Hari mulai gelap suara binatang malam mulai memecah kesunyian, Albara belum bisa tidur saat mendapati kondisi raja Sulaiman kembali sangat menghawatirkan, dia hanya berbaring tidak berdaya. Albara kembali teringat dengan obat obat yang di belikan Mulan di apotik sebelum Albara menemani cagub sulaiman bermeditasi di batu diri. Albara meraba pinggangnya ternyata tas pinggang masih utuh melingkar di pinggangnya.
Albara mengeluarkan sisa beberapa obat turun panas, demam dan anti biotik dari tas pinggangnya yang masih harus di minum raja Sulaiman, lalu meminta raja sulaiman meminumnya, tak lama kemudian raja sulaiman sudah tertidur dengan pulas. Albara juga mencoba berbaring karena sangat kelelahan Albara juga segera tertidur.
Paginya saat Albara bangun yang pertama dia lihat adalah raja Sulaiman, kelihatan kesehatannya sudah membaik dia duduk bersila sambil tak hentinya mengagungkan Tuhan yang Maha Esa. Mendengar Albara sudah bangun raja Sulaiman menghentikan zikirnya, sambil menoleh ke arah Albara dia berkata.
"Anak muda obat yang kau berikan sangat mujarab, saya tidak perlu lagi mendatangi dukun untuk berobat" ujarnya.
"Oh iya .. daya di ilhami Tuhan yang Maha Esa bahwa anda datang dari akhir zaman, mencari cincin pintak pinto bukan?" tanya raja sulaiman.
"Benar yang mulia" jawab Albara singkat.
"Jika engkau memperoleh cincin pintak pinto atau mewarisi kekayaan seperempat dari kekayaan dunia apa yang akan kau lakukan?" tanya raja sulaiman kembali.
Albara kebingungan untuk menjawabnya, hingga dia hanya diam sesaat, tapi tanpa menunggu jawaban dari Albara, raja Sulaiman sudah melanjutkan.
"Cincin pintak pinto hanya tempat menyimpan uang wakaf dan sedekah untuk di salurkan ke masyarakat" jelas raja Sulaiman.
"Jika kau kembali membawa cincin pintak pinto buatlah BANK WAKAF DAN SEDEKAH untuk menyalurkan apa yang ada di dalam cincin pada masyarakat, apa kau bersedia" pinta raja Sulaiman.
"Baiklah, saya bersedia" jawab Albara.
"Jika di akhir zaman kau melihat Samiri atau mendengar kehadirannya menjauhlah karena hanya utusan Tuhan yang Maha Esa yang sanggup mengalahkannya, saat itu juga akan mucul seorang pemimpin yang adil, temui dia dan serahkan cincin pintak pinto padanya, apa kau bersedia?" tanya raja Sulaiman.
"Baik ... saya akan memegang amanah yang mulia" jawab raja Sulaiman.
"Anak muda Jangan nengandalkan cincin ini dalam kehidupan mu, tapi andalkanlah Tuhan yang Maha Esa, apa kau sanggup?" tanya raja Sulaiman lagi.
"Sekalipun anak muda memiliki cincin pintak pinto, bukan berarti semua masalah hidup akan selesai, bisa jadi malah akan menimbulkan masalah baru dalam kehidupan mu, camkanlah hidupmu akan bisa di lalui dengan baik jika Tuhan yang Maha Esa bersamamu"
Albara hanya mengangguk setuju dalam kebimbanggan apakah masih harus minta cincin pintak pinto atau sesuatu yang lainya.
"Apa ada cara khusus yang perlu di lakukan supaya Tuhan mencintai ku dan akan selalu bersamaku?" tanya Albara.
"Itu tergantung pada jiwamu dan adanya tekad yang kuat dalam usaha mematuhi perintah Nya dan menjauhi larangan Nya" raja Sulaiman menegaskan sambil menatap Albara dengan srjsama.
"Jika dalam usaha anak muda nanti, Tuhan berkenan pada anak muda untuk menggunakan cincin pintak pinto, kau akan memperoleh kesempatan 1 kali berdoa yang akan segera di kabulkan Tuhan yang maha esa, di tandai dengan berubahnya cincin menjadi ungu, saran saya gunakanlah kesempatan ini untuk memperoleh kebahagian akhiratmu, supaya memperoleh tempat bersama para nabi dan orang sholeh di akhirat nanti" saran raja Sulaiman.
