"Gimana, Lexi. Kamu mau tidak Tante kenal kan dengan anak teman Tante yang tadi kita bicarakan."
Lexi kembali dari dapur setelah menyelesaikan bitter sweet-nya bersama dengan Bagas, baru juga mendudukkan dirinya di bersebelahan mamah nya. Tante Rose tiba-tiba membuka pembicaraan begitu saja dan langsung membahas jodoh.
Males banget.
"Emang tadi Tante ngomong apa, ya. Maaf ya, Tante. Aku tidak mendengarkan ucapan Tante dengan baik karena rasa lapar ku." Lexi memasang wajah bersalah nya pada Tante Rose, padahal di dalam hati mengumpati Tantenya tersebut karena membuka pembicaraan kembali tentang jodoh bahkan di depan kedua orang tuanya.
"Memang nya siapa yang mau kamu kenal kan, Rose," timpal Mamah.
Aku mengalihkan mataku pada Mamah, sudah dapat dipastikan Mamah akan tertarik tentang topik ini. Sejujur nya, ini membuat Lexi sedikit ketar-ketir. Bagaimana jika mamahnya menyetujui usulan dari Tante Rose, yang akan memperkenalkan anak temannya itu yang katanya pengacara dengan Lexi.
"Itu loh Mbak, anaknya Tamara. Teman aku sewaktu SMA, anaknya seusia dengan Lexi tapi sampai sekarang belum menikah dan masih single. Padahal anaknya tampan, cocok untuk Lexi yang juga cantik."
Oke, untuk yang terakhir itu Lexi sangat menyetujuinya.
"Kamu mau, Lex?" tanya Mamah pada Lexi.
Lexi sontak saja menggelengkan kepalanya, siapa juga yang mau di kenalkan dengan anak temannya Tante Rose. Lexi paling malas sekali jika di jodoh-jodoh kan seperti ini. Mereka bersikap seakan-akan Lexi adalah perawan tua, padahal usianya masih kepala tiga.
Itu namanya dewasa bukan perawan tua.
"Kenapa gak mau, coba dulu saja. Siapa tahu kalian jodoh," bujuk Mamah.
Duh, kalau Mamah sudah meminta seperti ini. Lexi mana bisa menolak coba, ingin membantah tapi takut dikutuk menjadi batu seperti malin kundang. Lexi menatap mamahnya melas, memohon padanya untuk tidak memaksa Lexi untuk bertemu dengan anak temannya Tante Rose.
"Mamah…" rengeknya.
"Dicoba dulu, kalau tidak cocok, ya, tidak usah dilanjutkan lagi. Kamu memang nya tidak mau segera menikah, Lex."
Lexi memajukan bibirnya merajuk. Usia boleh saja kepala tiga, tetapi tingkah Lexi masih seperti seorang remaja. Kalau ditanya mau nikah atau tidak, jelas saja Lexi mau. Dia juga manusia normal yang memiliki perasaan iri ketika melihat teman-temannya yang berkeluarga dan memiliki buntut yang menggemas kan dan lucu-lucu.
Tapi, apa mau dikata memang pada dasarnya jodoh Lexi masih dalam perjalanan dan masih belum menjemput Lexi juga hingga saat ini. Gak tahu deh ya, lagi di jalanan mana. Mungkin dia agak sedikit nyasar ke gurun pasir atau lagi tenggelam di kutub utara. Makanya gak sampai juga sampai sekarang.
"Gak usah cemberut gitu, gak malu kamu sama Bagas," tegur Mamah melihat Lexi yang merajuk.
"Ngapain juga malu sama dia, kayak Bagas ganteng saja pakai malu-malu segala," cibirnya.
"Eits, kalau bicara jangan sekata-kata, ya, Kak. Gini-gini aku pernah jalan di catwalk Paris Fashion Week," sergah Bagas tidak terima dirinya dibilang tidak ganteng oleh Lexi.
"Kalian ini kok malah berantem, sih. Sudah pada tua juga." Tante Rose menimpali percakapan mereka.
"Aku ngak tua!" jawab Lexi dan Bagas bersamaan.
Benar-benar deh ya, mulutnya Tante Rose. Kalau omong suka ngak disaring dulu kaya santan. Lexi yang wajahnya masih imut dan manis seperti ini dibilang tua, dia ngak tahu apa jika di rumah sakit saja Lexi sering kali mendapatkan pujian dari para pasien nya karena wajahnya yang terlihat lebih muda dari umurnya.
