PLAK
Aku merasa pipi kiriku panas. Rupanya gadis itu menamparku. Hei, kenapa dia menamparku? Aku pun berdiri dan menatapnya tajam lalu memegang kedua bahu gadis sialan itu. Ku cengkeram bahunya dengan tanganku sekuat mungkin. Terlihat dari wajahnya yang merasa kesakitan akibat cengkraman tanganku ini.
"KENAPA BODOH? KENAPA MENAMPAR AKU?" teriakku tepat di wajahnya.
Lalu ku lanjutkan ucapanku ini, "JALANG SEPERTIMU TIDAK PANTAS HIDUP. PERGI SANA DENGAN LELAKI LAIN. AKU TIDAK PEDULI LAGI. PERGI SANA!" Ku dorong tubuh ia hingga ia tersungkur. Haha. Mampus!
"Jika perlu, kau tidak perlu kembali," kataku lagi lalu kembali duduk dan kembali meneguk minumanku. Aku tak peduli apakah ia akan menangis atau tidak. Itu bukan urusanku.
"BRENGSEK KAU, JEFFREY!" teriaknya. Aku menoleh. Ah, rupanya ia tengah menangis.