"Ngomong yang keras dong, gue nggak kedengeran!" kata Sellena tanpa memalingkan wajahnya. Ia sibuk menata peralatan itu.
Ellera melirik malas. Ia menghentikan jari jemari Sellena, yang membuat pembicaraan jadi tidak fokus dengannya. "Nanti anterin gue menghadap ke dosen sialan itu! Gue mau minta maaf," ajak Ellera blak-blakan. Seharusnya ia enggan mengatakan ini. Namun bagaimana jadinya, jika dirinya seorang diri menghadap dosen yang sudah ia maki-maki kala itu? Bukan karena takut, melainkan cringe. Hal itu pasti akan sangat mempermalukannya juga, secara dosen itu seorang pria muda. Sedangkan Ellera sangat malas menghadapi atau berurusan dengan seorang pria.
"Gitu doang, kan? Gampang! Gue anterin!" Sellena langsung menerima ajakan Ellera. Namun, nada bicaranya seperti menahan tawa.
"Lo kenapa? Ada yang lucu? Sialan lo emang!" umpat Ellera memukul kecil lengan Sellena. Karena Sellena seperti mencemoohnya.
"Lo tau permasalahan gue sama dosen sialan itu?" tanya Ellera memastikan, karena sudah terlihat dari gerak-gerik Sellena sepertinya tahu akan sesuatu.
"Hohoho...."
Sellena terkekeh keras. Sampai beberapa mahasiswa menjadikan Sellena dan Ellera sebagai pusat perhatian.
"Eh apaan, si lo. Gue tanya serius juga. Jadi lo tau semuanya selama ini?" bentak Ellera mulai kesal dengan tingkah Sellena.
"Elle, bisa-bisanya loh menyembunyikan masalah sebesar ini ke anak-anak, hahaha." Sellena tidak bisa berhenti tertawa. Sampai ia bingung mau tertawa atau menangis.
"Sell ... sialan lo emang!" umpat Ellera merasa ternistakan sekali lagi, kemudian melipat kedua tangannya—seperti anak kecil yang telah dibodohi.
"Ini beneran murni cerita gue. Gue nggak dapet info sekonyol ini dari siapa-siapa. Suerr ... haha. Jadi gue tau dari papa lo sendiri, Ell, dan papa lo yang cerita tanpa paksaan dari gue. Suer deh, Ell. Gue nggak bohong. Hahaha....," ungkap Sellena tidak bisa berhenti tertawa.
"Sejak kapan lo tahu?" Ellera menahan rasa malu, karena dirinya mulai menyadari, bahwasanya, semua mahasiswa jurusan seni satu atap dengannya juga ikut menertawakannya—karena ucapan Sellena yang terbilang begitu keras tak terkontrol, ditambah tawaan mengejek yang begitu menular.
"Selamat siang semua," ujar seorang Profesor yang tiba-tiba masuk dengan terengah. Ia tampak telat di kelas praktek pertama ini.
Sellena langsung menyenggol lengan Ellera agar kembali ke tempat prakteknya. "Nanti gue ceritain. Kelas akan dimulai. Pergi lo!" usir Sellena sedikit mendorong Ellera.
***
Mendengar jelas seksama. Tak hanya ingin turun tangan, bahkan gadis cantik itu juga ikut merasa ternistakan. Ya, bagaimana bisa?
"Hanya karena lipstik yang tercampur dengan bedak tabur lo sampek mengeluarkan kata kotor yang tak pantas untuk dilontarkan? Bahkan kedua orang tuanya tidak pernah mengumpatnya seperti itu! Dan lo? Gua tanya, lo itu siapa? Haaah? Apa bedanya lo sama anjing? Gue tanya, apa bedanya, dongo? Ga ada bedanya! Cihh, najis!."
Elsana mencoba membela Reiley mati-matian, supaya tak menghiraukan teman satu kelas praktek dengannya itu.
"Lo diem, Els. Reiley dari awal yang salah, kenapa jadi lo yang ikut campur? Mau jadi jagoan lo?"
Raniya adalah cewek yang sangat benci dengan kemampuan orang yang melebihi kemampuannya, dan orang itu yang tak lain adalah Reiley. Cewek yang sangat berbakat, dan selalu unggul di jurusan ini. Gadis itu begitu tak suka dengan Reiley, karena Reiley kerap mendapatkan jadwal merias seorang model terkenal fashion week di negeri gingseng.
Dan keributan itu bermula karena Reiley dan Raniya disatukan di kelas lab yang sama. Keduanya ditugaskan untuk membuat campuran warna lipstik yang elegan. Namun, Reiley malah tidak sengaja menyenggol cairan lipstik itu ke bedak tabur milik Raniya. Alhasil Raniya tidak terima dan memaki-maki Reiley sampai dipuncak keributan yang berkepanjangan, ditambah kerumunan mahasiswa lain yang sangat banyak jumlahnya itu, sehingga Elsana tidak bisa tinggal diam saat sahabatnya dipermalukan seperti itu.
"Ya gue jagoan! Kenapa? Lo berani? Maju sini lo....!" Elsana menantang Raniya seraya menarik tawanya getir. Tidak ada ceritanya Elsana takut, jika masalah sudah melibatkan sahabatnya.