Kalau Bagas mungkin dapat dikatakan tua, karena wajah lelaki itu sedikit boros dari pada usianya. Bahkan beberapa kali ketika mereka jalan bersama, sering kali Lexi dianggap sebagai adik Bagas dari pada kakaknya. Meskipun tidak jarang juga yang menganggap mereka sebagai pasangan.
Untuk yang satu itu mungkin dapat dimaklumi. Berhubung Lexi dan Bagas sama-sama jomblo, mereka terbiasa mengajak jalan satu sama lain. Biar orang-orang tahu kalau mereka tidak se menyedihkan itu jalan-jalan sendirian karena tidak memiliki pacar.
Bawa sepupu yang masih jomblo adalah salah satu solusinya.
"Mau, ya, Lex," pinta Mamah kembali.
Lexi benci banget kalau Mamah meminta sesuatu padanya dengan nada memelas seperti sekarang. Meskipun di dalam hatinya Lexi ingin sekali menolak permintaannya. Tapi tetap saja mulutnya tidak dapat menolak dan justru menerima permintaannya.
"Ya sudah iya." Lexi menganggukkan kepalanya yang dibalas dengan antusias oleh Mamah dan Tante Rose tentunya.
"Akan Tante atur pertemuan kalian berdua," ujar Tante Rose seraya mengambil ponsel nya dan mengetik sesuatu di sana, sepertinya untuk mengirimkan pesan untuk temannya tersebut.
***
"Kenapa kamu cemberut begitu?" tanya Ben.
Weekend ini lelaki itu menghabiskan waktunya bersama dengan Lexi di apartemen gadis itu. Sebenarnya sudah menjadi agenda rutin untuknya mengunjungi Lexi di akhir pekan seperti ini. Namun, karena selama satu tahun belakangan Lexi berada di Papua. Kebiasaan yang sering mereka lakukan tidak pernah dilakukan lagi.
Baru satu bulan yang lalu Lexi kembali dari kita Indonesia bagian timur itu. Lexi baru saja menyelesaikan pendidikan spesialis nya sebagai dokter anak. Kepergian nya ke Papua adalah sebagai salah satu tugas wajib yang harus dilakukannya sebagai syarat kelulusan.
Sekarang, Lexi sudah bekerja di salah satu Rumah Sakit besar di Jakarta. Keadaan gadis itu juga lebih membaik dari pada ketika dia baru saja pulang dari Papua. Sebulan yang lalu kulitnya menjadi sedikit eksotis ketika Lexi menginjakkan kakinya kembali ke Ibukota.
Selama satu bulan ini, Lexi mati-matian melakukan perawatan untuk mengembalikan kulitnya kembali seperti semula. Biasanya Lexi akan berekspresi cemberut seperti sekarang karena kesal kulitnya yang putih tidak kunjung kembali dalam waktu yang lama.
Tapi, Kulit Lexi sudah kembali seperti dahulu. Lalu, kenapa dia cemberut dengan wajah yang tidak mengenakan seperti sekarang. Walaupun bagi Ben wajah Lexi justru terlihat imut dan membuatnya gemas ingin mencubit kedua pipinya yang sedikit chubby.
"Kesel!"
"Ya, kesel kenapa?"
"Mamah mulai menjodoh kan aku lagi," ungkapnya.
Ben mengubah duduknya menghadap Lexi, sekarang dia mengerti kenapa mood Lexi buruk sekarang. Ternyata karena perjodohan yang kembali dilakukan oleh Tante Stella. Padahal setahu Ben Tante Stella sudah berhenti menjodoh-jodohkan Lexi selama satu tahun ini.
"Kok bisa, bukannya Tante Stella sudah berhenti jodoh-in kamu, ya?" tanya Ben heran.
"Semua itu karena Tante Rose, kemarin sewaktu ada arisan keluarga di rumahku. Dia tiba-tiba saja nyeletuk, menawarkan aku untuk dikenal kan oleh anak temannya. Akhirnya Mamah ikut-ikutan terus aku disuruh bertemu dulu saja dengan anaknya teman Tante Rose. Duh, males banget." Lexi memutar matanya mengingat kembali percakapan itu kemarin.
"Terus kamu mau?"
"Kalau Mamah sudah memasang wajah memelas kaya begini, menurut kamu aku bisa menolak?" Lexi mencontohkan bagaimana wajah melas mamahnya ketika memohon pada Lexi kemarin.
Ben tersenyum geli melihat wajah Lexi yang sedang menirukan wajah mamahnya, Ben menggelengkan kepalanya menjawab ucapan Lexi. Dia sangat tahu bagaimana berbakti nya Lexi pada kedua orang tuanya.
Gadis itu tidak akan tega menolak permintaan mereka apapun itu.