"Saya akan mengikuti saran yang mulya" ucap Albara.
Raja Sulaiman kembali memperhatikan Albara, setelah merasa yakin raja sulaiman membuka cincin dari jari manisnya lalu menyerah kan pada Albara.
"Terimalah cincin pintak pinto ini, tapi anak muda harus ingat amanah yang harus kau laksanakan sebagai pemegang cincin ini, dalam cincin ini juga tersimpan panah api neraka bisa kau keluarkan jika kau perlu" raja Sulaiman menyerahkan cincin pintak pinto pada Albara.
"Terima kasih atas kepercayaan yang mulya" kata Albara menerima cincin dan di kenakkan di jari manisnya.
Sebuah cincin batu permata berwarna hijau, di ikat perak murni sangat pas dengan jari manis Albara. Albara sangat senang dan takjub dengan keindahan cincin di jarinya.
Raja sulaiman merenung sejenak lalu berkata lagi.
"Maukah kau ku tunjukkan sesuatu yang lebih berharga dari cincin pintak pinto?" tanya raja Sulaiman.
"Pasti... Saya sangat mengharapkan nya" jawab Albara.
"Itu dia CINTA TUHAN YANG MAHA ESA" kata raja Sulaiman.
"Jika tuhan mencintaimu dia akan menjadi matamu maka dengannya engkau melihat, dia akan menjadi telingamu maka dengannya engkau mendengar dan dia akan menjadi kakimu maka dengannya engkau melangkah" jelas raja sulaiman.
"Maukah kau ku tunjukkan cara memperoleh cintanya?" tanya raja sulaiman.
"Tentu saja yang mulya" jawab Albara pasti.
"Setiap manusia di murkai Tuhan, makanya kamu harus bertaubat dan selalu minta ampunanya, hingga Tuhan yang maha esa tidak lagi murka pada mu, seperti yang dilakukan Nasuha"
"Selalulah bersyukur padanya karena jika tidak, azabnya akan menimpamu kemudian pujilah dia dengan zikir menggunakan namanya yang teragung supaya dia merahmatimu"
"Kerjakanlah kebajikan, gunakan semua peluang untuk berbuat kebajikan, jangan takut melakukan kebajikan, sekalipun nyawa taruhannya, atau orang yang kau cintai akan hilang karenanya, jangan takut dengan nasib buruk menimpamu, jika itu syiar Tuhan yang Maha Esa, seperti yang dilakukan ayah kita ibrahim menyembelih anaknya dami syiarnya" kata raja Sulaiman terus menasehati Albara.
Tiba tiba Albara merasa ada yang tetlintas di dada dan pikirannya, seperti dia mendengar sesuatu dengan telinga kepalanya.
"Hai Albara, ambil aku" ucap Suara yang terlintas di otaknya.
Inikah ilham? Atau inikah yang disebut indra ke enam? Pikir Albara saat suara itu kembali terlintas di kepalanya arahnya dari pinggir sungai, di otaknya terbayang seekor ikan dalam sungai sedang bicara padanya.
"Hai Albara ambil aku, aku menunggumu" katanya.
Albara seolah mendengar dengan jelas tapi suara itu makin jelas menggema di hatinya, suara yang tidak terdegar oleh telinga yang ada di kepala, karena suara itu tidak menggema di udara tetapi menggema di hati Albara.
"Apa yang mulia mendengar sesuatu?" tanya Albara pada raja Sulaiman.
"Tidak saya hanya mendengar, percikan air sungai" ucap raja Sulaiman.
Kembali Albara melihat dengan jelas, seperti melihat dengan mata kepala bahwa yang bicara adalah seekor ikan yang ada di pinggir sungai. Albara segera menuju sungai dan benar saja dia melihat seekor ikan sebesar pahanya dengan mata kepalanya, ikan itu seperti berbicara dengannya, kembali suaranya menggema di hati Albara.
"Hai Albara segera tangkap aku, bawa aku untuk makan mu dengan raja Sulaiman" suara itu sangat jelas menggema di hati Albara.
Ikan tersebut mendekat pada Albara mencium kaki Albara yang sudah berada di sungai. Albara dengan yakin mencoba menangkap ikan tersebut. Albara sangat heran dengan keanehan yang di alaminya bagaimana mungkin ikan liar di sungai seperti pasrah dan berusaha supaya Albara menangkapnya. Ikan segar sebesar paha Albara tersebut pun dimbawanya ke hadapan raja Sulaiman.