Raniya merasa diremehkan oleh Elsana.
BUGH!!!
"Apa lo bilang? Gue takut sama jalang kek lo? Heeeehh, Elsana! Asal lo tahu! Harga diri lo bahkan lebih rendah dari cabe murah! Haha, kalian berdua sama-sama murahan, cuihh." Raniya meledak dan meludah ke arah Elsana. Suasana kian memanas, tidak disangka yang melakukan penyerangan ternyata Raniya terlebih dahulu.
"Raniyaaaa....!!!"
Tiba-tiba semua kerumunan berlarian kembali ke tempat masing-masing setelah mentor kecantikan datang.
"Elsana, kamu tidak apa-apa?" ujar Belle selaku asisten dosen. Ia rupanya melihat keributan itu dari balik pintu sedari tadi. Dari tangkapan mata Belle, yang bersalah dari awal memanglah Raniya.
"Tidak apa-apa, Mis," kata Elsana menunduk pelan. Ia selamat karena tak menyerang balik. "Bisakah kita melanjutkan kelas hari ini, Mis? Elsana beneran tidak apa-apa. Jangan menghiraukan bocah sengklek itu," tambah Elsana melirik tajam ke arah Raniya.
"Heuuuhh...."
Mentor wanita yang kerap di sapa Miss Belle itu menghembuskan napas panjang. Entahlah, ini kali pertama ia menyaksikan keributan di saat kelas sampingannya akan dimulai.
Elsana berjalan mendekati Reiley, seolah ingin menenangkannya. "Tidak apa-apa, jangan takut. Masih ada gue. Iri tuh anak sama kemampuan lo." Menepuk-nepuk punggung Reiley.
Karena kerumunan sudah menghilang, kemudian Elsana dan Reiley memutuskan untuk duduk satu tempat duduk yang sama kali ini, dan Mis Belle langsung mengijinkan karena Raniya memang yang terbilang selalu memancing keributan, bahkan tak hanya Reiley yang dimusuhinya.
Klas pun akhirnya dimulai.
***
Di saat jam istrihat kuliah, biasanya Ellera, Sellena, Elsana, dan Reiley nongkrong—bercanda gurau di meja kantin yang sama. Namun kini tidak lagi, akhir-akhir ini Ellera lebih memilih menjauh dari Reiley. Hal itu karena malam nanti Reiley dirumorkan akan berkencan buta, dan hal ini hanya diketahui oleh Elsana dan Ellera saja.
Saat Ellera berjalan menuju ke kantin, ia dikejutkan oleh sosok Reiley dan Elsana yang sudah duduk mendahului jam istirahat seni pahatnya. Elsana dan Reiley tampak sedang menikmati hidangan makan siang.
Elsana melihat Ellera dan Sellena dari kejauhan yang tidak melanjutkan langkahnya itu, kemudian Elsana menyenggol lengan Reiley yang tengah menikmati hidangan makan siangnya. "Eh, itu kenapa, Ellera sama Sellena berdiri di sana? Mau makan? Tapi kenapa nggak ke sini?"
Karena heran, Elsana spontan berdiri dari kursi kantinnya untuk menghampiri kedua sahabatnya yang berhenti itu.
"Kenapa si, Elle? Kenapa berhenti? Gue udah laper. Sialan lo katanya mau traktir gue sebagai imbalan mau nganterin lo menghadap ke dosen sialan lo itu?" Sellena protes karena perutnya sudah sangat keroncongan.
Sedangkan Ellera diam tak menghiraukannya, secara penglihatan Ellera tertuju ke Elsana yang tampak berjalan menghampirinya. "Enggak, kita duduk di sebelah sini aja," ajak Ellera yang pandangannya masih melekat ke arah Elsana. Ia benar-benar tidak berkedip sama sekali. Sehingga Reiley juga heran melihat Ellera dari kejauhan. Tingkah Ellera benar-benar sangat aneh, pikirnya.
Elsana berhasil menghampiri kedua cewek yang tinggal satu Palace dengannya itu. Elsana dari kejauhan sudah menyunggingkan senyuman. Namun tidak dengan Ellera. Seperti biasa, Ellera tidak tahu harus tersenyum atau gimana karena sikapnya memang begitu random diantara para circle.
"Sellena lo tumben pake lipstik? Haah? Nggak salah lihat gue? Hahaha...."
Mata Elsana malah tertuju ke bibir mungil Sellena. Hal itu membuatnya tak bisa berhenti tertawa karena seumur hidup Sellena tidak pernah memakai lipstik. Apalagi sikap dan pakaiannya sehari-hari yang terbilang begitu tomboy.
"Nyenyenye," cibir Sellena kesal. Tidak pake lipstik salah, pake lipstik malah makin salah, pikirnya. "Sini lo," tantang Sellena menyodorkan tangannya yang sudah mengepal keras untuk menonjok Elsana yang baru saja mengejeknya. Namun itu semua masih diselimuti tawa yang keras oleh Sellena, karena ia tahu betul sikap Elsana yang jago dalam hal ejek mengejek.
Ellera membungkam telinga, menurutnya mereka sangatlah berisik. "Sial," umpatnya bergumam.