Memang saat seseorang di ambang ketakutan, ia hanya butuh dekapan yang menenangkan. Lalu pendekatan yang bisa membuat dirinya menjadi nyaman, bukan pelarian yang justru bisa membuatnya ketakutan.
Malam itu menjadi malam yang bertanduk dua bagi May, ia harus berhadapan dengan dua kenyataan yang membuatnya panik dan cemas. Ia pun mulai berdiri saat Vino memberi aluran tangan yang mengarah kepada dirinya. EntaIh padahal itu adalah hal yang selalu menjadi keinginan besar May, untuk mendapat perhatian dari seorang Vino. Tetapi ia menolaknya begitu saja, lalu berdiri sendiri dengan kekuatan yang tersisa.
May menyetujui ajakan Vino untuk meninggalkan ruangan itu, sisa air matanya ia biarkan menempel di pipinya. Bukan karena May tidak ingin mengusap tapi ingatanya yang sama sekali tidak bisa bekerja, seakan otaknya di putar kembali pada masa lalunya. Masa lalu yang selalu menjadi ketakutan besar, yang sulit hilang dari dalam ingatanya.