
Padahal pundak mereka sama-sama kosong jika hanya sekedar untuk saling bersandar, entah karena gengsi mereka memilih untuk menahan dan hanya berpihak kepada tembok si pendiam itu.